Puji
dan syukur marilah kita haturkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
kesehatan jasmani dan rohani sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Hubungan APBN dan APBD. Tak lupa kami
juga berterima kasih kepada
bapak Miftahul Munir.Drs.,M.M selaku dosen kami dalam mata
pelajaran Perekonomian
Indonesia yang telah memberikan tugas ini.
Kami sangat berharap makalah ini
dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Hubungan APBN dan APBD. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan maskalah yang kami buat.
Semoga makalah sederhana ini dapat
dipahami bagi siapapun yang membacanya. Pemakalah mengucapkan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya makalah
ini.
Jakarta,
24Oktober
2016
Pemakalah
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...................................................................................................................... 1
Daftar Isi................................................................................................................................ 2
Bab I. Pendahuluan............................................................................................................... 3
A. Latar Belakang........................................................................................................ 3
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 3
C.Tujuan Penulisan....................................................................................................... 4
Bab II. Pembahasan................................................................................................................ 5
A.
Pengertian APBN dan APBD................................................................................. 5
B.
Dasar Hukum........................................................................................................... 6
C.
Fungsi APBN dan APBD....................................................................................... 9
D.
Penyusunan APBN................................................................................................. 11
E.
Sumber Penerimaan Pendapatan dalam Negara APBN.......................................... 12
1.
Tujuan
Perubahan Format dan Format Baru APBN...................................... 12
2.
Komposisi
APBN.......................................................................................... 14
F. Sumber Penerimaan Pendapatan dalam Daerah APBD........................................... 30
1.
Perubahan
Format APBD.............................................................................. 30
2.
Komposisi
APBD ......................................................................................... 31
G.
Hubungan antara APBN dan APBD...................................................................... 33
Bab
III. Penutup.................................................................................................................... 37
A. Kesimpulan....................................................................................................................... 37
B. Saran........................................................................................................................ 38
Daftar
Pustaka......................................................................................................................... 39
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia
yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.APBN berisi daftar sistematis dan
terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu
tahun anggaran bisa dibaratkan sebagai anggaran rumah tangga ataupun anggaran
perusahaan yang memiliki dua sisi, yaitu sisi penerimaan dan sisi pengeluaran.
APBN & APBD berperan penting
dalam masalah perekonomian di Indonesia karena di gunakan untuk mengatur
alokasi dana dari seluruh pendapatan Negara, serta di gunakan untuk pembangunan
di Indonesia, dan juga merupakan salah satu instrument bagi pengendali
stabilitas perekonomian Negara di bidang fiskal. selain itu mekalah ini di buat
sebagai pembelajaran bagi para pembaca terutama bagi penulis. Maka dengan
alasan-alasan tersebutlah makalah ini di buat.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang maslah diatas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD)?
2. Apa saja dasar hukum pembentuk APBN
dan APBD?
3. Apa fungsi dari APBN dan APBD?
4. Bagaimana cara penyusunan APBN?
5. Apa saja Sumber penerimaan
Pendapatan Negara dalam APBN dan Sumber penerimaan Pendapatan Daerah dalam APBD?
6. Bagaimana Hubungan antara APBN dengan APBD?
C.
Tujuan Makalah
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk Mengetahui Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) dan Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di Indonesia
2. Untuk mengetahui dasar hukum pembentuk
APBN dan APBD
3. Untuk mengetahui fungsi dari APBN
dan APBD
4. Untuk mengetahui penyusunan APBN
5. Untuk Mengetahui Apa Saja Sumber
Penerimaan Pendapatan Negara Dalam APBN dan APBD
6. Untuk Mengetahui Hubungan antara APBN dengan APBD.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
APBN dan APBD
[1]APBN
(Aggaran Pendapatan Dan Belanja Negara) merupakan sebuah daftar sistematis dan
terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu
tahun untuk membiayai kegiatan-kegiatan pemerintah yang bersangkutan.Sementara
itu, APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) merupakan sebuah daftar
sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran daerah
selama satu tahun.Periode APBN di Indonesia adalah dari 1januari sampai dengan
31 desember.Begitu pula dengan periode APBD.
Secara umum, APBN dan APBD disusun untuk
memperoleh gambaran lebih dalam tentang kondisi keuangan pusat dan daerah serta
menilai kinerja pemerintah dalam mengelola keungan dan memperkirakan kondisi
keuangan di masa depan. Namun, secara khusus APBN disusun dengan tujuan untuk
mengatur pembelanjaaan negara dari penerimaan yang direncanakan supaya dapat
mencapai sasaran yang ditetapkan, antara lain untuk menciptakan pertumbuhan
ekonomi dan kemakmuran masyarkat. Sementara itu, APBD disusun dengan tujuan
untuk mengatur pembelanjaan daerah dari penerimaan yang direncanakan supaya
dapat mencapai sasaran
yang ditetapkan, antara lain untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dan
kemakmuran masyarkat.
