Jumat, 14 April 2017

KEBIJAKAN MONETER DALAM ISLAM

KEBIJAKAN MONETER DALAM ISLAM

Makalah ini disusun untuk Memenuhi Tugas UAS Mata Kuliah Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam

Dosen Anwar Abbas, Dr., H., M.Ag.



Disusun Oleh:


                     Rizca Amira Puspa:                                   11150810000084





JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1437 H/2016 M




KATA PENGANTAR

Puji dan syukur marilah kita haturkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga saya dapat menyelesaikan makalah Kebijakan Moneter dalam Ekonomi Islam untuk memenuhi tugas akhir semester. Saya juga berterima kasih kepada bapak Anwar Abbas, Dr.,H., M.Ag. Selaku dosen dalam mata pelajaran Prinsip-prinsip Ekonomi Islam yang telah memberikan tugas ini.
            Saya  sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Kebijakan Moneter dalam Ekonomi Islam. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang saya buat.
           


                                                                      


Ciputat, 12 Januari 2017


Pemakalah



DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………….….............…i
Daftar Isi ………………………………………………………………..………............ii

BAB 1 PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah……………………….………………….......................1
B.   Rumusan Masalah.................................................................................................2
C.   Tujuan Penulisan……………………………………………...............................2

 BAB II. PEMBAHASAN
A.  Sejarah Kebijakan Moneter Islam.........................................................................3
B.   Manajemen Moneter Islam...................................................................................5
C.   Instrumen Moneter Islam.....................................................................................11
D.  Konsep Permintaan Uang dan Uang Beredar Menurut Mazhab.........................16
E.   Uang dalam perspektif Islam...............................................................................25
F.    Posisi Bank Sentral dalam Islam..........................................................................26
G.  Implementasi dari Instrumen Kebijakan Moneter Islam......................................27
H.  Kebijakan Moneter Syariah dalam Al-Qur’an dan Hadits...................................30

BAB III PENUTUP
Kesimpulan…………………………………………………………............................36
Saran………………………………………………………………..............................37
Daftar Pustaka...............................................................................................................38








BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Seperti yang telah kita ketahui dan memang sudah menjadi rahasia umum bahwa selama beberapa dekade ini, sistem ekonomi dunia dibentuk dan dilaksanakan berdasarkan pemikiran liberalis kapitalis yang bebas dari nilai dan bertujuan hanya untuk mencapai keuntungan yang sebesar-besarnya dari sumber daya yang terbatas. Salah satu instrumen yang dipergunakan adalah bunga yang kemudian menjadi ruh bagi sistem ekonomi kapitalis. Negara-negara yang mau tidak mau harus berhubungan dengan negara lain, mau tidak mau harus menyesuaikan sistem ekonominya dengan sistem  ekonomi yang dianut oleh dunia. Tak terkecuali dalam sistem kebijakan moneternya.
Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan. Hampir semua sektor ekonomi kapitalis terkait dengan sistem  bunga sehingga sektor moneter lebih cepat berkembang dari pada sektor moneter. Hal ini disebabkan karena sektor moneter lebih cepat memberikan keuntungan dari pada sektor rill.
Krisis subprime mortage yang baru-baru ini terjadi di Amerika telah membuat keadaan ekonomi Amerika menjadi limbung. Limbungnya ekonomi Amerika secara otomatis merdampak juga pada negara-negara lain. Hal ini membuktikan bahwa sistem ekonomi kapitalis tidak sekuat dan sekokoh yang terlihat. Kondisi tersebut menjadi trigger bagi sistem ekonomi alternatif untuk menggantikan sistem pemikiran kapitalisme liberalis yang dipergunakan oleh dunia saat ini. Salah satu sistem ekonomi alternatif yang ditawarkan adalah sistem ekonomi Islam.

B.     Rumusan Masalah
1.         Bagaimana Sistem kebijakan moneter dalam Islam ?
2.         Apa saja instrument kebijakan moneter dalam Islam ?
3.         Seperti apa posisi bank sentral dalam ekonomi Islam ?
4.         Seperti apa Implementasi Kebijakan moneter Islam ?
5.         Bagaimana Manajemen Moneter dalam Islam ?
6.         Bagaimana kebijakan moneter menurut mazhab Iqtishaduna?
7.         Bagaimana kebijakan moneter menurut mazhab mainstream?
8.         Bagaimana kebijakan moneter menurut mazhab alternatif?

C.     Tujuan Penulisan
1.        Memenuhi Tugas Akhir UAS Mata Kuliah Prinsip-prinsip Ekonomi Islam.
2.        Menjelaskan Sistem Kebijakan Moneter dalam Islam.
3.        Menganalisis Instrument-Instrument Kebijakan Moneter.
4.        Menjelaskan Posisi Bank Sentral menurut Ekonomi Islam.
5.        Menjabarkan Aplikasi kebijakan Moneter dalam ekonomi Islam
6.        Menganalisis Manajemen Moneter dalam Islam.
























BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Kebijakan Moneter Islam
Sistem moneter sepanjang zaman telah mengalami banyak perkembangan. Sistem keuangan inilah yang paling banyak dilakukan studi empiris maupun historis bila dibandingkan dengan disiplin ilmu ekonomi yang lain. Sistem keuangan pada zaman Rasulullah digunakan bemetalik strandard yaitu emas dan perak (dirham dan dinar) karena keduanya merupakan alat pembayaran yang sah dan beredar di masyarakat. Nilar tukar emas dan perak pada zaman Rasulullah ini relative stabil dengan nilai kurs dinar-dirham 1;10. Namun demikian, stabilitas nilai kurs pernah mengalami gangguan karena adanya disequilibrium antara supply dan demand. Misalkan, pada masa pemerintahan ummayah (41/662,132/750) rasio kurs antara dinar-dirham 1:12, sedang masa abbasiyah (132/750-656/1258) berada pada kisaran 1:15.1
Disamping nilai tukar pada dua pemerintah ini. Pada masa yang lain nilai tukar dinar dan dirham mengalami berbagai fluktuasi dengan nilai paling rendah pada level 1:35 sampai dengan 1:50. [1]Instabilitas dalam nilai tukar uang ini akan mengakibatkan terjadinya bad coins to drive good coins out of circulation2 atau uang kualitas buruk akan mengagantikan uang kualitas baik, dalam literatur konvensional peristiwa ini disebut sebagai  hukum Gresham seperti terjadi pada masa pemerintahan Bany Mamluk (1263/1328), dimana mata uang yang beredar Terbuat dari fulus (tembaga) mendesak keberadaan uang logam emas dan perak peristiwa ini terjadi bila uang dari jenis dinar (emas) dan dirham (perak) menghilang dari perbedaan karena adanya perbedaan nilai kurs dengan daerah lain. Sebagai contoh bila kurs di wilayah permerintah Mamluk adalah 1:20 ( yaitu satu emas sebanding dengan 20 fulus )sedangkan daerah lain adalah 1:25 maka emas yang berada di wilayah Mamluk akan dibawa kedaerah lain yang akan ditukarkan dengan 25 fulus, tentu saja perbedaan nila ini akan mengakibatkan emas diperedaran akan menghilang. Oleh Ibn Taimiyah dikatakan bahwa uang dengan kualitas rendah akan menendang keluar uang kualitas baik.
Perkembangan emas sebagai standar dari uang beredar mengalami tiga kali evolusi yaitu:
a.    The gold coin standard: dimana logam emas mulia sebagai uang yang aktif dalam peredaran;
b.    The gold bullion standard: dimana logam emas bukanlah alat tukar yang beredar namun otoritas moneter menjadikan logam emas sebagai parameter dalam menentukan nilai tukar uang yang beredar;
c.    The gold exchange standard (Bretton woods system): dimana otoritas moneter menentukan nilai tukar domestic currency dengan foregin currency  yang mampu dibackup secara penuh oleh cadangan emas yang dimiliki. Dengan perkembangan sistem keuangan yang demikian pesat yang memunculkan uang fiducier (kredit money) yaitu keberadaan uangnya tidak diback-up oleh emas dan perak.

Ø  Kebijakan Moneter dalam Islam
Seperti yang telah disebutkan dalam bab pendahuluan diatas bahwa Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian.Sasaran yang ingin dicapai adalah memelihara kestabilan nilai uang baik terhadap factor internal maupun eksternal. Stabilitas nilai uang mencerminkan stabilitas harga yang pada akhirnya akan mempengaruhi realisasi pencapaian tujuan pembangunan suatu Negara, seperti pemenuhan kebutuhan dasar, pemerataan distribusi,perluasan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi riil yang optimum dan stabilitas ekonomi.
Secara prinsip, tujuan kebijakan moneter islam tidak berbeda dengan tujuan kebijakan moneter konvensional yaitu menjaga stabilitas dari mata uang (baik secara internal maupun eksternal) sehingga pertumbuhan ekonomi yang merata yang diharapkan dapat tercapai. Stabilitas dalam nilai uang tidak terlepas dari tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam berhubungan dengan manusia. Hal ini disebutkan AL Qur’an dalam QS.Al.An’am:152
…………وَأَوْفُواْ الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ…….
 “……. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. …”
Mengenai stabilitas  nilai uang  juga ditegaskan oleh  M. Umar Chapra (Al Quran Menuju Sistem Moneter  yang Adil), kerangka kebijakan moneter dalam perekonomian Islam adalah  stok uang, sasarannya haruslah  menjamin bahwa pengembangan moneter yang tidak berlebihan melainkan cukup untuk sepenuhnya dapat mengeksploitasi kapasitas perekonomian untuk menawarkan barang dan jasa bagi kesejahteraan Sosial Umum.Pelaksanaan kebijakan moneter (operasi moneter) yang dilakukan otoritas moneter sebagai pemegang kendali money supply untuk mencapai tujuan kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan target yang akan dicapai dan dengan instrumen apa target tersebut akan dicapai.
Ø  Kebijakan Moneter
Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar. Untuk mengatasi krisis ekonomi yang hingga kini masih terus berlangsung, disamping harus menata sektor riil, yang tidak kalah penting adalah meluruskan kembali sejumlah kekeliruan pandangan di seputar masalah uang. Bila dicermati, krisis ekonomi yang melanda Indonesia, juga belahan dunia lain, sesungguhnya dipicu oleh dua sebab utama, yang semuanya terkait dengan masalah uang.
1)   Persoalan mata uang, dimana nilai mata uang suatu negara saat ini pasti terikat dengan mata uang negara lain (misalnya rupiah terhadap dolar AS), tidak pada dirinya sendiri sedemikian sehingga nilainya tidak pernah stabil karena bila nilai mata uang tertentu bergejolak, pasti akan mempengaruhi kestabilan mata uang tersebut.
2)   Kenyataan bahwa uang tidak lagi dijadikan sebagai alat tukar saja, tapi juga sebagai komoditi yang diperdagangkan (dalam bursa valuta asing) dan ditarik keuntungan (interest) alias bunga atau riba dari setiap transaksi peminjaman atau penyimpanan uang.


