KEBIJAKAN MONETER DALAM ISLAM
Makalah
ini disusun untuk Memenuhi Tugas UAS Mata Kuliah Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
Dosen
Anwar Abbas, Dr., H., M.Ag.
Disusun Oleh:
Rizca Amira Puspa: 11150810000084
JURUSAN
MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
DAN BISNIS
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1437 H/2016 M
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur marilah kita haturkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
kesehatan jasmani dan rohani sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
Kebijakan Moneter dalam Ekonomi Islam untuk memenuhi tugas akhir semester. Saya
juga berterima kasih kepada
bapak Anwar
Abbas, Dr.,H., M.Ag. Selaku dosen dalam mata pelajaran Prinsip-prinsip Ekonomi
Islam yang telah memberikan tugas ini.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna
dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Kebijakan Moneter
dalam Ekonomi Islam. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saya berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang saya buat.
Ciputat,
12 Januari 2017
Pemakalah
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………….….............…i
Daftar Isi ………………………………………………………………..………............ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah……………………….………………….......................1
B.
Rumusan Masalah.................................................................................................2
C.
Tujuan
Penulisan……………………………………………...............................2
BAB II. PEMBAHASAN
A. Sejarah Kebijakan Moneter Islam.........................................................................3
B.
Manajemen
Moneter Islam...................................................................................5
C.
Instrumen
Moneter Islam.....................................................................................11
D. Konsep Permintaan Uang dan Uang Beredar Menurut Mazhab.........................16
E.
Uang dalam
perspektif Islam...............................................................................25
F.
Posisi Bank
Sentral dalam Islam..........................................................................26
G. Implementasi dari Instrumen Kebijakan Moneter Islam......................................27
H. Kebijakan Moneter Syariah dalam Al-Qur’an dan Hadits...................................30
BAB III PENUTUP
Kesimpulan…………………………………………………………............................36
Saran………………………………………………………………..............................37
Daftar Pustaka...............................................................................................................38
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Seperti yang telah
kita ketahui dan memang sudah menjadi rahasia umum bahwa selama beberapa dekade
ini, sistem ekonomi dunia dibentuk dan dilaksanakan berdasarkan pemikiran
liberalis kapitalis yang bebas dari nilai dan bertujuan hanya untuk mencapai
keuntungan yang sebesar-besarnya dari sumber daya yang terbatas. Salah satu
instrumen yang dipergunakan adalah bunga yang kemudian menjadi ruh bagi sistem
ekonomi kapitalis. Negara-negara yang mau tidak mau harus berhubungan dengan
negara lain, mau tidak mau harus menyesuaikan sistem ekonominya dengan
sistem ekonomi yang dianut oleh dunia. Tak terkecuali dalam sistem
kebijakan moneternya.
Kebijakan Moneter
adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat
berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang
beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan
harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan. Hampir
semua sektor ekonomi kapitalis terkait dengan sistem bunga sehingga
sektor moneter lebih cepat berkembang dari pada sektor moneter. Hal ini
disebabkan karena sektor moneter lebih cepat memberikan keuntungan dari pada
sektor rill.
Krisis subprime
mortage yang baru-baru ini terjadi di Amerika telah membuat keadaan ekonomi
Amerika menjadi limbung. Limbungnya ekonomi Amerika secara otomatis merdampak
juga pada negara-negara lain. Hal ini membuktikan bahwa sistem ekonomi kapitalis
tidak sekuat dan sekokoh yang terlihat. Kondisi tersebut menjadi trigger bagi
sistem ekonomi alternatif untuk menggantikan sistem pemikiran kapitalisme
liberalis yang dipergunakan oleh dunia saat ini. Salah satu sistem ekonomi
alternatif yang ditawarkan adalah sistem ekonomi Islam.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Sistem kebijakan moneter dalam
Islam ?
2.
Apa saja instrument kebijakan moneter
dalam Islam ?
3.
Seperti apa posisi bank sentral dalam
ekonomi Islam ?
4.
Seperti apa Implementasi Kebijakan
moneter Islam ?
5.
Bagaimana Manajemen Moneter dalam Islam
?
6.
Bagaimana kebijakan
moneter menurut mazhab Iqtishaduna?
7.
Bagaimana
kebijakan moneter menurut mazhab mainstream?
8.