1. Pra
Kemerdekaan
keuangan
di Indonesia dianut sejak pemerintah kolonial Belanda mulai mengoreksi sistem ekonomi
merkantilisnya dimana sistem tanam paksa diganti menjadi sistem perpajakan (terutama
pajak tanah) sebagai sumber pemasukan negara. Selain perpajakan pemerintah Belanda
juga mengusahakan perkebunan-perkebunan negara. Terkait dengan pengeluaran
pemerintah colonial antara lain upah, gaji, dan tunjangan jabatan. Pengaturan
besar pajak dan pengeluaran dapat dilakukan oleh Gubernur Jendral apabila belum
ada ketentuan dari raja.
Sejak
1930, dalam sistem keuangan public yang ada, selain itu keuangan Negara mulai
dikenal pula sistem keuangan daerah, yang memungkinkan pembentukan daerah
otonom.Namun, sistem keuangan yang digunakan masih belum jelas, apakah prinsip
anggaran berimbang (balance budget),
prinsip anggaran defisit-surplus (deficit-surplus
budget), kekurangan daerah ditanggung pusat (soft budget control/sluit spot), atau kekurangan daerah menjadi
tanggungan daerah sendiri (hard budget
control).
Bentuk
dari susunan dan jenis anggaran juga tidak didefinisikan, antara lain apakah
bentuknya T-Account atau I-Account dan apakah sistemnya dual budgeting (anggaran dibagi menjadi
anggarn rutin dan pembangunan) atau unified
budgeting (sistem anggaran terpadu dimana anggran dibagi menjadi anngaran
pemerintah pusat dan daerah). Periode waktu anggaran juga belum secara jelas
didefinisikan.
2. Pasca
Kemerdekaan
Sejak
Indonesia merdeka, mulai diberlakukan UUD 1945.Hal
keuangan mulai diatur dalam pasal 23 Bab VIII UUD 1945.Sistem keuangan daerah
juga mulai dinyatakan dalam UU No. 1 Tahun 1945 tentang peraturan mengenai
kedudukan Komite Nasional Daerah.
Pada
perkembangan selanjutnya UU No. 22 Tahun 1948 tentang Penetapan Aturan-aturan
Pokok Mengenai Pemerintahan Sendiri di Daerah-daerah yang Berhak Mengatur dan
Mengurus Rumah Tangganya Sendiri, menunjukan adanya penjelasa mengenai keungan
daerah.Pada perkembangannya, sistem ini juga berlaku dalam UU No. 1 Tahun 1957
tentang Pokok-pokok Pemerintahan
Daerah.
Selanjutnya,
pada UU No. 18 1965 telah disebutkan secara formal bahwa sejenis anggaran yang
berlaku adalah sistem dual budgeting.Dan
sistem ini juga berlaku dalam UU No. 1 Tahun 1974. Dari berbagi literatur yang
ada, dapat disimpulkan bahwa pada umumnya sebelum tahun 2001 bentuk anggaran
yang dikenal di Indonesia adalah T-Account
dan sistem anggarannya adalah berimbang.
3. Reformasi
Sejak
diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25
Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah di masa
reformasi, sistem keuangan public di Indonesia mulai mengalami perubahan yang
cukup drastis. Pratik pelaksanaan sistem keuangan daerah berubah dari soft budget control menjadi hard budget control.Mulai tahun 2000,
periode anggaran tahunan diubah menjadi dari 1 April – 31 Maret menjadi 1
Januari – 31 Desember.Sejak 2001, bentuk T-Account
dalam anggaran diubah menjadi I-Account
untuk menyesuaikan dengan perkembangan sistem standar klasifikasi anggaran
internasional.Perubahan bentuk anggaran berdampak pada perubahan prinsip
anggaran yang dianut, dari balance budget menjadi anggaran defisit-surplus.
Selanjutnya pemberlakuan UU No. 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara semakin memantapkan sistem keuangan public di
Indonesia. Beberapa hal yang diamanatkan dalam dalam UU tersebut antara lain
adalah bahwa:
a. Belanja
negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja (dari masing-masing
program kegiatan)
b. Penerapan
anggaran berbasiskan kinerja (performance
bugedting)
c. Klasifikasi
anggaran berstandar internasional (I-Account)
d. Anggaran
belanja terpadu (unified account)
e. Penggunaan
kerangka pengeluaran jangka menengah (medium
term expenditure framework)
C.
Fungsi
APBN dan APBD
[3]APBN
atau APBD mempunyai fungsi yang sama. Fungsi itu antara lain untuk membiayai
pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan
ekonomi, menigkatan pendapan nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan
menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum. Fungsi-fungsi tersebut
dapat dirangkum dalam beberapa fungsi sebagai berikut:
1. Fungsi
Otorisasi
Fungsi otorisasi
mengandung arti bahwa anggaran negara atau daerah menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.Pembelanjaan
atau pendapatan dapat di pertanggungjawabkan kepada rakyat.
2. Fungsi
Perencanaan
Fungsi
perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi
negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut.Bila suatu pembelajaran
telah direncakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk
mendukung pembelanjaran tersebut. Misalnya, telah direncankan dan dianggarkan
akan membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka,
pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut akan
bisa berjalan dengan lancar.
3. Fungsi
Pengawasan
Fungsi
pengawasan berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai apakah
kegiatan penyelenggaraan pemerintahaan negara sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetakan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah
tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu
dibenarkan atau tidak.