B.     Manajemen Moneter Islam
 Sebuah pertanyaan awal yang musti dijawab adalah apakah keberadaan fiduciary money dalam ekonimi islam diperbolekan? Adakah mekanisme yang memungkinkan untuk mencapai kestabilan nilah tukan fiduciary money dengan menghilangkan penggunaan suku bunga dan isntrumen lain yang dilarang dalam syariah?
Dalam Alquran manapun sunnah tidak di tentukan secara spesifik keharusan untuk menggunakan dinnar (emas) dan dirham (perak) sebagai standar nilai tukar uang (full-bodied monometalicstandard), khalifah ‘umar bin khatab (23/644), telah mencoba untuk memperkenalkan jenis uang dari kulit binatang. Oleh beberapa fuqaha terkemuka keberadaan uang fiducier ini juga dapat dukungan seperti ahmad ibn hambali (241/855), ibn hazm (456/1064) dan ibn taimiyah (505/ 1328) merujuk dari para pendapat fuqaha ini tidak diketemukan akan keharusan memakai emas dan perak sebagai alat pembayar, walaupun pada masa itu keberadaan full-bodied money merupakan sebuah kelaziman. Namun di samping membolehkan uang fiducier, Ibn taimiyah mengingatkan bahwa penggunaan uang ini akan mengakibatkan hilangnya uang dinnar dan emas dari p-eredaran karena adanya hukum Gresham Imam A l-ghazali (1058/1111) memperbolehkan penggunaan uang yang tidak dikaitkan dengan emas dan perak selama pemerintah mampu menjaga nilanya.
Hal ini membawa kepada dua pertanyaan yang saling berkaitan.Mengenai siapa yang berhak mengeluarkan uang fiducier dan bagaimana stabilitas nilai uang tersebut dapat dicapai dalam sistem keuangan tanpa bunga.Secara umum, para fuqaha telah menyepakati bahwa hanya otoritas yang berkuasa saja yang berhak untuk mengeluarkan uang, namun pemerintah wajib untuk menjamin terciptanya kesetabilaan nilai uang tersebut. Dalam hal ini, al-Ghazalimenyaratkan pemerintah untuk menyatakan uang fiducier yang dicetak sebagai alat pembayaran yang resmi, wajib menjaga nilai dengan mengatur jumlah uang beredar sesuai dengan kebutuhan dan memastikan tidak adanya perdagangan  uang. Penekanan Alquran mengenai uang adalah jaminan adanya keadilan dalam fungsinya sebagai alat tukar.Alat uku dan alat penyimpan daya beli (QS 6:152; 7:58; 11:58; 17:35 dan 26:181).
Keberadaan uang dalam sebuah perekonomian memberikan arti yang terpenting. Ketidakadilan dari alat ukur yang diakibatkan adanya instabilitas nilai tukar uang akan mengakibatkan perekonomian tidak berjalan pada titik keseimbangan. Hal ini akan mempersulit untuk merealisasikan keadilan dalam sosial ekonomi dan kesejahteraan sosial. Ibn khaldun mengatakan bahwa suatu negri tidak akan mungkin melakukan pembangunan secara keseimbangan tanpa adanya keadilan dalam sistem yang dianutnya.3 Stabilitas harga berartiterjaminnya keadilan uang dalam fungsinya sehingga perekonomian akan relatif dalam kondisi yang memungkinkan teraloksainya sumber daya secara merata. Terdistribusinya pendapatan, optimum growth, full employment dan stabilitas perekonomian.
Pada dasarnya, kebutuhan manusia dapat dibedakan mennjadi dua jenis.Yaitu pertlu serta mendesak dan tidak perlu serta kurang bermanfaat.Komponen pertama dapat dimasukan sebagai permintaan uang untuk konsumsi pemenuh kebutuhan dan investasi produktif.Sedangkan jenis kedua meliputi konsumsi yang berlebihan (conspicious consumption), investasi yang tidak produktif dan spekulasi. [2]Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Enzier Conrad dan Jhonson4 dann telah ditemukan bukti yang pemperkuat untuk sampai pada kesimpulan bahwa di Amerika Serikat “ saham modal yang ada pada saat ini telah mis-alokasi sangat serius di antara sektor (ekonomi dan jenis-jenis modal) dana yang mis-alokasi mungkin sangat serius tersebar dalam berbagai sektor perekonomian dan jenis modal’’.
Dengan kata lain dapat dikemukakan bahwa upaya regulasi untuk mengendalikan permintaan uang dengan suku bunga sebagai instrument moneter malah akan mengakibatkan penyalagunaan sumber dana untuk tujuan yang tidak produktif reguloasi yang di cirikan dengan memainkan peranan suku bunga dalam sektor makro telah membawa permintaan uang di tunjukan untuk memenuhi kebutuhan yang kurang perlu, investasi yang kurang produktif dan tingginya spekulasi. Oelh karena itulah para ekonomi islam lebih mengandalkan pada tinggi variable-variabel penting di dalam manajemen permintaan uang, variable-variabel tersebut adalah3
1)   Nilai-nilai moral.
2)   Lembaga-lembaga sosial ekonomi dan politik, termasuk mekanisme harga .
3)   Tingkat keuntungan riilsebagai pengganti keberadaan suku bunga.
  Ketiga variable ini akan saling mendukung dalam mengendalikan permintaan uang. Meskipun nilai-nilai moral kurang mampu secara langsung dalam menentukan seberapa besar jumlah uang yang di minta namun variable ini akan mengurangi sikap konsumsi yang boros dan tidak perlu, juga akan mengurangi tindakan pengguna uang yang bersifat spekulatif. Mekanisme harga juga akan membantu mengalokasikan sumber daya pada tujuan yang lebih efesiaen. Keberada suku bunga sebagai  instrumen intermediary dalam sistem keuangan akan menjadikan pada bidang yang kurang produktif atau spekulatif, disebabkan sistem bunga telah gagal. Sebagai mekanisme kontrol terhadap pengguna dana pinjaman. Degan adanya tingkat keuntungan sebagai pengganti dari keberadaan suku bunga mengharapkan akan lebih mampu untuk mengarahkan pada pola permintaan uang yang di tujukan untuk konsumsi yang tidak berlebihan dan invsetasi yang berorientasi keuntungan disektor riil. Berkorespondensinya ketiga variabel dalam satusistem ini akan menciptakan padapola permintaan uang yang relatif stabil.
   
Ø  Manajemen Moneter Islam
Dasar pemikiran dari manajemen moneter dalam hidup konsep islam adalah Ciptanya stabilitas oermintaan uang dan mengarahkan permintaan uang tersebut kepada tujuan yang penting dan produktif. Sehingga, setiap instrument yang akan mengarahkan kepada isntabilitas dan pengalokasian sumber dana yang tidak produktif akan di tinggalkan.
Dalam teori Keynes telah di kenal bahwa adanya permintaan spekulatif akan uang pada dasarnya di pengahrui oleh keberadaan suku Bunga ( the theory of liquidity preference ). Pergerakan suku Bunga merupakan refleksi pergerakan permintaan uang rendah tingkat bunga yang berlaku di pasar, Begitu juga sebaliknya. Apabila permintaan uang spekulatif menurun, maka suku bungan akan meningkat.
Penghapusan suku bungan dan adanya kewajiban pembayaran pajak atas biaya produktif yang menganggur, menghilangkan insentif orang untuk memegang uang idle sehingga mendorong orang untuk melakukan:
·      Qard ( meminjamkan harta kepada orang lain )
·      Penjualan muajjal
·      Mudarabah
Para pemilik dana akan menginvestasikan dananya pada kegiatan yang memberikan keuntungan.
Terbesar ( actual return ), jadi semakin tinggi permintaan uang untuk investasi di sekor riil atau kebutuhan akan persediaan dana untuk investasi semakin besar makan, tingkat keuntungan harapan yang akan di berikan akan relatiif menurun karena kebesaran tingkat actual return ini akan berfluktuatif seperti halnya suku bunga makan akan menjadikan permintaan uang akan lebih stabil.
Ketika terjadinya kenaikan harga-harga. Makan akan mengakibatkan saldo riil yang dipegang oleh masyarakat akan berkurang dari M/P ke M’P. sehingga terjadi pergeseran titik keseimbangan yang baru terjadi dari pergeseran sepanjang kurva Md, pergeseran kurva ini akan mengakibatkan tingkat suku bunga akan meningakat dari r1 menuju r2. Kareba dalam perekonomian kapitalis permintaan uang untuk spekulatif cenderung berfluktuatif, maka akan berdampak tingginya volatilitas suku bunga. Tingginya fluktuasi suku bunga akan menyebabkan ketidakpastian dalam berinvestasi sehingga insvestor akan berusaha untuk mengurangi risiko investasinya dengan cara mengalihkan invesatsi jangka panjang invsetasi jangka pendek. Dominasi investasi dalam jangka pendek ini akan mengakibatkan lemahnya fundamental perekonomian kita.
Penggunaan bunga sebagai opportunitycost tidak memberikan jaminan terhadap pengguna dana yang tersedia. Dalam kata lain. Tidak ada mekanisme kontrol dari suku Bunga dalam mengalokasikan untuk apa dana pinjaman tersebut digunakan. Di satu sisi, bunga merupakan biaya modal (costofcapital) yang sudah pasti harus dibayar dimasa yang akan datang, realita ini menjadikan para peminjam dana berusaha untuk mendapatkan nilai tambah dana tersebut guna menutupi biaya bunga. Jika tidak ada mekanisme kontrol disertai dengan rentanya fluktuasi suku bunga. Maka memungkinkan dana akan dialokasikan untuk usaha-usaha yang tidak bersinggungan di sektor rill, karena dasar pengambilan keputusan merekan buakanlah nilai tambahan di sektor rill, akan tetapi nilai tambahan untuk uang, yang bias di dapatkan dari dunia maya dan bukanya sektor riil, yang pada giliranya invsetasi itu tidak akan menjamin adanya tambahan produktivitas dan sumber lapangan kerja baru.
Dalam strategi manajemen moneter islam, ketika ada penurunan actual return dari investasi disektor riil (kondisi ekonomi sedang lesu), maka hal ini akan di renspon oleh para pemegang dana untuk mengurangin investasinya dan cenderung lebih senang memegang uang kas rill (permintaan terhadap uang kas rill meningkat). Dalam gambar kita lihat permintaan uang kas rill meningkat dari Md0 menjadi Md1. Kebijakan yang akan di tempuh oleh opemerintah meningkatkan atas asset atau dana yang di anggurkan. Kebijakan ini akan memposisikan pemilik dana menanggung sejumlah biaya sejumlah dari pengangguran uang. Akibatnya mereka akan menginvestasikan uangnya dan menurunkan permintaan uang kas rill kembali kepada Md0. Yaitu akan terjaddi perpotongan Md0 dengan Ms strategi dasar dalam manajemen moneter menurut mazhab kedua adalah:
a.    Tidak adanya suku biaya sebagai biaya capital (cost of capital) dan dikenakan pajak bagi asset prodiktif yang menganggur (dues on idle fund) akan mendorong pemilik modal untuk menginvestasikan sejumlah kekayaannya pada sektor rill yang produktif.19
b.    Adanya mekanisme bagi hasil dalam transaksi syirkah akan memberikan kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk secara bersama- sama ikut serta dalam roda perekonomian, yang pada akhirnya terjadi peemerataan kesempatan kerja dapat tercapai. Pemerataan akan terealisasikan ketika kesempatan usaha dapat dimiliki oleh semua orang.20
c.    Terciptanya kepastian berusaha yang didukung dengan tidak adanya suku bunga yang di tentukan di muka dalam transaksi pinjam- meminjam. Sedangkan satu- satunya perhitungan biaya dana pinjaman yang di tentukan di muka adalah perhitungan risiko bagi hasil (profit sharing ratio), sedangkan besarnya bagi keuntungan yang harus ditanggung oleh oinjaman dana adalah besarnya nisbah bagi hasil dikalikan dengan keuntukan aktual yang didapat. Kondisi ini dapat memungkinkan terciptanya kepastian berusahan bagi peminjam dana karena mereka akan membayar tambahan abagi hasil sesuai dengan keuntungan yang diperoleh dari usahanya. Karena besarnya profit sharing tidak berfluktuatif seperti halnya suku bunga naka dunia usaha akan relatif lebih stabil.21.[3]
Ø  Manajemen Moneter Islam
Sesuai dengan ajaran Islam, manajemen moneter yang efisien dan adil tidak berdasarkan pada mekanisme bunga, melainkan dengan menggunakan instrumen utama yaitu:
1)        Value Judgement yang dapat menciptakan suasana yang memungkinkan alokasi dan distribusi sumber yang sesuai dengan ajaran Islam. Pada dasarnya sumber daya merupakan amanah dari Allah yang pemanfaatannya dilakukan secara efisien dan efektif. Berdasarkan nilai-nilai Islam, permintaan uang harus dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dasar dan investasi yang produktif bukan untuk konsumsi yang berlebihan, pengeluaran-pengeluaran non produktif dan spekulatif.
2)        Kelembagaan yang berkaitan dengan kegiatan social ekonomi dan politik yang salah satunya dapat menciptakan mekanisme harga yang dapat meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan sumber.
3)        Mekanisme lembaga perantara keuangan yang beroperasi berdasarkan system bagi hasil (profit dan loss sharing). Dalam system ini permintaan uang akan dialokasikan dengan syarat hanya untuk proyek-proyek yang bermanfaat dan hanya kepada debitur yang mampu mengelola proyek secara efisien. Dengan persyaratan tersebut diharapkan dapat meminimalisasikan permintaan uang untuk pemanfaatan tidak berguna, non produktif dan spekulatif. Selain itu dapat menciptakan masyarakat yang memiliki jiwa kewirausahaan sekalipun dari golongan miskin. Karena wirausahawan dapat menghasilkan output, perluasan kesempatan kerja dan pemenuhan kebutuhan dasar.
Untuk menciptakan keseimbangan antara money demand dan money supply banyak pendekatan praktis yang dapat digunakan untuk memperkirakan permintaan uang yang konsisten dengan realisasi pencapaian tujuan sosio ekonomi dengan kerangka stabilitas harga dan kemudian memantapkan rentangan target pertumbuhan penawaran uang yang akan membantu tercapainya kecukupan permintaan ini secara memungkinkan. Pentargetan moneter sebanding dengan perputaran uang yang dapat diprediksikan secara nalar pada periode yang tepat.
C.    Instrumen Moneter Islam