Bagaimana
kebijakan moneter menurut mazhab alternatif?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Memenuhi Tugas Akhir UAS Mata Kuliah Prinsip-prinsip
Ekonomi Islam.
2.
Menjelaskan Sistem Kebijakan Moneter
dalam Islam.
3.
Menganalisis Instrument-Instrument
Kebijakan Moneter.
4.
Menjelaskan Posisi Bank Sentral menurut
Ekonomi Islam.
5.
Menjabarkan Aplikasi kebijakan Moneter
dalam ekonomi Islam
6.
Menganalisis Manajemen Moneter dalam
Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Kebijakan Moneter Islam
Sistem moneter sepanjang zaman telah
mengalami banyak perkembangan. Sistem keuangan inilah yang paling banyak
dilakukan studi empiris maupun historis bila dibandingkan dengan disiplin ilmu
ekonomi yang lain. Sistem keuangan pada zaman Rasulullah digunakan bemetalik
strandard yaitu emas dan perak (dirham dan dinar) karena keduanya merupakan
alat pembayaran yang sah dan beredar di masyarakat. Nilar tukar emas dan perak
pada zaman Rasulullah ini relative stabil dengan nilai kurs dinar-dirham 1;10.
Namun demikian, stabilitas nilai kurs pernah mengalami gangguan karena adanya
disequilibrium antara supply dan demand. Misalkan, pada masa pemerintahan
ummayah (41/662,132/750) rasio kurs antara dinar-dirham 1:12, sedang masa
abbasiyah (132/750-656/1258) berada pada kisaran 1:15.1
Disamping
nilai tukar pada dua pemerintah ini. Pada masa yang lain nilai tukar dinar dan
dirham mengalami berbagai fluktuasi dengan nilai paling rendah pada level 1:35
sampai dengan 1:50. [1]Instabilitas
dalam nilai tukar uang ini akan mengakibatkan terjadinya bad coins to drive
good coins out of circulation2 atau uang kualitas buruk akan
mengagantikan uang kualitas baik, dalam literatur konvensional peristiwa ini
disebut sebagai hukum Gresham
seperti terjadi pada masa pemerintahan Bany Mamluk (1263/1328), dimana mata
uang yang beredar Terbuat dari fulus (tembaga) mendesak keberadaan uang logam
emas dan perak peristiwa ini terjadi bila uang dari jenis dinar (emas) dan
dirham (perak) menghilang dari perbedaan karena adanya perbedaan nilai kurs
dengan daerah lain. Sebagai contoh bila kurs di wilayah permerintah Mamluk
adalah 1:20 ( yaitu satu emas sebanding dengan 20 fulus )sedangkan daerah lain
adalah 1:25 maka emas yang berada di wilayah Mamluk akan dibawa kedaerah lain
yang akan ditukarkan dengan 25 fulus, tentu saja perbedaan nila ini akan
mengakibatkan emas diperedaran akan menghilang. Oleh Ibn Taimiyah dikatakan
bahwa uang dengan kualitas rendah akan menendang keluar uang kualitas baik.
Perkembangan
emas sebagai standar dari uang beredar mengalami tiga kali evolusi yaitu:
a.
The gold coin standard: dimana logam emas mulia
sebagai uang yang aktif dalam peredaran;
b.
The gold bullion standard: dimana logam emas bukanlah alat
tukar yang beredar namun otoritas moneter menjadikan logam emas sebagai
parameter dalam menentukan nilai tukar uang yang beredar;
c.
The gold exchange standard (Bretton
woods system): dimana otoritas moneter menentukan
nilai tukar domestic currency dengan foregin currency yang mampu dibackup secara penuh
oleh cadangan emas yang dimiliki. Dengan perkembangan sistem keuangan yang
demikian pesat yang memunculkan uang fiducier (kredit money) yaitu
keberadaan uangnya tidak diback-up oleh emas dan perak.
Ø Kebijakan
Moneter dalam Islam
Seperti yang telah disebutkan dalam bab pendahuluan
diatas bahwa Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan
ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui
pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian.Sasaran yang ingin
dicapai adalah memelihara kestabilan nilai uang baik terhadap factor internal
maupun eksternal. Stabilitas nilai uang mencerminkan stabilitas harga yang pada
akhirnya akan mempengaruhi realisasi pencapaian tujuan pembangunan suatu
Negara, seperti pemenuhan kebutuhan dasar, pemerataan distribusi,perluasan
kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi riil yang optimum dan stabilitas ekonomi.