4. Fungsi
Alokasi
Fungsi alokasi
berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan
pemborosan sumber daya serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas
perekonomian.
5. Fungsi
Distribusi
Fungsi
distribusi diartikan bahwa kebijkan anggaran negara harus memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan.
6. Fungsi
Stabilisasi
Fungsi
stabilisasi memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
D.
Penyusunan
APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) merupakan instrumen utama kebijakan fiskal yang sangat mempengaruhi jalannya
perekonomian, dan keputusan-keputusan investasI yang dilakukan oleh para pelaku pasar.
Hal ini disebabkan, APBN secara umum menjabarkan rencana kerja dan kebijakan
yang akan diambil pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan, alokasi
sumber-sumber ekonomi yang dimiliki, distribusi pendapatan dan kekayaan melalui
intervensi kebijakan dalam rangka mempengaruhi permintaan dan penawaran faktor
produksi, serta stabilisasi ekonomi makro. Dengan demikian, strategi dan
pengelolaan APBN menjadi isu yang sangat sentral dan penting dalam perekonomian
suatu negara.
Pada saat APBN disusun setidaknya
terdapat enam sumber ketidakpastian yang berpengaruh besar dalam penentuan volume
APBN, baik sisi pendapatan maupun belanja. Sumber ketidakpastian itu antara
lain minyak bumi di pasar internasional, kuota produksi minyak mentah yang ditentukan OPEC, pertumbuhan
ekonomi, inflasi, suku bunga, nilai tukar rupiah terhadap dollar amerika (USD).
Pemerintah lalu menetapkan angka-angka asumsi atsa sumber ketidak pastian tersebut
sebagai dasar penyusunan APBN. Penetapan angka asumsi dilaksanakan oleh suatu
tim yang terdiri dari wakil-wakil dari Bank Indonesia, Depertemen Keuangan,
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Kantor Menteri Koordianator
Perekonomian, dan Badan Pusat Statistik, yang bersidang secara rutin untuk
membahas dan menentukan angka asumsi.
E.
Sumber
Penerimaan Pendapatan dalam Negara APBN
1. Tujuan Perubahan Format dan Format Baru APBN
Sejak tahun pertama pelaksanaan Repelita I, APBN indonesia mengikuti
konsep ’anggaran berimbang’ yang dinamis dan fungsional. Berimbang dalam artian
jumlah keseluruhan pengeluaran harus tepat sama dengan jumlah penerimaan.
Dinamis dalam artian dalam hal penerimaan lebih rendah dari
perencanaan maka pemerintah mengurangi pengeluaran. Ini juga berarti bahwa
pemerintah tidak melakukan pinjaman domestik dengan mengeluarkan obligasi.
Sebaliknya,
manakala penerimaan melebihi target maka pemerinta meningkatkan pengeuaran.
Selain itu konsep dinamis diartikan sebagai usaha peningkatan dalam peneriamaan
dan penegeuaran dari tahun ketahun. Fungsional dimaksudkan bahwa fungsi dari
penerimaan pembangunan (pinjaman luar negeri) semata-mata untuk membiayai
pengeluaran pembangunan. Hal ini untuk menghindari penggunaan hutang luar
negeri untuk pengeluaran rutin.
Sejak tahun 2003, APBN indonesia tidak menggunakan konsep
anggaran berimbang tetapi menggunakan konsep anggaran surplus/defisit. Hal ini
antara lain bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas
pengeolaan belanja negara melalui a) minimalisi duplikasi rencana kerja dan
penganggaran dalam beanja negara, b) meningkatkan keterkaitan antara keluaran
(output) dan hasil (outcomes) sebagaimana dicapai melalui penganggara
organisasi. Selain itu perubahan format anggaran juga untuk meneyesuiakan
dengan klasifikasi yang digunakan secara internasonal.
Sebelum tahun 2001, prinsip APBN adalah anggran seimbang
dinamis, dimana jumlah penerimaan negara akan selalu sama dengan pengeluaran
negara, dan jumlahnya diupayakan meningkat dari tahun ketahun
Sesuai dengan UU No.17 Tahun 2003, format APBN yang baru
mengalami perubahan dari T-Account menjadi
I-Account. Sistem penganggaran
belanja negara secara implisit menggunkan sistem unified budget, dimana tidak ada pemisahan antara pengeluaran rutin
dan pembangunan, sehingga klasifikasi menurut ekonomi akan berbeda dar klasifikasi
sebelumnya. Dalam hal ini, belanja negara terdiri atas belanja pemerintah pusat
dan daerah sebagaimana tercantum pada tabel dibawah ini.
2. Komposisi APBN
[4]Komposisi
APBN tetap sama baik pada format lama maupun baru. Struktur APBN terdiri dari Pendapat
Negara dan Hibah,Belanja
Negara,Surplus/Defisit Anggaran dan Pembiayaan.
a. Pendapatan
Negara dan Hibah
Dalam rangka
menerapkan langkah-langkah konsolidasi fiskal,optimalisasi sumber-sumber
pendapatan negara dan hibah mempunyai peranan penting dan strategis dalam
meningkatkan kapasitas fiskal,baik untuk membiayai belanja negara maupun
mengendalikan anggaran.