1)   Mazhab Pertama (Iqtishaduna)
Pada masa awal islam dapat dikatakan bahwa tidak diperlukan suatu kebijaka moneter dikarenakan. Hampir tidak adanya sistem perbankan dan minimnya penggunaan uang, jadi tidak ada alas an yang memadai untuk melakukan perubahan- perubahan untuk penaawaran uang (M5) melalui kebijakan diskresioner. Selain itu, kredit tidak ada peranan dalam penciptaan uang (M3) melalui kebijakan diskresioner.Selain itu. Kredit tidak memiliki peranan dalam penciptaan uang, karena kredit hanya digunakan di antara para pedagang saja serta peraturan pemerintah tentang surat peminjama (promissory note) dan instrumen negoisasi  (negptiable instruments) dirancang sedimikian rupa sehingga tidak memungkinkan sistem kredit tersebut menciptakan uang.
Promissory noteb atauBill of Exchangedapat diterbitkan untuk membeli barang dan jas untuk mendapatkan sejumlah dana segar, namu surat tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk tujuan kredit. Kreditor dapat menjual surat tersebut akan tetapi dibitur tidak dapat menjual uang ataupun komoditi sebelum ia menerima surat tersebut. Karna itulah tidak ada pasar untuk jual-beli negotiable instrument, spekulasi dan penggunaan pasar uang menjadi tidak ada.Jadi sistem kredit tidak menciptakan uang.
Aturan-aturan tersebut memengaruhi keseimbangan antara pasar barang dan pasar uang berdasarkan transaksi tunai. Dalam nasi’a atau aturan transaksi islam lainya, pada saat komoditi di beli saaat ini  sedangkan pembayaran dilakukan kemudian uang yang dibayarkan atau diterima untuk mendapatkan komoditas atau jasa. Dengan kata lain. Uang dipertukarkan dengan sesuatu yang benar-benar memberikan nialai tambahan bagi perekonomian.Transaksi lainya seperti judi, riba. Jual-beli superficial promissory note di larang dalam islam sehingga keseimbangan dalam antara arus uang dan baran/jasa dapat dipertahankan. Jika di perhatikan secara seksama. Maka tampak bahwa perputaran uang dalam priode tertentu sama dengan nilai barang dan jasa yang rentang waktu yang sama.
Isntrumen lainya yang digunakan pada saat ini untuk mengatur peredara uang serta mengatur tingkat suku bunga jangka pendek yaitu OMO (melalui jual-beli surat berharga pemerintah) jelas belum ada pada masa awal perkembangan islam. Selain itu, jelas tindakan menaikkan dan menurunkan tingkat suku Bunga tersebut bententangan dengan ajaran islam karena adanya barang yang berkenaan dengan riba dalam islam itu sendiri
Sistem yang diterapkan oleh pemerintah yang berhubungan dengan konsumsi, tabungan, dan investasi, serta perdagangan telah menciptakan instrumen otomatis untuk pelaksanaan kebijakan moneter.Pada satu sisi sistem ini menjamin keseimbangan uang dan barang/jasa dan sisi lainnya mencegah penggunaan tabungan untuk tujuan selain menciptakan kesejahteraan yang lebih nyata di masyarakat.Tambahan pula, adanya imbalan pahala dari Allah Swt. Sehinggamemperluas pandangan kaum muslimin untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan perekonomian. Hal tersebut lebih memotivasi kaum Muslimin untuk berpartisipasi dalam kegiatan investasi an menyalurkan kekayaan yang dimiliki untuk hal-hal yang tidak mendapatkan hak yang terlalu istimewa melalui qart hasan, infaq, dan wakaf.
2)        Mazhab Kedua (Mainstream)
Tujuan Kebijakan yang berlaukan oleh pemerintah adalah maksimisasi sumber daya (resuoces) yang agar dapat dialokasikan pada kegiatan perekonomian yang produktif. Didalam Alquran sudah jelas bahwa kita dilarang untuk melakukan penumpukan uang (money hoarding)yang pada akhirnya akan menjadikan uang tersebut tidak memberikan manfaat terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Kekayaan yang iddel tersebutakan emnjadikan sumber dana yang pada awalnya bersifat produktif menjadi tidak produktif oleh sebab itu, mazhab kedua ini merancang sebuah instrumen kebijakan yang ditujukan untuk memengaruhi besar kecilnya permintaan uang (M0) agar dapat dialokasikan pada peningkatan produktivitas perekonomian secara keseluruhan.
Telah di jelaskan ada bagian-bagian sebelumnya bahwa permintaan dalam islam dikelompokan dalam dua motif. Yaitu motif transaksi ( transaction motive) dan motif berjaga-jaga (precautionary motive) semakin banyak uang yang idle. Maka berarti permintaan uang untuk berjaga-jaga (M0pres) semakin besar, sedangkan semakin tinggi pajak yang dikenakan terhadap uang yang idle disbanding terbalik dengan permintaan uang untuk berjaga-jaga dues of idle fundadalah instrumen kebijakan yang dikenakan pada suatu aset produktif yang idle.
Apabila permintaan uang yang ditujukan untuk berjaga-jaga meningkat (M0pres)  maka usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengembalikan permintaan uang (M0) pada titik keseimbangan (equilibrium) adalah dengan cara meningkatkan dues off idle fundyang dikenakan terhadap uang yang idleakan menyebabkan masyarakat enggan untuk tetap menyimpan uang idle akan secara sukarela mengalokasikan kekayaanya pada investasi yang sifatnya produktif.
Instrumen dues of ilde fund juga dapat memengaruhi permintaan agregatif (AD). Kebijakan yang ditentukan untuk menentukan agregatif (AD) atau untuk mendorong laju pertumbuhan pendapatan nasional dapat dilakukan dengan cara meningkatkan dues of idle fund.
Peningkatan dues of idle fung akan mengalihkan permintaan uang yang sedianya ditunjuk unutk pertumbuhan uang/aset yang profduktif kepada tujuan penggunaan uang yang akan meningkatkan produktivitas uang tersebut di sektor riil. Sehingga investasi akan meningkat. Peningkatan investasi tentu saja akan berdampak pada peningkatan permintaan agregatif (AD). Sehingga keseimbangan umum yang baru akan berada pada tingkat pendapatan nasional yang lebih tinggi.
3)      Mazhab Ketiga (Alternatif)
Mazhab ketiga ini sangat banyak dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran ilmiah dari Dr M.A. Choundhury.Sistem yang kebijakanya moneter yang dianjurkan oelh mazhab iniadalah syurratiq processyaitu dimana suatu kebijakan yang diambil oleh otoritas moneter adalah berdasarkan musyawarah sebelumnya dengan otoritas sektor riil.Jadi keputusan-keputusan kebijakan moneter yang kemudian dituangkan dalam bentuk instrumen moneter biasanya adalah harmonisasi dengan kebijakan-kebijakan di sektor riil.
Menurut pemikiran yang ada pada mazhab ini, kebijakan moneter itu adalah repeated games in game theory dimana bentuk kurva penawaran dan permintaan uang adalah seperti tambang yang melilit dan ber-slop positif sebagai akibat dari know ledge induced process dan information sharing yang amat baik. Untuk lebih jelasnya marilah kita telaah ilustrasi grafik gambar berikut.
Bagaimanakah bias begitu?Jika kita ingat kembali mazhab dibawah ini mengatakan bahwa keseimbangan yang etrjadi sektor moneter adalah derivasi dari keseimbangan yang terjadi di sektor rill.Ditambah pula bahwa kebijakan sektor moneter adalah harmonisasi dengan kebijakan di sektor riil.Lebih jelasnya.Marilah kita perhatikan ilustrasi garfik sebagi berikut
Jadi, pergeseran dan pergerakan permintaan agregatif (AD) dan penawaran agregatif (AS) akan menghasilkan pergeseran dan pergerakan Permintaan Uang (M0) yang kemudian akan ditindaklanjuti dengan kebijakan moneter yang diimplementasikan dengan instrumen-instrumen moneter sehingga terjadi pergeseran dan pergerakan Penawaran Uang (M0). Hal ini jika melihat pada teori ekonomi konvensionalnya adalah apa yang dinamakan dengan dynamic equilibrium.
Contoh dari proses diatas adalah jika terjadi peningkatan Permintaan Agregatif (pada ilustrasi dari AD1 ke AD2) sebagai peningkatan-peningkatan pada tingkat konsumsi, atau net-export , atau tingkat invsetasi atau tingkat pembelanjaan pemerintah, maka akan terjadi kenaikan perminataan uang (pada gambar dari M01 ke M 02) Dipasar uang. Respon dari Bank Sentral sebagai otoritas moneter,yang sesuai dengan mazhab ini dimana otoritas moneter hanya mengeluarkan kebijakan yang harmonis dengan kebijakan dengan kondisi dektor riil. Adalah dengan meningkatkan penawaran uang ( pada ilustrasi dari M01 ke M 02) jika kemudian terjadi lagi peningkatan permintaan uang(M0), maka otoritas moneter akan merespon dengan hal yang sama yaitu meningkatkan lagi penawaran uang (M0).
Harmonisasi antara sektor riil dan sektor moneter yang kemudian menurut Dr M.A. Choundhuryakan menghasilkan suatu kurva jangka panjang dari M0 dan M0 Yang Berbetuk Seperti Jalinan Tambang yang harmonis dengan pertumbuhan pendapatan nasional.