Secara prinsip, tujuan
kebijakan moneter islam tidak berbeda dengan tujuan kebijakan moneter
konvensional yaitu menjaga stabilitas dari mata uang (baik secara internal
maupun eksternal) sehingga pertumbuhan ekonomi yang merata yang diharapkan
dapat tercapai. Stabilitas dalam nilai uang tidak terlepas dari tujuan
ketulusan dan keterbukaan dalam berhubungan dengan manusia. Hal ini disebutkan
AL Qur’an dalam QS.Al.An’am:152
…………وَأَوْفُواْ الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ…….
“……. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan
dengan adil. …”
Mengenai stabilitas nilai uang
juga ditegaskan oleh M. Umar Chapra (Al Quran Menuju Sistem Moneter
yang Adil), kerangka kebijakan moneter dalam perekonomian Islam adalah
stok uang, sasarannya haruslah menjamin bahwa pengembangan moneter
yang tidak berlebihan melainkan cukup untuk sepenuhnya dapat mengeksploitasi
kapasitas perekonomian untuk menawarkan barang dan jasa bagi kesejahteraan
Sosial Umum.Pelaksanaan kebijakan moneter (operasi moneter) yang dilakukan
otoritas moneter sebagai pemegang kendali money supply untuk mencapai tujuan
kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan target yang akan dicapai dan
dengan instrumen apa target tersebut akan dicapai.
Ø Kebijakan
Moneter
Kebijakan Moneter adalah
kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturan
jumlah uang beredar. Untuk mengatasi krisis ekonomi yang hingga kini masih
terus berlangsung, disamping harus menata sektor riil, yang tidak kalah penting
adalah meluruskan kembali sejumlah kekeliruan pandangan di seputar masalah
uang. Bila dicermati, krisis ekonomi yang melanda Indonesia, juga belahan dunia
lain, sesungguhnya dipicu oleh dua sebab utama, yang semuanya terkait dengan
masalah uang.
1)
Persoalan mata uang, dimana nilai mata uang suatu negara
saat ini pasti terikat dengan mata uang negara lain (misalnya rupiah terhadap
dolar AS), tidak pada dirinya sendiri sedemikian sehingga nilainya tidak pernah
stabil karena bila nilai mata uang tertentu bergejolak, pasti akan mempengaruhi
kestabilan mata uang tersebut.
2)
Kenyataan bahwa
uang tidak lagi dijadikan sebagai alat tukar saja, tapi juga sebagai komoditi
yang diperdagangkan (dalam bursa valuta asing) dan ditarik keuntungan (interest)
alias bunga atau riba dari setiap transaksi peminjaman atau penyimpanan uang.
B. Manajemen
Moneter Islam
Sebuah pertanyaan awal yang musti dijawab
adalah apakah keberadaan fiduciary money dalam ekonimi islam
diperbolekan? Adakah mekanisme yang memungkinkan untuk mencapai kestabilan
nilah tukan fiduciary money dengan menghilangkan penggunaan suku bunga
dan isntrumen lain yang dilarang dalam syariah?
Dalam
Alquran manapun sunnah tidak di tentukan secara spesifik keharusan untuk
menggunakan dinnar (emas) dan dirham (perak) sebagai standar nilai tukar uang (full-bodied
monometalicstandard), khalifah ‘umar bin khatab (23/644), telah mencoba
untuk memperkenalkan jenis uang dari kulit binatang. Oleh beberapa fuqaha
terkemuka keberadaan uang fiducier ini juga dapat dukungan seperti ahmad ibn
hambali (241/855), ibn hazm (456/1064) dan ibn taimiyah (505/ 1328) merujuk
dari para pendapat fuqaha ini tidak diketemukan akan keharusan memakai emas dan
perak sebagai alat pembayar, walaupun pada masa itu keberadaan full-bodied
money merupakan sebuah kelaziman. Namun di samping membolehkan uang fiducier,
Ibn taimiyah mengingatkan bahwa penggunaan uang ini akan mengakibatkan
hilangnya uang dinnar dan emas dari p-eredaran karena adanya hukum Gresham Imam
A l-ghazali (1058/1111) memperbolehkan penggunaan uang yang tidak dikaitkan dengan
emas dan perak selama pemerintah mampu menjaga nilanya.