1) Penerimaan
Dalam Negeri
Penerimaan dalam
negeri dapat berasal dari penjualan minyak dan gas (penerimaan migas) atau bisa
juga berasal dan penerimaan non migas. penerimaan non migas terdiri dari:
a) Pajak,
pajak merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah terhadap wajib pajak
tertentu berdasarkan undang-undang yang ada tanpa harus memberikan imbalan
langsung. ada berbagai macam pajak
seperti pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak ekspor, bea materai
dan pajak bumi dan bangunan.
b) Bea
masuk,bea masuk dipungut dari barang-barang impor yang masuk ke dalam negeri
c) Cukai,cukai
di pungut dari produk-produk tertentu yang dianggap perlu oleh pemerintah.
Beberapa produk yang dipungut cukai antara lain tembakau, bir dan alcohol.
d) Retribusi,retribusi
dipungut dari jasa yang kita peroleh dari pemerintah. Parkir, misalnya. Kita memperoleh hasa parkir, karena itu kita
membayar retribusi kepada pemerintah.
Selain
pajak ada pula penerimaan pemerintah yang berasal dari keuntungan perusahaan
negara, denda atau sita, dari percetakan uang, pinjaman, sumbangan, serta dari
penyelenggaraan undian berhadiah. Berikut ini akan dijelaskan satu per satu.
a) Keuntungan
Perusahaan Negara. Karena menyertakan modal didalam perusahaan negara
(BUMN),maka pemerintah memiliki hak untuk menerima bagian keuntungan yang
diperoleh BUMN tersebut.
b) Denda
atau Sita. Pemerintah berhak untuk memungut denda atau sita kepada anggota
masyarakat yang terbukti melanggar peraturan. Denda dapat berupa denda
pelanggaran lalu lintas,denda pelanggaran ketentuan pajak,atau bias juga
penyitaan hasil penyelundupan. Uang yang diperoleh dari denda ini masuk kedalam
sumber penerimaan negara.
c) Percetakan
Uang. Percetakan uang ini dilakukan untuk menutup deficit anggaran bila cara
lain menutup anggaran tidak dapat dilakukan. Meskipun demikian pemerintah harus
berhati-hati,karena bila uang terlalu banyak beredar dipasar dapat menyebabkan
inflasi.
d) Pinjaman.
Pinjaman merupakan salah satu alternatif sumber penerimaan negara meskipun pada
akhirnya akan menjadi beban negara karena harus dibayar kembali berikut dengan
bunganya. Sementara itu,pinjaman juga berasal dari dalam negeri. Pemerintah
dapat memperoleh pinjaman dari bank sentral ataupun dari masyarakat.
e) Sumbangan
dan Hibah. Sumbangan,hadiah dan hibah yang diperoleh begara berasal dari
masyarakat,kelompok,organisasi atau perusahaan. Sumbangan dan hibah merupakan
salah satu sumber pendapatan negara namun bukan merupakan penerimaan yang
pasti.
f) Penyelenggaraan
Undian Berhadiah. Negara dapat memperoleh penerimaan dari undian berhadiah yang
diselenggarakan oleh lembaga tertentu. Hal ini dapat menjadi sumber penerimaan
secara rutin. Jumlah yang diterima pemerintah adalah selisih antara penerimaan
setelah dikurangi biaya operasi dan besarnya hadiah yang dibagikan.
2) Penerimaan
Hibah
Penerimaan hibah
merupakan salah satu penerimaan negara namun bukan merupakan penerimaan yang
pasti. Lembaga-lembaga internasional yang memberikan komitmen hibah kepada
Indonesia dalam rangka kerja sama multilateral antara lain Multidonor Trust
Fund (MDTF) yang dikelola oleh World
Bank, Asian Development Bank (ADB), Islamic Development Bank (IDB), serta
United Nation Develoment program (UNDP).
Sementara itu, negara yang memberikan komitmen hibah dalam rangka kerja
sama bilateral antara lain adalah Australia.
b. Belanja
Negara
Sebagai salah
satu piranti kebijakan fiskal,pengalokasian anggaran belanja negara senantiasa
diarahkan untuk mendukung upaya konsolidasi fiskal,serta melaksanakan berbagai
fungsi pemerintahan. Langkah-langkah konsolidasi fiskal di sisi belanja negara
diupayakan melalui pengalokasian anggaran secara efisien dan efektif agar dapat
memberikan hasil yang optimal.
JENIS
BELANJA NEGARA DALAM APBN
1)
Belanja Pemerintah
Pusat.
Sesuai dengan
amanat UU no 17 Tahun2003 Pasal 11 Ayat (5) tentang Keuangan Negara,anggaran
belanja pemerintah pusat di rinci menurut klasifikasi jenis belanja,organisasi
dan fungsi.
a)
Menurut Jenis. Belanja
pemerintah pusat menurut jenis adalah semua pengeluaran negara yang digunakan
untuk membiayai belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran
bunga utan, subsidi, belanja hibah,bentuan sosial dan belanja lain-lain :
·
Belanja Pegawai
Pengeluaran yang merupakan kompensasi terhadap pegawai baik dalam bentuk uang
atau barang, yang harus dibayarkan kepada pegawai pemerintah di dalam maupun di
luar negeri baik kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil dan pegawai yang
dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas
pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan
pembentukan modal.