Ø  Instrument Kebijakan Moneter dalam Islam
Instrument yang di perlukan dalam kebijakan moneter Islam diharapkan tidak hanya akan membantu mengatur penawaran uang seirama terhadap permintaan rill terhadap uang, tetapi juga memenuhi kebutuhan untuk membiyayai deficit pemerintah yang benar-benar rill dan mencapai sasaran sosioekonomi masyarakat Islam lainnya. Terdapat sejumlah elemen untuk mengatur hal ini. Diantaranya (chapra, 2000):
1)             Target pertumbuhan dalam M dan MO.
2)             Saham public terhadap deposito unjuk (uang giral).
3)             Cadangan wajib resmi.
4)             Pembatas kredit.
5)             Alokasi kredit (pembiyayaan ) yang berorientasi kepada nilai.
Ø  Instrumen Kebijakan Moneter Islam
            Menurut Chapra mekanisme kebijakan moneter yang sesuai dengan syariah islam harus mencakup enam elemen yaitu:
1.      Target Pertumbuhan M dan Mo.
2.      Public Share of Demand Deposit (Uang giral).
3.      Statutory Reserve Requirement.
4.      Credit Ceilings (Pembatasan Kredit).
5.      Alokasi Kredit Berdasarkan Nilai.
6.      Teknik Lain.
Instrumen Kebijakan Moneter Islam
            Alternatif instrumen kebijakan moneter yang dapat dipakai bank sentral antara lain:
Ø  Government Deposits
Ø  Mengatur nilai tukar mata uang asing bersama-sama
Ø  Common Pool
Ø  Equity-Base Instruments.
Ø  Change In The Profit and Loss Sharing Ratio
Ø  Refinance Ratio (Rasio pembiayaan kembali)
Ø  Lending ratio.
Instrumen Kebijakan Moneter Islam
Ø  Instrumen Moneter Beberapa Bank Sentral
Ø  Prinsip Wadiah. Digunakan di Indonesia berupa Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dan Malaysia berupa Wadiah Interbank Acceptance (WIA0.
Ø  Prinsip Musharakah. Negara yang menggunakan mekanisme ini adalah sudah yang dikenal sebagai Government Musharakah Certificate (GMC) dan Central Bank Musharakah Certificate (CIVIC).
Ø  Prinsip Mudharabah. Negara yang menggunakan Republik Iran dikenal dengan National Perticipation Paper (NPP), Bank Negara Malaysia Mudharabah Money Market Operations
Ø  Prinsip Ijarah. Instrumen pengendalian moneter yang digunakan antara lain Sukuk Al Ijarah. Negara-negara yang sudah menerbitkan sukuk dan menggunakannya sebagai instrumen pengendalian moneter antara lain adalah Malaysia, Bahrain dan Indonesia. Surat berharga yang berbasis sukuk Al Ijarah di Malaysia (Bank Negara Negotiable Notes).