Hal
ini membawa kepada dua pertanyaan yang saling berkaitan.Mengenai siapa yang
berhak mengeluarkan uang fiducier dan bagaimana stabilitas nilai uang tersebut
dapat dicapai dalam sistem keuangan tanpa bunga.Secara umum, para fuqaha telah
menyepakati bahwa hanya otoritas yang berkuasa saja yang berhak untuk
mengeluarkan uang, namun pemerintah wajib untuk menjamin terciptanya
kesetabilaan nilai uang tersebut. Dalam hal ini, al-Ghazalimenyaratkan pemerintah
untuk menyatakan uang fiducier yang dicetak sebagai alat pembayaran yang resmi,
wajib menjaga nilai dengan mengatur jumlah uang beredar sesuai dengan kebutuhan
dan memastikan tidak adanya perdagangan
uang. Penekanan Alquran mengenai uang adalah jaminan adanya keadilan
dalam fungsinya sebagai alat tukar.Alat uku dan alat penyimpan daya beli (QS
6:152; 7:58; 11:58; 17:35 dan 26:181).
Keberadaan
uang dalam sebuah perekonomian memberikan arti yang terpenting. Ketidakadilan
dari alat ukur yang diakibatkan adanya instabilitas nilai tukar uang akan
mengakibatkan perekonomian tidak berjalan pada titik keseimbangan. Hal ini akan
mempersulit untuk merealisasikan keadilan dalam sosial ekonomi dan
kesejahteraan sosial. Ibn khaldun mengatakan bahwa suatu negri tidak akan
mungkin melakukan pembangunan secara keseimbangan tanpa adanya keadilan dalam
sistem yang dianutnya.3 Stabilitas harga berartiterjaminnya keadilan
uang dalam fungsinya sehingga perekonomian akan relatif dalam kondisi yang
memungkinkan teraloksainya sumber daya secara merata. Terdistribusinya
pendapatan, optimum growth, full employment dan stabilitas perekonomian.
Pada
dasarnya, kebutuhan manusia dapat dibedakan mennjadi dua jenis.Yaitu pertlu
serta mendesak dan tidak perlu serta kurang bermanfaat.Komponen pertama dapat
dimasukan sebagai permintaan uang untuk konsumsi pemenuh kebutuhan dan
investasi produktif.Sedangkan jenis kedua meliputi konsumsi yang berlebihan (conspicious
consumption), investasi yang tidak produktif dan spekulasi. [2]Dalam
sebuah studi yang dilakukan oleh Enzier Conrad dan Jhonson4 dann
telah ditemukan bukti yang pemperkuat untuk sampai pada kesimpulan bahwa di
Amerika Serikat “ saham modal yang ada pada saat ini telah mis-alokasi sangat
serius di antara sektor (ekonomi dan jenis-jenis modal) dana yang mis-alokasi
mungkin sangat serius tersebar dalam berbagai sektor perekonomian dan jenis
modal’’.
Dengan
kata lain dapat dikemukakan bahwa upaya regulasi untuk mengendalikan permintaan
uang dengan suku bunga sebagai instrument moneter malah akan mengakibatkan
penyalagunaan sumber dana untuk tujuan yang tidak produktif reguloasi yang di
cirikan dengan memainkan peranan suku bunga dalam sektor makro telah membawa
permintaan uang di tunjukan untuk memenuhi kebutuhan yang kurang perlu, investasi
yang kurang produktif dan tingginya spekulasi. Oelh karena itulah para ekonomi
islam lebih mengandalkan pada tinggi variable-variabel penting di dalam
manajemen permintaan uang, variable-variabel tersebut adalah3
1)
Nilai-nilai moral.
2)
Lembaga-lembaga sosial ekonomi dan
politik, termasuk mekanisme harga .
3)
Tingkat keuntungan riilsebagai pengganti
keberadaan suku bunga.