·
Belanja Barang
Pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk
memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan serta
pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada
masyarakat dan belanja perjalanan. Belanja ini terdiri dari belanja barang dan
jasa, belanja pemeliharaan dan belanja perjalanan dinas.
·
Belanja Modal
Pengeluaran anggaran yang digunakan, dalam rangka memperoleh atau menambah aset
tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi
serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang
ditetapkan pemerintah. Aset Tetap tersebut dipergunakan untuk operasional
kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja bukan untuk dijual.
·
Pembayaran Bunga Utang
Pengeluaran pemerintah untuk pembayaran bunga (interest) yang dilakukan atas
kewajiban penggunaan pokok utang (principal outstanding) baik utang dalam
maupun luar negeri yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman jangka pendek atau
jangka panjang. Jenis belanja ini khusus digunakan dalam kegiatan dari Bagian
Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan.
·
Subsidi Pengeluaran
atau alokasi anggaran yang diberikan pemerintah kepada perusahaan negara,
lembaga pemerintah atau pihak ketiga lainnya yang memproduksi, menjual,
mengekspor atau mengimpor barang dan jasa untuk memenuhi hajat hidup orang
banyak agar harga jualnya dapat dijangkau masyarkat. Belanja ini antara lain
digunakan untuk penyaluran subsidi kepada masyarakat melalui BUMN/BUMD dan
pemsahaan swasta.
·
Hibah Pengeluaran
pemerintah berupa transfer dalam bentuk uang, barang atau jasa, bersifat tidak
wajib yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya dan tidak mengikat
serta tidak terus menerus kepada pemerintahan negara lain, pemerintah daerah,
masyarakat dan organisasi kemayarakatan serta organisasi intenasional.
·
Bantuan Sosial Transfer
uang atau barang yang diberikan kepada masyarakat guna melindungi dari
kemungkinan terjadinya resiko sosial. Bantuan sosial dapat langsung diberikan
kepada anggota masyarakat dan/atau lembaga kemasyarakatan termasuk didalamnya
bantuan untuk lembaga non pemerintah bidang pendidikan dan keagamaan.
Pengeluaran ini dalam bentuk uang/ barang atau jasa kepada masyarakat yang
bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, bersifat tidak terus
menerus dan selektif.
·
Belanja Lain-lain
Pengeluaran/belanja pemerintah pusat yang sifat pengeluarannya tidak dapat
diklasifikasikan ke dalam pos-pos pengeluaran diatas.Pengeluaran ini bersifat
tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam,
bencana sosial dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan
dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah.
b)
Menurut Organisasi.
Belanja
pemerintah pusat menurut organisasi adalah semua pengeluaran negara yang
dialokasikan kepada kementerian/lembaga, sesuai dengan program-program yang
akan dijalankan. Belanja pusat menurut organisasi secara garis besar dibedakan
atas:
·
Anggaran kepada
kementerian/lembaga yang telah mempunyai kode bagian anggaran.
·
Anggaran pembiayaan dan
perhitungan yang dikelola oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
Belanja
pemerintah pusat yang dialokasikan melalui kementerian/lembaga, atau bagian
anggaran kementerian/lembaga digunakan untuk membiayai kegiatan operasionl
kementerian/lembaga, yang meliputi belanja pegawai, belanja barang, belanja
modal, dan bantuan sosial. Sementara itu, belanja pemerintah pusat yang
dialokasikan melalui sebagian angaran pembiayaan dan perhitungan digunakan
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang tidak melalui kementerian/lembaga,
seperti pembayaran kontribusi sosial, pembayaran bunga utang, subsidi,
pemberian hadiah, dan belanja lain-lain.
c) Menurut
Fungsi.
Fungsi-fungsi
pemerintah dalam menyediakan barang dan jasa serta mendistribusikan kembali
pendapatan dan kekayaan melalui transfer, dibiayai dalam bentuk rupiah murni,
yang berasal dari penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak serta dalam bentuk valas, yang berasal dari
pinjaman proyek dan hibah. Alokasi anggaran belanja menurut fungsi merupakan
kompilasi dari anggaran program-program yang dilaksanakan oleh
kementerian/lembaga yang menunjukkan pelaksanaan fungsi pemerintahan.Oleh
karena itu, alokasi anggaran belanja menurut fungsi bukanlah merupakan dasar
untuk menentukan besarnya alokasi anggaran, melainkan untuk mengetahui seberapa
besar peranan pemerintah dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan.
Sebagaimana
telah diamanatkan dalam UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, rincian
belanja negara menurut fungsi dalam APBN dirinci ke dalam sebelas (11) fungsi
sebagai berikut:
·
Fungsi pelayanan umum.
·
Fungsi pertahanan.
·
Fungsi ketertiban dan
keamanan.
·
Fungsi ekonomi.
·
Fungsi lingkungan
hidup.
·
Fungsi perumahan dan
fasilitas umum.
·
Fungsi kesehatan.
·
Fungsi pariwisata dan
budaya.
·
Fungsi agama.
·
Fungsi pendidikan.