D.    Konsep Permintaan Uang dan Permintaan Uang Menurut Mazhab

Ø  Mazhab Iqtishaduna
1.    Konsep Uang Beredar menurut mazhab Iqtishaduna
Pendukung mazhab iqtishaduna ini antara lain Dr. kadim Sadr, Dr. Baqir Al- Hasani dan Dr. Abbas Mirakhor. Pandangan utama dari mazhab ini adalah jumlah uang beredar merupakan elastis sempurna, dimana pemerintah sebagai pemegang otoritas moneter tidak mampu untuk mempengaruhi jumlah uanh yang beredar. Pendapat ini didasarkan pada asumsi yang mereflesikan gambaran ekonomi pada masa Rasululloh Saw. Pada masa Nabi Muhammad mata uang yang beredar adalah dinar (terbuat dari emas) dan dirham (terbuat dari perak) yang diimpor dari Roma dan persia. Dinar dari roma dan dirham dari persia, nilai tukar saat itu yang berlaku adalah satu dinar sebanding dengan sepuluh dirham. Banyak rendahnya permintaan akan dinar atau dirham tergantung dari perdagangan barang dengan luar negeri. Jika permintaan akan uang naik, maka dinar akan diimpor dengan cara pasar melakukan ekspor barang ke Roma (untuk mendapatkan dinar) atau ke persia (untuk mendapatkan dirham). Namun jika permintaan uang turun impor barang dari luar negerilah yang akan dilakukan. Pada masa ini tidak dikenal dan memang dilarang pengenaanbea masuk pada barang impor maupun uangimpor, sehingga permintaan uang internal akan selalu dapt tercukupi. Di samping itu, karena nilai emas dan perak pada kepingan dinar dan dirham sama dengan nilai nominal (face value) maka uangnya memungkinkan adanya peleburan kepingan uang menjadi barang-barang hiasan yang secara otomatisakan menarikuang beredar dari pasar.[4]
Dengan realitas perdagangan yang bebas dari bea cukai, relatif kecilnya luas wilayah dan perdagangan yang relatif baik serta adanya kesamaan antara nilai intrinsik dan nilai nominalnya mengakibatkan pemerintah tidak mampu untuk mengendalikan junlah uang beredar. Elastisitas penawaran ini juga didukung dengan tidak adanya bank sentral yang melakukan pencetakan mata uang sendiri pada masa Rasululloh. Pencetakan uang baru dilakukan pada kekhalifahaan Ali, namun karena pemerintahan beliau relatif singkat, yaitu hanya empat tahun dan adanya instabilitas politijk pada masa itu menyebabkan peredaran uang yang dicetak belum maksimal beredar secara luas. Secara grafik, keberadaan dab sifat uang beredar dapat kita lihat pada grafik di bawah ini.
Seperti yang terlihat pada grafik dibawh ini bahwa fungsi penawaran uang berbentuk elastis sempurna (perfect elastis). Banyak sedikit Ms yang beredar tidak akan berdampak dan berpengaruh terhadap rasio harga tangguh terhadap harga tunai (Pt/Po), karena dengan perdagangan yang bebas dan tidak adanya bea cukai dari perdagangan tersebut menyebabkan pengontrolan keluar masuk uang akan selalu diseimbangkan nilainya dengan nilai ekonomi barang yang diperdagangkan. Perfect elastisitas Ms ini juga didukung oleh kesamaan dari value uang dengan nilai intrinsiknya serta tidak adanya suatu institusi tertentu yang melakukan pencetakan uang dan mengontrolnya.
Kebijakan pendukung yang diberlakukan pada masa rasululloh bertujuan untuk menciptakan pasar persaingan sempurna. Salah satu penyebab gagalnya pasar persaingan sempurna adalah adanya mis-informasi di kalangan pelaku ekonomi, dan terhambatnya kesempatan untuk melakukan perdagangan yang lebih luas. Sehingga hijaz (penimbunan uang/ barang) yang akan menyebabkan hilangnya barang atau uang dari pasar dilarang. Praktik hijaz (penimbunan) akan membawa dampak pada kelangkaan barang dan akhirnya akan meningkatkan harga-harga, tentu saja peristiwa peningkatan harga-harga akan mematikan beberapa pengusaha/pedagang dan pada akhirnya mereka akan keluar dari pasar. Sealnjutnya, pasar akan berubah dari persaingan sempurna menjadi pasar oligopoly dan monopoli. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah ketika terjadi hijaz adalah mengenakan sejumlah pajak terhadap barang atau uang tersebut. Sedangkan kebijakan harga dari adanya praktik tersebut adalah pemerintah melakukan penentuan harga pasar atau price intervention kebijakan ini akan memaksa para penimbun barang mengeluarkan kembali barangnya ke pasar.
Kebijakan kedua yang ditunjukkan untuk menciptakan pasar persaingan sempurna adalah larangan tallaqir rukban (membeli barang dari pedagang yang belum memasuki pasar). Sebelum islam masuk, sering kali para pedagang Quraisy mencegat para kafilah yang akan berdagang di Makkah dan membeli harga mereka dengan harga yang lebih rendah dari harga pasar. Pedagang Quraisy memanfaatkan ketidaktahuan para kafilah tersebut terhadap harga pasar.
2.    Permintaan Uang Menurut Mazhab Iqtishaduna
Permintaan uang hanya ditujukan untuk dua tujuan pokok, yaitu transaksi dan berjaga-jaga atau untuk investasi. Secara matematik formula permintaan uang dapat dituliskan sebagai berikut:
                                          Md = Mdtrans + Mdprec
Permintaan uang untuk transaksi merupakan fungsi dari tingkat pendapatan yang dimiliki oleh seseorang. Di mana semakin tinggi tngkat pendapatan seseorang maka permintaan uang untuk memfasilitasi transaksi barang dan jasa juga akan meningkat.
Fungsi permintaan uang untuk motif berjaga-jaga (meliputi juga permintaan uang untuk investasi dan tabungan) ditentukan oleh besar kecilnya harga barang tangguh untuk pembelian barang tidak tunai.
Zaid bin Ali Zainal Abidin Ibn Husein Ibn Ali Ibn Abi Thalib membolehkan pembayaran dengan harga yang lebih tinggi dari harga tunai dalam perniagaan komoditi secara kredit. Pt sebagai besarnya harga yang akan dibayar kredit adalah lebih besar dari harga tunai Po. Pt/Po adalah rasio harga antara future price dengan present price atau harga bayar tangguh. Apabila harga bayar tangguh meningkat maka akan mengurangi permintaan uang kas riil, karena orang akan lebih senang memegang barang yang akan meningkat harganya pada masa datang daripada memegang dalam wujud uang kas. Pada masa rasululloh, permintaan uang hanya ada dua yaitu untuk transasksi dan berjaga-jaga. Md = Mdtr + Mdpr apabila Mdpr↓ maka Mdtr↑.
Meningkatnya permintaan uang untuk transaksi ini akan meningkatkan velositas daripada uang V↑. selanjutnya, dengan adanya kenaikan dari velositas uang ini akan mengakibatkan meningkatnya harga bayar tangguh Pt/Po. Secara sederhana dapat kita jelaskan sebagai berikutmengapa Pt/Po naik ketika velositas dari uang naik. Seorang penjual mangga setiap bulan mampu menjual sebanyak 10 buah, sedangkan keuntungan setiap kali adalah 10 dirham, maka dalam satu bulan keuntungan dari penjualan mangga adalah 100 dirham. Apabila penjual tersebut ingin menjual mangganya dan dibayar pada bulan depan maka dia akan mengenakan biaya  sebesar 10 kali dari keuntungan setiap kali penjualan. Sehingga dapat dikatakanbahwa harga bayar tangguh dari penjualan mangga ini adalah 10 kali atau sesuai dengan besarnya volasitas/ banyaknya transaksi yang biasanya terjadi.
Masing-masing fungsi permintaan uang dibawah untuk  transaksi dan berjaga-jaga dapat kita tuliskan sebagai berikut:
Mdtrans = F(Y)
     Mdprec = F (Y,PT/PO)
Dalam formula permintaan uang dibawah ini kita lihatbahwa variabel bebas pendapatan (Y) mempunyai koefisien yang positif dan harga bayar tangguh berkoefisien negatif:
Md = F (Y+,Pt/Po)
Ø  Mazhab Mainstream
1.       Konsep uang beredar menurut mazhab mainstream
Penawaran uang dalam islam sepenuhnya dikontrol oleh negara sebagai pemegang monopoli dari penerbitan uang yang sah . keberadaan baitul malsemasa Rasululloh merupakan prototype dari banyak sentral yang ada selama ini. Keberadaan bank sentral adalah untuk menerbitkan mata uang dan menjaga nilai tukarnya agardapatberada pada tingkat harga yang stabil. Negara melakukan sendiri konrol terhadap penerbitan uang dan kepemilikan atas semua bentuk uang baik, logam, kertas atau kredit.[5]
Oleh karena itu, penawaran uang diasumsikan secara penuh dipengaruhi oleh kebijakan central bank, sehingga secara grafik akan terlihat bahwa Ms bersifat perfect inelastis, yang berkaitan pada penawaran uang bebas dari pengaruh tinggi rendahnya kebijakan biaya atas aset yang menganggur. Jumlah uang beredar oleh otoritas moneter ditetapkan sesuai dengan proporsional tingkat pendapatan atau nilai transaksi.
Ms = F (µ)
Dan
Ms = β Y; β > 0
Dalam sebuah grafik bentuk kurva dari penawaran uang yang inelastis sempurna ini dapat kita gambarkan sebagai berikut:
Bentuk kurva Ms adalah tegak lurus dengan garis horizontal Ms artinya pergerakan Ms1 dari dan ke Ms 2 tidak dipengaruhi oleh pergerakan dari nilai µ melainkan oleh variabel eksogen dari luar sistem ini. Dalam hal ini adalah bank central sebagai pemegang otoritas moneter. Sedangkan pergerakan µ hanya akan berdampak pada pergerakan di sepanjang kiurva Ms.
Suatu kondisi yang penting bagi keseimbangan uang adalah permintaan uang sama dengan permintaan akan uang.[6]
             Ms = Md
Apabila ada kelebihan permintaan uang, maka instrumen yang digunakan untuk mengembalikan pada tingkat yang stabil adalah menaikkan biaya atas uang  yang menganggur. Secara matematis dapat kita tuliskan bagaimana keseimbangan terbentuk pada tingkat pendapatan Y dan biaya atas aset yang menganggur µ0.
            Mdo (Y0/µ0) Mso = Αy0
Karena ada kelebihan permintaan uang yang berarti banyak uang yang idle maka pemerintah menaikkan biaya atas aset yang menganggur menjadi µ1, sehingga persamaan matematisnya adalah:
Mdo(YO/µ1) = MSo = αYo
Kebijakan untuk menaikkan biaya atas aset yang menganggur ini akan berdampak pada kenaikan permintaan uang untuk transaksi investasi dan konsumsi, sehingga akan mengakibatkan kenaikan tingkat pendapatan. Selanjutnya tingkat pendapatan yang baru akan mendorong kurva permintaan naik bergeser kekanan, sehingga tingkat keseimbangan yang baru akan diperoleh sebagai berikut:
Md1 (Y1/µ1) = MS1 = Αy1
2.         Permintaan  uang menurut mazhab mainstream
Seperti halnya pada mazhab pertama di mana permintaan uang dalam islam hanya dikategorikan dalam dua hal yaitu permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga. Perbedaan baru terlihat diantara mazhab ini setelah kita membicarakan bagaimana perilaku permintaan uang untuk motif berjaga-jaga dalam islam dan variabel apa yang mempengaruhi motif berjaga-jaga ini.
Landasan filosofis dari teori dasar permintaan uang ini adalah islam mengarahkan sumber-sumber daya yang ada untuk dialokasikan secara maksimum dan efisien. Pelarangan hoarding money atau penimbunan kekayaan merupakan kejahatan penggunaan uang yang harus diperangi. Pengenaaan pajak terhadap aset produktif yang menganggur merupakan strategi utama yang digunakan oleh mazhab ini. Dues of idlecash atau pajak atas aset produktif yang menganggur bertujuan untuk mengalokasikan setiap sumber dana yang ada pada kegiatan usaha produktif.[7]
Pengenaan kebijakan ini akan berdampak pada pola permintaan uang untuk motif berjaga-jaga. Semakin tinggi pajak yang dikenakan terhadap aset produktif yang dianggurkan maka permintaan terhadap aset ini akan berkurang. Secara sederhana dapat dianalogikan sebagai berikut, ahmad yang memiliki kekayaan berupa tanah dan kemudian tanah tersebut hanya dianggurkan saja sehingga tidak ada nilai tambah dari kekayaannya, maka kebijakan yang dikenakan terhadap ahmad tanah tersebut memiliki nilai tambah adalah mendorong ahmad untuk bersedia mengelola kekayaanya pada kegiatan yang produktif. Instrumen yang digunakan adalah pajak terhadap pengangguran tanah tersebut. Sehingga ahmad akan terkena resiko pembayaran pajak apabila tanah miliknya tetap dianggurkan.
Secara matematis, permintaan uang untuk mazhab kedua ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Md = Mdtrans + Mdprec
Mdtrans = F (Y)
Mdprec,inv = F (Y,µ)
Tingkat dues of idle fund diwakili oleh nilai µ, semakin tinggi nilai µ, maka semakin kecil permintaan uang untuk motif berjaga-jaga karena pada tingkat µ yang tinggi biaya resiko yang harus dikeluarkan untuk membayar pajak terhadap uang kas tersebut menjadi naik. Dalam kondisi seperti ini seseorang akan berusaha memperkecil pajak yang dia bayarkan kepada pemerintah dengan cara mengurangi kekayaan yang idle. Begitu juga sebaliknya apabila nilai µ relatif rendah, maka memegang atau menyimpan uang kas relatif tidak memiliki risiko yang tinggi. Tinggi rendahnya tingkat risiko menyimpan uang kas yang dipengaruhi oleh besarnya dues of idle fund dikurangi dengan risiko investasi.
Dalam persamaan dibawah ini kita dapat tuliskan bahwa variabel pendapatan (Y) berbanding positif dengan banyaknya permintaan uang dan berbanding terbalik dengan nilai pajak yang dikenakan terhadap aset atau kekayaan yang dianggurkan.
Md = F (Y+, µ_)
Ø Mazhab Alternatif
1.      Konsep uang beredar menurut mazhab alternatif
Mazhab ketiga dalam menjelaskan manajemen moneter islam adalah mazhab alternatif, yang menyatakan bahwa keberadaan uang pada dasarnya terintegrasi dalam sistem sosial ekonomi yang berlaku. Sehingga value dan jumlah uang bukanlah variabel utuh yang berdidri sendiri. Terintegrasinya uang dalam sebuah sistem yang komplek menjadikan uang tidak independent atau bukanlah variabel yang exogenous. Konsep endogeounitas uang dalam islam ini berbeda dengan cara pandang terhadap uang dalam mazhab kedua.[8] Tidaklah seperti halnya mazhab kedua yang mengtakan bahwa bank sentral full control terhadap money supply, melainkan jumlah uang beredar lebih ditentukan oleh actual spending demand dalam kebutuhannya untuk transaksi di pasar barang dan jasa.
Asumsi yang digunakan dalam konsep ini adalah:
Pertama, telah terjadinya globalisasi perekonomian menyebabkan bank sentral tidak lagi mampu melakukan pengontrolan secara penuh terhadap jumlah uang yang beredar. Keberadaan fund manager adalah salah satu contoh bahwa pihak diluar bank sentral juga mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam mempengaruhi level stock uang yang ada dalam pasar. Fund managers tidak saja mempengaruhi permintaan akan rupiah melalui pembelian/penjualan rupiah. Namun lebih jauh dari itu, mereka juga dapat mempengaruhi penawaran rupiah bila mereka menghilangkan uang rupiah yang dibelinya.
 Kedua, perekonomian mengarah ke tahap islamisasi sistem keuangannya, sistem ummah sudah mulai diberlakukan dalam sistem perekonomian yang dianut. Sistem ummah yang dimaksud adalah tidak adanya suku bunga dan penggunaan expected rate of profit dalam sistem pembiayaan. Sistem ummah ini juga mengarahkan kepada maksimalisasi sumber dana kepada usaha-usaha yang bersifatproduktif.  
Secara mikroekonomi, penawaran uang adalah funsi dari price stock, yang berupa expected rate of profit dari akad musyarakah atau mudharabah. Semakin tinggi expected rate of profit yang berlaku, maka akan meningkatkan penawaran uang untuk diinvestasikan dalam sistem pembiayaan mudharabah ini. Karena pelaku dari transaksi ini adalah pasar. Dan expected rate of profit sendiri adalah kondisi dari potensi bisnis di sektor riil, maka bank sentral bukan satu-satunya pelaku ekonomi yang dapat memengaruhi penawaran uang untuk memenuhi kebutuhan transaksi disektor riil. Pelaku dari pelaku ekonomi-lah yang akan menentukan pada level berapa jumlah uang yang beredar akan ditawarkan.
2.      Permintaan uang menurut mazhab alternatif
Permintaan uang dalam mazhab ketiga ini, sangat erat kaitannya dengan konsep endogenous uang dalam islam. Teori endogenous dalam islam secara sederhana dapat kita artikan bahwa keberadaan uang pada hakikatnya adalah representasi dari volume transaksi yang ada disektor riil. Teori inilah yang kemudian menjabatani dan tidak menditonomikan antara pertumbuhan uang disektor moneter dan pertumbuhan nilai tambah uang disektor riil.
Islam menganggap bahwa perubahan nilai tambah ekonomi tidak dapat didasarkan semata-mata pada perubahan waktu. Nilai tambah uang terjadi jika dan hanya jika ada pemanfaatan secara ekonomis selama uang tersebut dipergunakan. Sehingga tidak selalu nilai uang harus bertambah walau waktu terus bertambah, akan tetapi nilai tambahnya akan tergantung dari hasil yang diusahakan dengan uang itu. Secara makroekonom, nilai tambah uang dan jumlahnya hanyalah representasi dari perubahan dan pertambahan di sektor riil. Konsep inilahyang kemudian menjadikan landasan sistem moneter islam selalu berpijak pada sektor makroekonomi.
Permintaan uang adalah representasi dari kseluruhan kebutuhan transaksi dalam sektor riil. Semakin tinggi kapasitas dan volume sektor riil meningkat, maka permintaan uang pun akan meningkat. Variabel-variabel yang mempengaruhi permintaan uang meliputi variabel-variabel sosio-ekonomi (X), kebijakan pemerintah dalam regulasi ekonomi (Y), dan informasi objektif masyarakat akan kondisi riil perekonomian. Tidak seperti halnya teori exogenous, uang dalam literatur konvensional dianggap bahwa permintaan uang dan penawaran uang dipengaruhi oleh suku bunga. Permintaan uang dan penawaran uang dalam mazhab ini dipengaruhi oleh besarnya profit sharing atau expectedrate of profit. Tinggi rendahnya expected rate of profit ini merupakan representasi dari prospek pertumbuhan aktual ekonomi.
Expectedrate of profit merupakan harapan keuntungan yang bisa didapatkan menginvestasikan uang disektor riil. Peningkatan investasi berarti penurunan permintaan uang kas yang disimpan. Apabila expected rate of profit yang akan didapatkan dari kegiatan investasi disektor riil meningkat, maka penawaran investasi juga akan meningkat. Tinggi penawaran investasi akan menyebabkan penurunan jumlah uang kasriil yang dipegang oleh masyarakat. Artinya peningkatan expectedrate of profit menjadikan orang berkeyakinan bahwa pemegangan uang kas yang berlebih mengandung kerugian akan h