Ketiga variable ini akan saling mendukung
dalam mengendalikan permintaan uang. Meskipun nilai-nilai moral kurang mampu
secara langsung dalam menentukan seberapa besar jumlah uang yang di minta namun
variable ini akan mengurangi sikap konsumsi yang boros dan tidak perlu, juga
akan mengurangi tindakan pengguna uang yang bersifat spekulatif. Mekanisme
harga juga akan membantu mengalokasikan sumber daya pada tujuan yang lebih
efesiaen. Keberada suku bunga sebagai instrumen
intermediary dalam sistem keuangan akan menjadikan pada bidang yang kurang
produktif atau spekulatif, disebabkan sistem bunga telah gagal. Sebagai
mekanisme kontrol terhadap pengguna dana pinjaman. Degan adanya tingkat
keuntungan sebagai pengganti dari keberadaan suku bunga mengharapkan akan lebih
mampu untuk mengarahkan pada pola permintaan uang yang di tujukan untuk
konsumsi yang tidak berlebihan dan invsetasi yang berorientasi keuntungan
disektor riil. Berkorespondensinya ketiga variabel dalam satusistem ini akan
menciptakan padapola permintaan uang yang relatif stabil.
Ø Manajemen
Moneter Islam
Dasar pemikiran dari manajemen moneter dalam hidup
konsep islam adalah Ciptanya stabilitas oermintaan uang dan mengarahkan
permintaan uang tersebut kepada tujuan yang penting dan produktif. Sehingga,
setiap instrument yang akan mengarahkan kepada isntabilitas dan pengalokasian
sumber dana yang tidak produktif akan di tinggalkan.
Dalam teori Keynes
telah di kenal bahwa adanya permintaan spekulatif akan uang pada dasarnya di
pengahrui oleh keberadaan suku Bunga ( the theory of liquidity preference ).
Pergerakan suku Bunga merupakan refleksi pergerakan permintaan uang rendah
tingkat bunga yang berlaku di pasar, Begitu juga sebaliknya. Apabila permintaan
uang spekulatif menurun, maka suku bungan akan meningkat.
Penghapusan suku bungan
dan adanya kewajiban pembayaran pajak atas biaya produktif yang menganggur,
menghilangkan insentif orang untuk memegang uang idle sehingga mendorong
orang untuk melakukan:
·
Qard ( meminjamkan harta kepada orang
lain )
·
Penjualan muajjal
·
Mudarabah
Para pemilik dana akan
menginvestasikan dananya pada kegiatan yang memberikan keuntungan.
Terbesar ( actual return ), jadi
semakin tinggi permintaan uang untuk investasi di sekor riil atau kebutuhan
akan persediaan dana untuk investasi semakin besar makan, tingkat keuntungan
harapan yang akan di berikan akan relatiif menurun karena kebesaran tingkat actual
return ini akan berfluktuatif seperti halnya suku bunga makan akan
menjadikan permintaan uang akan lebih stabil.
Ketika terjadinya kenaikan harga-harga.
Makan akan mengakibatkan saldo riil yang dipegang oleh masyarakat akan
berkurang dari M/P ke M’P. sehingga terjadi pergeseran titik keseimbangan yang
baru terjadi dari pergeseran sepanjang kurva Md, pergeseran kurva ini akan mengakibatkan
tingkat suku bunga akan meningakat dari r1 menuju r2. Kareba dalam perekonomian
kapitalis permintaan uang untuk spekulatif cenderung berfluktuatif, maka akan
berdampak tingginya volatilitas suku bunga. Tingginya fluktuasi suku bunga akan
menyebabkan ketidakpastian dalam berinvestasi sehingga insvestor akan berusaha
untuk mengurangi risiko investasinya dengan cara mengalihkan invesatsi jangka
panjang invsetasi jangka pendek. Dominasi investasi dalam jangka pendek ini
akan mengakibatkan lemahnya fundamental perekonomian kita.
Penggunaan bunga sebagai opportunitycost
tidak memberikan jaminan terhadap pengguna dana yang tersedia. Dalam kata
lain. Tidak ada mekanisme kontrol dari suku Bunga dalam mengalokasikan untuk
apa dana pinjaman tersebut digunakan. Di satu sisi, bunga merupakan biaya modal
(costofcapital) yang sudah pasti harus dibayar dimasa yang akan datang,
realita ini menjadikan para peminjam dana berusaha untuk mendapatkan nilai
tambah dana tersebut guna menutupi biaya bunga. Jika tidak ada mekanisme
kontrol disertai dengan rentanya fluktuasi suku bunga. Maka memungkinkan dana
akan dialokasikan untuk usaha-usaha yang tidak bersinggungan di sektor rill,
karena dasar pengambilan keputusan merekan buakanlah nilai tambahan di sektor
rill, akan tetapi nilai tambahan untuk uang, yang bias di dapatkan dari dunia
maya dan bukanya sektor riil, yang pada giliranya invsetasi itu tidak akan
menjamin adanya tambahan produktivitas dan sumber lapangan kerja baru.