·
Fungsi perlindungan
sosial.
2) Belanja
Untuk Daerah.
Sejak
dilaksanakannya kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal pada tahun
2001, anggaran belanja daerah dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang
cukup signifikan, baik dari segi cakupan jenis dana yang didaerahkan, maupun
dari besaran alokasi dana yang didaerahkan. Pada tahun 2001, alokasi anggaran
belanja daerah baru mencakup dana perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil
(DBH), Dana Alokasi Umum (DAU). Namun, seiring dengan diberlakukannyaa UU No.
21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi provinsi papua, dan dana
penyeimbang/penyesuaian untuk daerah-daerah yang menerima DAU lebih kecil dari
tahun sebelumnya. Selain iu, sejak tahun 2003, Dana Alokasi Khusus (DAK) juga
diperluas cakupannya menjadi DAK dan reboisasi (DAK DR), dan DAK non-dana
reboisasi (DAK Non-DR).
c. Dana
Perimbangan
Dana perimbangan
adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah
untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
Dana perimbangan
terdiri atas:
1) Dana
Bagi Hasil (DBH). Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepadaa daerah berdasarkan angka presentase untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Bagi Hasil
Bersumber dari:
a) Pajak. Sumber Dana Bagi Hasil dari Pajak
terdiri dari:
·
Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB);
·
Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan (BPHTB);
·
Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Negeri dan PPh Pasal 21.
b) Pemanfaatan
Sumber Daya Alam. Sumber Dana Bagi Hasil dari pemanfaatan sumbaer daya alam
berasal dari:
·
Kehutanan;
·
Pertambangan umum;
·
Perikanan;
·
Pertambangan minyak
bumi;
·
Pertambangan gas bumi;
dan
·
Pertambangan panas bumi.
d. Dana
Alokasi Umum (DAU).
Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber
dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi.
a) Dana
Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk
membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai
dengan prioritas nasional.
b) Dana
Otonomi Khusus dan Dana Penyesuaian
Dana otonomi
khusus dan dana penyesuaian dialokasikan kedaerah sejak tahun 2002. Dana
otonomi khusus disediakan khusus untuk propinsi papua, sesuai dengan UU No. 21
Tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi propinsi papua, yaitu setara 2 (dua)
persen dari alokasi DAU Nasional yang penggunaannya diarahkan terutama untuk
pembiayaan pendidikan.
Dana penyesuaian
yang dialokasikan ke daerah mencakup dana penyesuaian murni dan ad-hoc. Dana
penyesuaian murni dialokasikan sebagai pelaksanaan kebijakan agar penerapan
formula DAU lebih kecil dari DAU tahun sebelumnyaditambah dana penyesuaian
murni tahun sebelumnya (hold hermless). Dana penyesuaian murni ini secara
bertahap diupayakan pengurangannya untuk mempercepat tujuan DAU sebagai alat pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah. Sementara itu, dana penyesuaian ad-hoc
dialokasikan apabila ada kebijakan pemerintah pusat yang berpengaruh terhadap
pos anggaran tertentu dalam belanja daerah, misalnya, dalam tahun 2005 dana
penyesuaian ad-hoc dialokasikan untuk mengantisipasi adanya kebijakan pemberian
gaji ke-13 bagi PNS, termasuk PNS di daerah. Dana penyesuaian ad-hoc hanya
bersifat sebagai bantuan, dan tidak mencakup seluruh kebutuhan pendanaan pos
anggaran yang bersagkutan.
e. Surplus/Defisit
Anggaran
Sejalan dengan
langkah-langkah konsolidasi fiskal yang dilakukan melalui peningkatan disiplin
anggaran, tentunya ada dua hal yang perlu diperhatikan. Dua hal itu antara
lain:
1) Bagi
hasil (DBH), dana alokasi umum (DAK), dan dana alokasi khusus (DAK).
2) Lain-lain
Pendapatan Yang Sah.
Lain-lain
pendapatan yang sah terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan dana darurat
dengan ketentuan sebagai berikut.
a) Pendapatan
hibah merupakan bantuan yang tidak mengikat
b) Hibah
kepada daerah yang bersumber dari luar negeri dilakukan melalui pemerintah
c) Hibah
dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara pemerintah daerah dan pemberi
hibah.
d) Hibah
digunakan sesuai dengan naskah perjanjian
f. Pembiayaan.
Pembiayaan
adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang
akan diterima kemballi, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun
tahun-tahun anggaran berikutnyaa. Pembiayaan terdiri atas:
1)
Sisa lebih perhitungan
anggaran daerah.
2)
Penerimaan pinjaman
daerah.
3)
Dana cadangan daerah.
4)
Hasil penjualan
kekayaan daerah yang dipisahkan.
g.
Pos Belanja
Pos
belanja dibagi atas dasar aktivitas dan jenis biaya di masing-masing dinas dan
sumber dananya. Belanja terdiri dari belanja Aparatur Daerah, Belanja Pelayanan
Publik/Non Aparatur, Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan dan Belanja Tidak
Tersangka. Salain itu, .belanja dirinci ke dalam 21 bidang (administrasi,
pertanian, dan lain-lain).Sementara itu, untuk pembiayaan dalam struktur APBN
terdiri dari Penerimaan Daerah dan pengeluaran Daerah.