ilangnya kesempatan untuk mendapatkan keuntungan bisnis. Akibatnya, seseorang akan menyesuaikan berapa besar permintaan uang kas riil yang dipegang terhadap besarnya expected rate of profit.

E.     Uang dalam Perspektif Islam
Dalam konsep ekonomi Islam uang adalah milik masyarakat (money is goods public). Barang siapa yang menimbun uang atau dibiarkan tidak produktif berarti mengurangi jumlah uang beredar yang dapat mengakibatkan tidak jalannya perekonomian. Jika seseorang sengaja menumpuk uangnya tidak dibelanjakan, sama artinya dengan menghalangi proses atau kelancaran jual beli. Implikasinya proses pertukaran dalam perekonomian terhambat. Disamping itu penumpukan uang/harta juga dapat mendorong manusia cenderung pada sifat-sifat tidak baik seperti tamak, rakus dan malas beramal (zakat, infak dan sadaqah). Sifat-sifat tidak baik ini juga mempunyai imbas yang tidak baik terhadap kelangsungan perekonomian. Oleh karenanya Islam melarang penumpukan / penimbunan harta, memonopoli kekayaan, “al kanzu” sebagaimana telah disebutkan dalam QS:At Taubah 34-35 berikut:

”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”

Disamping itu uang yang disimpan dan tidak dimanfatkan disektor produktif (idle asset) maka jumlahnya akan semakin berkurang karena adanya kewajiban zakat bagi umat Islam. Oleh karena itu uang harus berputar (Money as flow consept). Islam sangat menganjurkan bisnis/perdagangan, investasi disektor riil.. Uang yang berputar untuk produksi akan dapat menimbulkan kemakmuran dan kesehatan ekonomi masyarakat.Teori konvensional meyakini bahwa uang saat ini lebih bernilai dibanding uang di masa depan (Economic value of time vs time value of money). Teori ini berangkat dari pemahaman bahwa uang adalah sesuatu yang sangat berharga dan dapat berkembang dalam suatu waktu tertentu. Dengan memegang uang orang dihadapkan pada risiko berkurangnya nilai uang akibat inflasi. Sedangkan jika menyimpan uang dalam bentuk surat berharga, maka pemilik uang akan mendapatkan bunga yang diperkirakan diatas inflasi yang terjadi.
Teori time value of money tampak tidak akurat, karena setiap investasi selalu mempunyai kemungkinan mendapat hasil positif, negatif bahkan tidak mendapat
apa-apa. Dalam teori keuangan hal ini dikenal dengan istilah risk-return relation. Disamping itu kondisi ekonomi tidak selalu menghadapi masalah inflasi. Keberadaan deflasi yang seharusnya menjadi alasan munculnya negative time value of money diabaikan oleh teory ekonomi konvensional.
Ekonomi Islam memandang waktulah yang memiliki nilai ekonomis (penting). Pentingnya waktu disebutkan Allah dalam QS.Al Ashr :1-3

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”.

F.      Posisi  Bank Sentral dalam Islam
Dalam ekonomi konvensional, bank sentral berfungsi sebagai lembaga yang bertanggung jawab  mengatur kelancaraan proses intermediasi, penyaluran mata uang dan yang tidak kalah pentingnya, bank sntral merupakan “ lender of the last resort”. Bank sentral mulai berfungsi sebagai pengelola kebijakan moneter di mulai ketika uang kertas mulai menggantikan uang emas dan uang yang di keluarkan oleh bank sentral tidak lagi di dukung dengan cadangan emas.
Konsep bank sentral dengan segala tanggung jawab dan fungsinya ini, sesungguhnya tidak di kenal dalam sejarah perekonomian Islam. Bahkan muhamad anwar (dalam tamanni,2002) melihat keberadaan bank sentral sebagai sesuatu yang tidak Islami, alasannya pengeluaran vi’at money telah secara langsung menciptakan seignorage kepada pemerintah dan proses ini sekaligus mentransfer property rill dari masyarakat kepada pihak berkuasa jelas ini sangat bertentangan dengan apa yang di perintahkan oleh syariah, sebagaimana firman Allah SWT:
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.”
(QS, Al-Baqoroh ayat 188)
Tidak islaminya bank sentral ini terkait dengan kegiatan pengedaran uang yang di lakukannya di mana bank sentral sebagai tangan pemerinta, memperoleh pendapatan yang tidak adil dari uang yang beredar, atau seignorage. Seignorage adalah pendapatan yang di terima dari mencetak uang di mana nilai nominal uang yang di cetak jauh lebih besar dari pada nilai kertas dan biaya pencetakannya.
Fungsi bank sentral dan meninjaunya dengan perspektif sejarah perekonomian islam. Pertama fungsi mencetak uang atau currency . kedua, sebagai pengawas lembaga-lembaga keuangan yang ada dan juga mengelola sistem keuangan Negara agar senantiasa setabil dan terarah.
Dilihat dari kacamata pertama maka aspek pengawasan dan resulasi sector keuangan perbankan ini akan jatuh ke dalam kewenangan para muhtasib, atau pengawas pasar keuangan.Muhtasib dan lembaganya, hisbah mempunyai tugas yang relative sempit dan terbatas. Di antaranya menurut Essid (1995, halaman 188) dalam tamanni (2002) adalah mengawasi pasar, mengontrol timbangan dan sukatan, menjaga dari tindakan penipuan, mengaturharga, arbitrasi konflik antara penjual dan pembeli dan bahkan termasuk juga mengawasi jalan-jalan di perkotaan (urban roods).