Dalam strategi manajemen moneter islam,
ketika ada penurunan actual return dari investasi disektor riil (kondisi
ekonomi sedang lesu), maka hal ini akan di renspon oleh para pemegang dana
untuk mengurangin investasinya dan cenderung lebih senang memegang uang kas
rill (permintaan terhadap uang kas rill meningkat). Dalam gambar kita lihat
permintaan uang kas rill meningkat dari Md0 menjadi Md1. Kebijakan
yang akan di tempuh oleh opemerintah meningkatkan atas asset atau dana yang di
anggurkan. Kebijakan ini akan memposisikan pemilik dana menanggung sejumlah
biaya sejumlah dari pengangguran uang. Akibatnya mereka akan menginvestasikan
uangnya dan menurunkan permintaan uang kas rill kembali kepada Md0. Yaitu
akan terjaddi perpotongan Md0 dengan Ms strategi dasar dalam
manajemen moneter menurut mazhab kedua adalah:
a.
Tidak adanya suku biaya sebagai biaya
capital (cost of capital) dan dikenakan pajak bagi asset prodiktif yang
menganggur (dues on idle fund) akan mendorong pemilik modal untuk
menginvestasikan sejumlah kekayaannya pada sektor rill yang produktif.19
b.
Adanya mekanisme bagi hasil dalam
transaksi syirkah akan memberikan kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk
secara bersama- sama ikut serta dalam roda perekonomian, yang pada akhirnya
terjadi peemerataan kesempatan kerja dapat tercapai. Pemerataan akan
terealisasikan ketika kesempatan usaha dapat dimiliki oleh semua orang.20
c.
Terciptanya kepastian berusaha yang
didukung dengan tidak adanya suku bunga yang di tentukan di muka dalam
transaksi pinjam- meminjam. Sedangkan satu- satunya perhitungan biaya dana
pinjaman yang di tentukan di muka adalah perhitungan risiko bagi hasil (profit
sharing ratio), sedangkan besarnya bagi keuntungan yang harus ditanggung
oleh oinjaman dana adalah besarnya nisbah bagi hasil dikalikan dengan keuntukan
aktual yang didapat. Kondisi ini dapat memungkinkan terciptanya kepastian
berusahan bagi peminjam dana karena mereka akan membayar tambahan abagi hasil
sesuai dengan keuntungan yang diperoleh dari usahanya. Karena besarnya profit
sharing tidak berfluktuatif seperti halnya suku bunga naka dunia usaha akan
relatif lebih stabil.21.[3]
Ø Manajemen Moneter Islam
Sesuai dengan ajaran Islam, manajemen moneter yang efisien dan adil tidak
berdasarkan pada mekanisme bunga, melainkan dengan menggunakan instrumen utama
yaitu:
1)
Value Judgement yang dapat menciptakan
suasana yang memungkinkan alokasi dan distribusi sumber yang sesuai dengan
ajaran Islam. Pada dasarnya sumber daya merupakan amanah dari Allah yang
pemanfaatannya dilakukan secara efisien dan efektif. Berdasarkan nilai-nilai
Islam, permintaan uang harus dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dasar dan
investasi yang produktif bukan untuk konsumsi yang berlebihan,
pengeluaran-pengeluaran non produktif dan spekulatif.
2)
Kelembagaan yang berkaitan dengan
kegiatan social ekonomi dan politik yang salah satunya dapat menciptakan
mekanisme harga yang dapat meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan sumber.
3)
Mekanisme lembaga perantara keuangan
yang beroperasi berdasarkan system bagi hasil (profit dan loss sharing). Dalam
system ini permintaan uang akan dialokasikan dengan syarat hanya untuk
proyek-proyek yang bermanfaat dan hanya kepada debitur yang mampu mengelola
proyek secara efisien. Dengan persyaratan tersebut diharapkan dapat
meminimalisasikan permintaan uang untuk pemanfaatan tidak berguna, non
produktif dan spekulatif. Selain itu dapat menciptakan masyarakat yang memiliki
jiwa kewirausahaan sekalipun dari golongan miskin. Karena wirausahawan dapat
menghasilkan output, perluasan kesempatan kerja dan pemenuhan kebutuhan dasar.