F.
Sumber
Penerimaan Pendapatan dalam Daerah APBD
Pembangunan daerah sebagai bagian
integral dari upaya pembangunan nasional, pada hakikatnya adalah upaya yang
terencana untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah, sehingga tercipta
suatu kemampuan yang handal dan profesional dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Dalam hal ini APBD mempunyai peran yang sangat penting sebagai
penentu kebijakan fiskal daerah dalam pembangunan ekonomi daerah
1.
Perubahan Format APBD
Berdasarkan
keputusan menri dalam negeri No. 29 Tahun 2002 tentang pedoman penyusunan
perhitungan APBD, format umum APBD 2003 dan seterusnya akan berbeda dengan
format sebelumnya. Seperti tercantum dalam table dibawah ini:
Format Lama
|
Format Baru
|
1. Penerimaan
berasal dari PAD, bantuan dari pemerintah yang lebih tinggi, pinjaman
2. Pos
belanja dibagi kedalam belanja rutin & pembangunan sehingga biaya ke
seluruh suatu unit tidak terlihat.
3. Kriteria
belanja rutin dan belanja pembangunan tidak jelas, sehingga mudah di
manipulasi
4. Berbasis
input yaitu sulit dihubungkan dengan tujuan unit terkait.
|
1.
Pendapatan terdiri
dari PAD dan penerimaan di rinci menurut objeknya.
2.
Pos belanja dibagi
atas dasar aktivitas dan jenis biaya di masing- masing dinas dan sumber
dananya. Belanja terdiri dari belanja aparatur daerah, Pelayanan Publik/Non
Aparatur, Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan, Tidak Tersangka. Selain itu,
belanja dirinci ke dalam 21 bidang (administrasi, pertanian, dan lain- lain)
3.
Belanja rutin
berulang setiap tahun, sementara belanja pembangunan adalah belanja barang
modal.
4.
Pembiayaan terdiri
dari penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah.
5.
Berbasis output yaitu
sesuai sasaran dan standar pelayanan yang diharapkan.
|
2. Komposisi
APBD
Penerimaan
daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan
pembiayaaan.
1) Pendapatan
Daerah
Hak pemerintah
daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun
bersangkutan. Pendapatan daerah bersumber dari:
a) Pendapatan
Asli Daerah (PAD), adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut
berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
b) Dana
Perimbangan, adalah dana yang berdumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi. Dana perimbangan terdiri
atas dana bagi hasil (DHB), dana alokasi umum (DAK) dan dana alokasi khusus
(DAK).
c) Lain-
lain pendapatan yang Sah terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan dana
darurat dengan ketentuan sebagai berikut.
·
Pendapatan hibah
merupakan bantuan yang tidak mengikat.
·
Hibah kepada daerah
yang bersumber dari luar negeri dilakukan melalui pemerintah.
·
Hibah dituangkan dalam
suatu naskah perjanjian antara pemerintah daerah dan pemberi hibah.
·
Hibah digunakan sesuai
dengan naskah perjanjian.
2) Pembiayaan
Adalah setiap penerimaan
yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali,
baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun- tahun anggaran
berikutnya. Pembiayaan terdiri atas :
a) Sisa
lebih perhitungan anggaran daerah
b) Penerimaan
pinjaman daerah
c) Dana
cadangan daerah
d) Hasil
penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.
b. Pos
Belanja
Pos belanja
dibagi atas dasar aktivitas dan jenis biaya yang di masing- masing dinas dan
sumber dananya. Belanja terdiri dari belanja Aparatur Daerah, Belanja Pelayanan
Publik/Non Aparatur, Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan dan Belanja Tidak
Tersangka
G.
Hubungan
Antara Keuangan Pusat dan Daerah
Undang- undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
mengamanatkan bahwa setiap penyerahan, pelimpahan, dan penugasan urusan
pemerintahankepada daerah, harus diikuti dengan pendananya (money follows function) artinya jika
lewenangan dilimpahkan ke daerah, maka uang untuk mengelola kewenangan itu pun
harus dilimpahkan ke daerah.
Salah
satu pendanaan yangdimaksud adalah berupa dana APBN yang di alokasikan kepada
daerah dalam bentuk dana perimbangan. Dana ini akan menjadi bagian dari
penerimaan daerah dalam APBD. Dana Perimbangan tersebut terdiri dari Dana Nagi
Hasil(DBH), Dana Alokasi Umum(DAK), dan Dana Alokasi Khusus(DAK). Selain dari
dana perimbangan, dalam penganggaran bagi belanja daerah juga ditampung Dana
Otonomi Khusus untuk memenuhi ketentuan Undang- undang tentang Otonomi Khusus
serta Dana Penyesuaian agar tidak ada daerah yang memperoleh DAU lebih kecil
dari tahun sebelumnya.
Hubungan
antara pusat dan daerah sejak Undang- undang Nomor 5 Tahun 1974 sebenarnya
sudah berpijak pada tiga asas desentralisasi, antara lain dekonsentrasi,
desentralisasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang
pemerintahan dan Pemerintah kepada daerah otonom untukmengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Samentara
itu, dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada gubernur
sebagai wakil Pemerintah. Dan Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah
kepada Daerah dan/atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan
mempertanggung jawabkan pelaksanaan-nya kepada yang menugaskan.