G.    Implementasi dari Instrument Kebijakan Moneter Islam
Berikut ini adalah contoh aplikasi dari instrument kebijakan moneter islam di   beberapa Negara termasuk Indonesia :
a.         Sudan (BOS) atau Bank Sentral Sudan
Berikut ini adalah instrument-instrumen moneter yang di gunakan BOS dalam oprasionalnya :
Ø  Reserve Requirement, setiap bank harus menyadangkan pada simpanan BOS sedikitnya 20% (100% untuk simpanan mata uang asing) dari total dana simpanan masyarakat (dengan mengecualikan simpanan investasi) yang di refleksikan pada neraca akhir bulan bank tersebut.
Ø  Bank-bank konvensional harus mencapai dan memelihara rasio liquiditas sebesar 10% dari dana tabungan dalam bentuk mata uang lokal.
Ø  Pelafon kredit untuk sector-sektor prioritas tertentu seperti:
·      Pertanian
·      Ekspor
·      Perindustrian
·      Pertambangan dan energy
·      Transportasi dan pergudangan
·      Professional, pengrajin, dan bisnis keluarga ukuran kecil
·      Perumahan rakyat
·      Investasi pada pasar saham resmi khartoun
Di mana minimum 90% dari dana kredit bank harus di alokasikan pada sector non-prioritas, termasuk perdagangan demostik dan jasa yang tidak berhubungan dengan sector prioritas.
Ø  Foreign exchange operation sebagai alat BOS untuk menjaga stabilitas nilai tukar uang (bukan untuk fungsi control likuiditas).
Ø  OMO dengan menggunakan instrument
Ø  Central Bank Mushraka Certificate (CMC) dimana fungsi sekuiritas bank sentral konvensional sebagai pengendali likuiditas uang terpenuhi dengan keberadaan sekuritas yang berdasarkan sistem bagi hasil. CMC mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a)      Tidak mempunyai tinggal jatuh tempo.
b)      Berbasiskan akuitas (equity-based) dalam jumlah tertentu dari investasi BOS dan pemerintah di bank –bank konvensional.
Ø  Government Musharaka Certificate (GMC) Secara garis besar, kegunaan GMC adalah:
a)      Pembiyayaan anggaran
b)      Instrument OMO bagi BOS
c)      Mobilisasi tabungan nasional
d)     Mendorong investasi
e)      Sebagai alat pengembangan pasar uang yang sesuai dengan syariah islam
f)       Ijaroh certificate (sukuk)
g)      Dll.
b.        Di Negara Iran
Ø  Reserve require ment ratio antara 10%-30%.
Ø  Adjusted open market operation pada dasarnya omo tidak dapat efektif di gunakan pada negara yang pasar keuangannya /finansialnya belum berkemban.
Ø   Discount rate karena adanya pelarangan terhadap riba, maka instrument jenis ini tidak di gunakan seluas seperti pada sistem perbankan konvensional.
Ø  Credit ceiling untuk mengendalikan penciptaan uang, pertumbuhan likuiditas oleh otoritas moneter.
c.         Di Negara Indonesia
Ø  GWM (Giro Wajib Minimum ) dalam pelaksanaannya GWM ini besarnya adalah 5% dari dana pihak ke tiga yang berbentuk IDR (rupiah) dan 3% dari dana pihak ketiga yang berbentuk mata uang asing. Sedangkan dana pihak ketiga yang di maksud disini adalah dalam bentuk :
·      Giro wadia’ah
·      Tabungan mudorobah
·      Deposito investasi mudhorobah
·      Kewajiban lainnya
·      Sertifikat Investasi Mudharobah antar bank syariah (IMA) Sertifikat Wadilah Bank Indonesia (SWBI) adalah instrument BI yang sesuai dengan syariah islam yang di gunakan dalam omo. Dan juga dapat di gunakan oleh bank-bank syariah yang mempunyai kelebihan likuiditas sebagai sarana penitipan dana jangka pendek. Instrumen Bank Indonesia yang sesuai dengan syariah Islam yang digunakan dalam operasi pasar terbuka. Instrumen ini digunakan untuk mengendalikan uang beredar dengan jalan menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat melalui bank syariah. Instrumen ini juga dijadikan sebagai sarana penitipan dana jangka pendek khususnya bagi bank yang mengalami kelebihan likuiditas. Operasionalnya, SWBI memiliki nilai nominal minimum Rp 500 jt dengan jangka waktu yang dinyatakan dalam hari (misalnya: 7 hari; 14 hari; 30 hari). Pembayaran dan pelunasan SWBI melalui debit/kredit rekening giro bank yang ada di Bank Indonesia. Jika jatuh tempo dana akan dikembalikan beserta bonus yang ditentukan berdasarkan parameter sertifikat IMA.
·      Dan masih banyak bentuk aplikasi kebijakan moneter yang lainnya.
·       
H.    Kebijakan Moneter Syariah dalam AL-Qur’an dan Hadits
Konsep Uang Dalam Islam
Ø  Uang bukan komoditi yang mempunyai harga sehingga dapat diperjualbelikan. Fungsi uang hanya sebagai medium of exchange dan unit of account
Ø  Money is Public Goods (larangan menimbun uang/harta)
Ø  Flow Concept (uang/harta tidak boleh idle, harus di manfaatkan di sektor produktif)
Ø  Economic Value of Time
Ø  Larangan Bunga/Riba (spekulasi)
Larangan Bunga/Riba dalam Al-Qur’an
Ø  Bunga/riba dalam bahasa Inggris disebut ‘usury’ dalam ekonomi konvensional identik dengan riba.
Ø  Riba secara bahasa adalah tambahan
Ø  Para ulama fiqh mendefinisikan riba dengan kelebihan harta dalam suatu muamalah dengan tidak ada imbalannya/gantinya.
Ø  Dictionary of Finance and Investment Terms – Barrons: Cost of using money, expressed as a rate per period of time, usually one year, in which case it is called an annual rate of interest. Bunga adalah tanggungan pada pinjaman uang yang biasanya dinyatakan dengan presentase dari uang yang dipinjamkan.
Ø  Riba menurut Al-Qur’an adalah setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah, Ibnu Al ‘Arabi Al Maliki (kitab Ahkam Al Quran). Transaksi pengganti atau penyeimbang adalah transaksi bisnis atau komersial seperti jual beli, gadai, sewa atau bagi hasil.
Ø  Dalam Al Quran ditemukan kata riba terulang sebanyak delapan kali, terdapat dalam empat surat, yaitu Al Baqarah, Ali ‘Imran, An Nisa’, dan Ar Rum. Tiga surat pertama adalah Madaniyyah sedang surat Ar Rum adalah Makiyyah.

Tahap-tahap pembicaraan riba Al Quran
1.      Penggambaran adanya unsur negatif di dalamnya QS. Ar Rum:39
2.      Kecaman atas orang-orang Yahudi yang memakan riba yang merupakan isyarat tentang keharamannya QS. An Nisa:161
3.      Secara eksplisit, dinyatakan keharaman salah satu bentuknya, secara tegas melarang memakan riba secara berlipat ganda QS. Ali ‘Imran:130
4.      Tahap terakhir, diharamkan secara total dalam berbagai bentuknya QS. Al Baqarah: 275-280
Hikmah Pelarangan Riba
Ø  Pengembangan peluang investasi dan mencagah pemanfaatan tabungan untuk tujuan yang tidak islami.
Ø  Menciptakan koordinasi dan keseimbangan antara perputaran uang dan produksi barang.
Ø  Mewujudkan persamaan yang adil antara pemilik harta (modal) dengan usaha, serta memikul risiko, secara berani dan penuh rasa tanggung jawab. Inilah yang dimaksud dengan pengertian “Keadilan Islam” (Qardhawi: 2001)
Uang dan Kebijakan Moneter
Ø  Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara. Biasanya otoritas moneter dipegang oleh Bank Sentral suatu negara.
Ø  Sasaran yang ingin dicapai adalah memelihara kestabilan nilai uang baik terhadap faktor internal maupun eksternal. Stabilitas nilai uang mencerminkan stabilitas harga yang pada akhirnya akan mempengaruhi realisasi pencapaian tujuan pembangunan suatu negara, seperti pemenuhan kebutuha dasar, pemerataan distribusi, perluasan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi riil yang optimum dan stabilitas ekonomi.
Kebijakan Moneter Islam
Ø  Secara prinsip kebijakan moneter islam berbeda dengan yang konvensional terutama dalam pemilihan target dan instrumennya.
Ø  Prinsip syariah tidak membolehkan adanya jaminan terhadap nilai nominal maupun rate return (suku bunga)
Ø  Target pelaksanaan kebijakan moneter bukan menetapkan suku bunga sebagai target/sasaran operasionalnya.
Ø  Instrumen moneter bank syariah adalah hukum syariah.
Kebijakan moneter syariah: Bank Indonesia
             Sbagai otoritas moneter, pengembangan ekonomi dan perbankan Islam adalah merupakan amanat dari UU no. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan memungkinkan cara-cara pengendalian moneter oleh Bank Indonesia dapat dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah.
             Kebijakan Bank Indonesia untuk pengembangan perbankan syariah antara lain:
Ø  Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI),
Ø  Ketentuan mengenai kehati-hatian perbankan syariah.
Ø  Giro, wajib minimum (Statutory Reserve Requirements), PBI No. 6/21/PBI/2000 tgl 3 Agustus 2004
Ø  Kliring PBI No. 2/4/PBI/2000 tgl 11 Febuari 2000
Ø  Pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah (PUAS) PBI No.2/8/PBI/2000 tgl 23 febuari 2000
Ø  Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) PBI No. 6/7/PBI/2004 tgl 16 Febuari 2004

Dinar dan Dirham sebagai satuan uang dalam Islam
Menurut An Nabhani dalam bukunya membangun Sistem Ekonomi Alternatif, perspektif Islam; ada 5 (lima) hal yang menunjukkan bahwa satuan perhitungan dan alat tukar yang telah ditentukan secara baku menurut ketentuan syariah adalah emas dan perak. Lima hal yang telah menjadikan uang sebagai suatu masalah yang pendapat atasnya sangat tergantung kepasa nash syara’ tersebut yaitu:
Keharaman menimbunnya, kewajiban mengeluarkan zakatnya, adanya hukum-hukum pertukarannya, diamnya Rasul untuk melakukan transaksi dengannya, serta keterkaitan diyat dan potong tangan dalam pencurian.
Dengan mengikuti argumen yang dibangun oleh ulama diatas, karena syara’ menyatakan uang dengan hukum-hukum yang terkait dengan semua itu adalah dalam bentuk emas dan perak, maka uang dalam Islam haruslah berupa emas dan perak. Dengan kata lain berupa dinar dan dirham.
Pertama, yakni larangan penimbunan harta (QS. At Taubah:34-35)

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil, dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih; pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahanam, lalu dibakar dengannya dahi, lambung, dan punggung mereka, (lalu dikatakan) kepada mereka, Inilah harta benda kalian yang kalian simpan untuk diri kalian sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kalian simpan itu.”