Untuk menciptakan keseimbangan antara money demand dan
money supply banyak pendekatan praktis yang dapat digunakan untuk memperkirakan
permintaan uang yang konsisten dengan realisasi pencapaian tujuan sosio ekonomi
dengan kerangka stabilitas harga dan kemudian memantapkan rentangan target
pertumbuhan penawaran uang yang akan membantu tercapainya kecukupan permintaan
ini secara memungkinkan. Pentargetan moneter sebanding dengan perputaran uang
yang dapat diprediksikan secara nalar pada periode yang tepat.
C. Instrumen
Moneter Islam
1) Mazhab
Pertama (Iqtishaduna)
Pada masa awal islam
dapat dikatakan bahwa tidak diperlukan suatu kebijaka moneter dikarenakan.
Hampir tidak adanya sistem perbankan dan minimnya penggunaan uang, jadi tidak
ada alas an yang memadai untuk melakukan perubahan- perubahan untuk penaawaran
uang (M5) melalui kebijakan diskresioner. Selain itu, kredit tidak
ada peranan dalam penciptaan uang (M3) melalui kebijakan
diskresioner.Selain itu. Kredit tidak memiliki peranan dalam penciptaan uang,
karena kredit hanya digunakan di antara para pedagang saja serta peraturan
pemerintah tentang surat peminjama (promissory note) dan instrumen
negoisasi (negptiable instruments) dirancang
sedimikian rupa sehingga tidak memungkinkan sistem kredit tersebut menciptakan
uang.
Promissory
noteb atauBill of Exchangedapat diterbitkan untuk
membeli barang dan jas untuk mendapatkan sejumlah dana segar, namu surat
tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk tujuan kredit. Kreditor dapat menjual
surat tersebut akan tetapi dibitur tidak dapat menjual uang ataupun komoditi
sebelum ia menerima surat tersebut. Karna itulah tidak ada pasar untuk
jual-beli negotiable instrument, spekulasi dan penggunaan pasar uang
menjadi tidak ada.Jadi sistem kredit tidak menciptakan uang.
Aturan-aturan
tersebut memengaruhi keseimbangan antara pasar barang dan pasar uang
berdasarkan transaksi tunai. Dalam nasi’a atau aturan transaksi islam lainya,
pada saat komoditi di beli saaat ini
sedangkan pembayaran dilakukan kemudian uang yang dibayarkan atau diterima
untuk mendapatkan komoditas atau jasa. Dengan kata lain. Uang dipertukarkan
dengan sesuatu yang benar-benar memberikan nialai tambahan bagi
perekonomian.Transaksi lainya seperti judi, riba. Jual-beli superficial
promissory note di larang dalam islam sehingga keseimbangan dalam antara
arus uang dan baran/jasa dapat dipertahankan. Jika di perhatikan secara
seksama. Maka tampak bahwa perputaran uang dalam priode tertentu sama dengan
nilai barang dan jasa yang rentang waktu yang sama.
Isntrumen
lainya yang digunakan pada saat ini untuk mengatur peredara uang serta mengatur
tingkat suku bunga jangka pendek yaitu OMO (melalui jual-beli surat berharga
pemerintah) jelas belum ada pada masa awal perkembangan islam. Selain itu,
jelas tindakan menaikkan dan menurunkan tingkat suku Bunga tersebut
bententangan dengan ajaran islam karena adanya barang yang berkenaan dengan
riba dalam islam itu sendiri
Sistem yang diterapkan
oleh pemerintah yang berhubungan dengan konsumsi, tabungan, dan investasi,
serta perdagangan telah menciptakan instrumen otomatis untuk pelaksanaan
kebijakan moneter.Pada satu sisi sistem ini menjamin keseimbangan uang dan
barang/jasa dan sisi lainnya mencegah penggunaan tabungan untuk tujuan selain
menciptakan kesejahteraan yang lebih nyata di masyarakat.Tambahan pula, adanya
imbalan pahala dari Allah Swt. Sehinggamemperluas pandangan kaum muslimin untuk
ikut berpartisipasi dalam kegiatan perekonomian. Hal tersebut lebih memotivasi
kaum Muslimin untuk berpartisipasi dalam kegiatan investasi an menyalurkan
kekayaan yang dimiliki untuk hal-hal yang tidak mendapatkan hak yang terlalu
istimewa melalui qart hasan, infaq, dan wakaf.