Ketiga
pengertian di atas pada dasarnya memiliki makna yang sama yaitu adanya
“Pelimpahan Wewenang”. Implikasinya adalah daerah bertanggung jawab atas semua
perencanaan dan implementasi dari pembangunan daerah masing- masing. Termasuk
masalah pembiayaannya. Terkait dengan hal tersebut, dalam pelimpahan wewenang
tentunya harus didukung oleh pendanaan yang cukup. Dari sisi transfer dana ke
daerah, selain dana desentralisasi yang merupakan komponen dari APBD, terdapat
pula transfer dana dari Pemerintah Pusat di luar APBD kepada daerah dalam
bentuk dana dekonsentrasi dan tugaspembantuan yang merupakan anggaran
kementrian/lembaga dalam APBN.
Beberapa
tujuan alokasi dana dari pusat ke daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi
daerah adalah sebagai berikut :
1. Pembelanjaan
seluruhnya atau sebagian atas kepentingan yang bersifat nasional atau lebih
dari satu daerah.
2. Mendorong
upaya pemerintah daerah untuk melaksanakan program- program pembangunan dan
pelayanan yang sejalan dengan kebijakan nasional.
3. Merangsang
pertumbuhan ekonomi daerah.
4. Mengendalikan
pengeluaran ekonomi daerah.
a. Menetapkan
standar pleyanan atau pembangunan yang adil.
b. Mengembangkan
wilayah- wilayah yang kapasitas fiskalnya rendah.
c. Membantu
wilayah atau daerah untuk mengatasi keadaan darurat
Hubungan
antara pusat dan derah pada akhirnya tercermin dalam pembagian kewenangan,
tugas, dan tanggung jawab yang jelas antartingkat pemerintahan, sebagaimana
diatur dalam UU No 32 Tahun 2004. Dari pembagian kewenangan tersebut,
diharapkan upaya pemerintah pusat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah akan
sesuai dengan tujuan semula yaitu meningkatkan fingsu pemerintahan daerah
sebagai ujung tombak dalam pembangunan ekonomi daerah sesuai dengan aturan UU
No. 33 Tahun 2004.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
APBN adalah
singkatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Sesuai dengan
kepanjangannya, APBN dapat diartikan sebagai suatu daftar yang memuat perincian
sumber-sumber pendapatan negara dan jenis-jenis pengeluaran negara dalam waktu
satu tahun.
APBD adalah
singkatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. APBD dapat diartikan
sebagai suatu daftar yang memuat perincian sumber-sumber pendapatan daerah dan
macam-macam pengeluaran daerah dalam waktu satu tahun. Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2003 mengartikan APBD sebagai rencana keuangan tahunan pemerintah daerah
yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD dan
ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda).
APBN
memiliki fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
Dalam penyusutan APBN terdapat enam ketidakpastian yang harus diperhatikan
yaitu harga minyak bumi dipasar internasional, kuota produksi minyak mentah
yang ditentukan OPEC, pertumbuhan ekonomi, inflasi, suku bunga, dan nilai tukar
rupiah terhadap Dollar AS.
Pada
tahun 2003, Indonesia melakukan perubahan format APBN yang bertujuan untuk
meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan belanja negara.
Struktur
APBN terdiri dari pendapatan negara dan hibah, belanja negara,
surplus/anggaran, dan pembiayaan.
Undang-undang
nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, mengamatkan bahwa setiap penyerahan, dan penugasan urusan
daerah harus diikut dengan pendanaannya(money follows function).
Saran
kita
sebagai mahasiswa ekonomi dan juga generasi muda yang berpendidikan harus
mendukung program baik dari pemerintah agar tujuannya seperti menaikkan
pertumbuhan ekonomi, mensejahterakan seluruh rakyat dan menurunkan inflasi dapat terwujud.
DAFTAR
PUSTAKA
Adji, wahyu.
Dkk, Ekonomi SMA, Jakarta:Erlangga, 2007
Tambunan, tulus Dr.T.H, Perekonomian Indonesia,
Bogor:Ghalia Indonesia, 2009
Purwono, Tony, PR Ekonomi, Klaten:Intan Pariwara, 2004
Nurjaman, Arsyad. Dkk, Keuangan Negara, Jakarta:Intermediet,
1992
hadi-detected.blogspot.com/2012/04/makalah-apbn-apbd.html
ekonomi.dikampus.com/tag/makalah-apbn-dan-apbd-pendidikan/
[2]Wahyu adji. Dkk, Ekonomi SMA, Jakarta, Erlangga, 2007,
hal. 66
[3]Dr.Tullus T.H. Tambunan,
Perekonomian Indonesia, Bogor, Ghalia Indonesia, 2009, hal. 88
[4]Arsyad Nurjaman. Dkk, Keuangan Negara,
Jakarta:Intermediet, 1992, hal. 122
[5]Tony Purwono, PR Ekonomi, Klaten:Intan Pariwara, 2004,
hal. 34
Tidak ada komentar:
Posting Komentar