Ketika islam melarang praktik penimbunan harta (kanzul mal), islam hanya mengkhususkan larangan kanzul mal tersebut untuk emas dan perak, padahal harta (mal) itu mencakup semua barang yang bisa dijadikan kekayaan. Qamh, kurma dan uang adalah mal. Sementara kanzul mal tersebut hanya nampak pada uang saja, bukan pada barang dan tenaga. Sedangkan yang dikehendaki oleh ayat tersebut adalah larangan menimbun  uang, sebab uang merupakan alat tukar umum, dan karena menimbun uang itulah maka lahirlah larangan tersebut. Adapun mengumpulkan selain uang itu tidak disebut kanzul mal melainkan disebut ihtikar. Oleh karena itu ayat yang melarang menimbun emas dan perak, sesungguhnya adalah larangan untuk menimbun uang. Dimana ayat tersebut telah menentukan uang tertentu, yang dilarang oleh llah untuk ditimbun, yaitu emas dan perak.
Dalam penafsirannya, larangan disini ditujukan kepada alat tukar (medium of exchange) yang berupa uang, karena itu menimbun emas dan perak sebagai barang hukumnya adalah haram, baik yang sudah dicetak ataupun belum.
Kedua: Islam telah mengaitkan emas dan perak dengan hukum-hukum yang baku dan tidak berubah-ubah. Ketika Nabi mewajibkan diyat, yakni hukum denda, Nabi telah menentukannya dengan ukuran tertentu dalam bentuk emas.
Ketiga: Nabi mendiamkan pemakaiannya dalam berbagai transaksi, juga menetapkan berat emas dan perak tersebut dengan berat tertentu yaitu timbangan penduduk Mekkah. Beliau telah membuat standar uang ini dalam bentuk uqiyyah,  dirham, daniq, qirath, mitsqal dan dinar.
Keempat: ketika Allah SWT mewajibkan zakat uang, maka Allah telah mewajibkan zakat tersebut untuk emas dan perak, kemudian Allah menentukan nishab zakat tersebut dengan nishab emas dan perak. Dengan adanya zakat emas dan perak tersebut, telah menentuka bahwa uang tersebut berupa emas dan perak.
Kelima: hukum-hukum yang terkait dengan pertukaran mata uang (money changer) yang terjadi dalam transaksi uang, yang menurut ulama ini hanya dilakukan dengan emas dan perak.
Keunggulan Sistem Dinar dan Dirham serta Permasalahannya
Keunggulan satuan uang emas dan perak dalam perekonomian secara umum:
Ø  Secara pasti sistem uang emaas bersifat Internasional. Dunia secara keseluruhan telah mempraktikkan sistem uang dan perak sejak ditemukannya uang.
Ø  Akan menjaamin penetapan kurs mata uang antar negara. Artinya satu mata uang tidak akan bisa mempermainkan nilai mata uang lain yang mengakibatkan depresiasi, dan membuat sebuah negara tiba-tiba menjadi miskin sementara negara lain menjadi kaya.
Ø  Bank-bank dan pemerintah tidak akan serampangan mencetak uang seperti pada uang kertas sehingga dapat mencegah inflasi.
Ø  Pemerintah akan menghargai kekayaan negara (emas dan perak juga sumber daya alam lain) untuk tidak dilarikan ke negara lain dan lebih menjamin kesejahteraan rakyatnya.
Ø  Akan mengakibatkan kebebasan pertukaran baik mengimpor maupun mengekspornya. Yakni masalah yang menentukan peranan kekuatan uang, kekayaan dan perekonomian. Dalam kondisi semacam ini aktivitas pertukaran mata uang tidak akan terjadi karena adanya tekanan luar negeri, sehingga bisa mempengaruhi harga-harga barang dan pekerja.
Ø  Adnya kestabilan kurs pertukaran mata uang antar negara. Karena tetapnya kurs pertukaran mata uang tersebut maka akan menyebabkan meningkatnya perdagangan internasional, sebab para pelaku bisnis dalam perdagangan luar negeri tidak takut bersaing. Karena kurs uangnya tetap, maka mereka tidak khawatir dalam mengembangkan bisnisnya.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dalam kebijakan moneter islam, walaupun pencapaian tujuan akhirnya tidak berbeda, namun dalam pelaksanaannya secara prinsip, moneter syari’ah berbeda dengan yang konvensional terutama dalam pemilihan target dan instrumennya. Perbedaan yang mendasar antara kedua jenis instrumen tersebut adalah prinsip syariah tidak membolehkan adanya jaminan terhadap nilai nominal maupun rate return (suku bunga). Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan target pelaksanaan kebijakan moneter maka secara otomatis pelaksanaan kebijakan moneter berbasis syariah tidak memungkinkan menetapkan suku bunga sebagai target atau sasaran operasionalnya.
Ekonomi moneter merupakan salah satu bidang yang dibahas dalam ekonomi islam. Ilmu moneter adalah bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari tentang sifat serta pengaruh uang terhadap kegiatan ekonomi. Banyak topik yang dibahas dalam kajian moneter dalam bidang ekonomi diantaranya peranan dan fungsi uang, sistem moneter dan pengaruhnya terhadap jumlah uang dan kredit, struktur dan fungsi bank, pengaruh uang dan kredit dalam prekonomian, stabilitas ekonomi, distribusi pendapatan, dan masih banyak lagi. Sebagaimana kita ketahui, dalam kehidupan ekonomi, uang ibarat darah dalam tubuh manusia. Oleh karenanya, uang memiliki nilai (dalam fungsinya) pada aktivitas ekonomi. Dalam islam permintaan akan uang terutama dalam transaksi dan kebutuhan kebanyakan ditentukan oleh tingkat pendapatan dan distribusinya. Permintaan spekulatif akan uang pada dasarnya dipicu oleh fluktuasi tingkat suku bunga dalam perekonomian kapitalis. Penurunan tingkat suku bunga yang disertai dengan harapan akan meningkat merangsang orang atau perusahaan untuk tetap menyimpan uangnya. Karena dalam perekonomian kapitalis bunga seringkali berfluktuasi. Dengan penghapusan bunga ini dan kewajiban akan zakat 2,5% setahun dapat meminimalisir permintaan spekulatif akan uang.
Bunga sesungguhnya merupakan permasalahan yang mengakibatkan ketidakstabilan perekonomian, karena jelas dalam Al-qur’an bahwa riba itu sangat dilarang atau haram. Hikmah dari pelarangan riba ini adalah agar terjadi hubungan patnership antara pemilik modal dan usaha secara adil. Dalam perekonomian Islam, sektor perbankan tidak mengenal Instrumen suku bunga. Sistem keuangan Islam menerapkan sistem pembagian keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing), bukan dengan tingkat bunga yang telah menetapkan tingkat keuntugan di muka. Besar kecilnya pembagian keuntungan yang diperoleh nasabah perbankan Islam ditentukan besar kecilnya keuntungan yang diperoleh Bank dalam kegiatan investasi dan pembiayaan yang dilakukan pada sektor  riil. Jadi, dalam keuangan  Islam, hasil dari investasi dan pembiayaan yang dilakukan bank dalam sektor riil yang menentukan besar kecilnya pembagian keuntungan di sektor moneter. Artinya sektor moneter memiliki ketergantungan terhadap sektor riil.
Adapun fungsi bank sentral dalam perspektif ekonomi Islam antara lain:
·      Pertama : Memproduksi dan mendistribusikan uang dengan kordinasi pemerintah mengusahakan stabilitas internal dan eksternalnya.
·      Kedua   :Bank sentral juga bertugas sebagai pengawas lembaga-lembaga keuangan yang ada dan juga mengelola sistem keuangan negara agar senantiasa stabil dan terarah. Ia harus melakukan persiapan untuk kliring dan penyelesaian cek dalam transfer dan harus bertindak sebagai Lener of Last Resort.

B.     Saran
Haruslah disadari bahwa untuk mewujudkan sasaran Islam, tidak hanya harus melakukan reformasi dan perekonomian dan masyarakat sejalan dengan garis-garis Islam, namun peran positif pemerintah juga diperlukan dan semua kebijakan pemerintah Negara termasuk fiskal, moneter, dan pendapatan, harus berjalan seirama. Praktik-praktik yang monopolistis harus dihilangkan dan setiap usaha harus di lakukan untuk menghapuskan kekakuan struktural dan menggalakkan semua faktor yang mampu menghasilkan peningkatan penawaran barang dan jasa.












DAFTAR PUSTAKA

Karim, Adiwarman azwar. Ekonomi Makro Islami, Raja Gratindo Persada,Jakarta. 2008.
Hidayat, Mohamad. Pengantar Ekonomi Islam, Jakarta, 2009.
Rozalinda, Ekonomi Islam Teori dan Aplikasinya Pada Aktivitas Ekonomi, Jakarta: Rajawali Pers, 2015.
Nasution, Mustafa Edwin, Pengenalan Eksklusif  Ekonomi Islam, Kencana,  Jakarta 2015.



[1] Muh Diya al-Din al-Ris (1961), Al-kharaj wa al-nuzum al-Maliyya li al-Dawlah al-islamiyyah, Cairo: Al Maktabah Al Angelo al Misriyah, 2nd ed, hlm. 369.
2Misri, Rafiq al-(1990), Al-Islam wa al-Nuqud, Jeddah: Markaz al-Nashr al-llmi King Abdul Aziz University, 2nd ed.
3M. Umer Chapra. (2000).: “Why was Islamic Prohibited Interest?”, Review of Islamic Economics, No.9, hlm, 5-20.
4Sebagaimana dikutip dalam  M. U. Chapra (1997), Al-Quran: Menuju Sistem Moneter yang Adil, (terjemahan Toward A Just Monetary System), Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, hlm. 85.
19M.M.Metwally, loc.cit.
20M. U. Chapra, (1997) Al Quran: Menuju Sistem Moneter yang Adil. (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa), bab 5.
21Ibid, hlm. 166.
[4] Mustafa Edwin Nasution, pengenalan eksklusif ekonomi islam, (jakarta: kencana prenada group, 2007), hal: 98

[5] Said Sa’ad Marthon,Ekonomi Islam,(Jakarta:Bestari Buana Murni,2004)hlm: 80

[6] Ibid, hal: 82-83
[7] Mardani, fiqih Ekonomi Syariah, (jakarta: kencana, 2012), hal :23
[8] Ibid, hal: 25-26
[9] Muh Diya al-Din al-Ris (1961), Al-kharaj wa al-nuzum al-Maliyya li al-Dawlah al-islamiyyah, Cairo: Al Maktabah Al Angelo al Misriyah, 2nd ed, hlm. 369.
2Misri, Rafiq al-(1990), Al-Islam wa al-Nuqud, Jeddah: Markaz al-Nashr al-llmi King Abdul Aziz University, 2nd ed.
3M. Umer Chapra. (2000).: “Why was Islamic Prohibited Interest?”, Review of Islamic Economics, No.9, hlm, 5-20.
4Sebagaimana dikutip dalam  M. U. Chapra (1997), Al-Quran: Menuju Sistem Moneter yang Adil, (terjemahan Toward A Just Monetary System), Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, hlm. 85.
19M.M.Metwally, loc.cit.
20M. U. Chapra, (1997) Al Quran: Menuju Sistem Moneter yang Adil. (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa), bab 5.
21Ibid, hlm. 166.
[12] Mustafa Edwin Nasution, pengenalan eksklusif ekonomi islam, (jakarta: kencana prenada group, 2007), hal: 98

[13] Said Sa’ad Marthon,Ekonomi Islam,(Jakarta:Bestari Buana Murni,2004)hlm: 80

[14] Ibid, hal: 82-83
[15] Mardani, fiqih Ekonomi Syariah, (jakarta: kencana, 2012), hal :23
[16] Ibid, hal: 25-26

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AGAMA DAN ILMU FILSAFAT

AGAMA DAN ILMU FILSAFAT   Disusun Oleh: Rizca Amira Puspa    111508100000 84 J URUSAN MANAJEMEN FAKULTAS...