2)
Mazhab Kedua (Mainstream)
Tujuan Kebijakan yang
berlaukan oleh pemerintah adalah maksimisasi sumber daya (resuoces) yang
agar dapat dialokasikan pada kegiatan perekonomian yang produktif. Didalam
Alquran sudah jelas bahwa kita dilarang untuk melakukan penumpukan uang (money
hoarding)yang pada akhirnya akan menjadikan uang tersebut tidak memberikan
manfaat terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Kekayaan yang iddel tersebutakan emnjadikan sumber dana yang pada
awalnya bersifat produktif menjadi tidak produktif oleh sebab itu, mazhab kedua
ini merancang sebuah instrumen kebijakan yang ditujukan untuk memengaruhi besar
kecilnya permintaan uang (M0) agar dapat dialokasikan pada
peningkatan produktivitas perekonomian secara keseluruhan.
Telah di jelaskan ada
bagian-bagian sebelumnya bahwa permintaan dalam islam dikelompokan dalam dua
motif. Yaitu motif transaksi ( transaction motive) dan motif
berjaga-jaga (precautionary motive) semakin banyak uang yang idle.
Maka berarti permintaan uang untuk berjaga-jaga (M0pres)
semakin besar, sedangkan semakin tinggi pajak yang dikenakan terhadap uang yang
idle disbanding terbalik dengan permintaan uang untuk berjaga-jaga dues
of idle fundadalah instrumen kebijakan yang dikenakan pada suatu aset
produktif yang idle.
Apabila permintaan uang
yang ditujukan untuk berjaga-jaga meningkat (M0pres) maka usaha yang dilakukan oleh pemerintah
untuk mengembalikan permintaan uang (M0) pada titik keseimbangan (equilibrium)
adalah dengan cara meningkatkan dues off idle fundyang dikenakan
terhadap uang yang idleakan menyebabkan masyarakat enggan untuk tetap
menyimpan uang idle akan secara sukarela mengalokasikan kekayaanya pada
investasi yang sifatnya produktif.
Instrumen dues of
ilde fund juga dapat memengaruhi permintaan agregatif (AD). Kebijakan yang
ditentukan untuk menentukan agregatif (AD) atau untuk mendorong laju
pertumbuhan pendapatan nasional dapat dilakukan dengan cara meningkatkan dues
of idle fund.
Peningkatan dues of
idle fung akan mengalihkan permintaan uang yang sedianya ditunjuk unutk
pertumbuhan uang/aset yang profduktif kepada tujuan penggunaan uang yang akan
meningkatkan produktivitas uang tersebut di sektor riil. Sehingga investasi
akan meningkat. Peningkatan investasi tentu saja akan berdampak pada
peningkatan permintaan agregatif (AD). Sehingga keseimbangan umum yang baru
akan berada pada tingkat pendapatan nasional yang lebih tinggi.
3) Mazhab
Ketiga (Alternatif)
Mazhab ketiga ini
sangat banyak dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran ilmiah dari Dr M.A.
Choundhury.Sistem yang kebijakanya moneter yang dianjurkan oelh mazhab
iniadalah syurratiq processyaitu dimana suatu kebijakan yang diambil
oleh otoritas moneter adalah berdasarkan musyawarah sebelumnya dengan otoritas
sektor riil.Jadi keputusan-keputusan kebijakan moneter yang kemudian dituangkan
dalam bentuk instrumen moneter biasanya adalah harmonisasi dengan
kebijakan-kebijakan di sektor riil.
Menurut pemikiran yang
ada pada mazhab ini, kebijakan moneter itu adalah repeated games in game theory
dimana bentuk kurva penawaran dan permintaan uang adalah seperti tambang yang
melilit dan ber-slop positif sebagai akibat dari know ledge induced process
dan information sharing yang amat baik. Untuk lebih jelasnya marilah
kita telaah ilustrasi grafik gambar berikut.
Bagaimanakah bias
begitu?Jika kita ingat kembali mazhab dibawah ini mengatakan bahwa keseimbangan
yang etrjadi sektor moneter adalah derivasi dari keseimbangan yang terjadi di
sektor rill.Ditambah pula bahwa kebijakan sektor moneter adalah harmonisasi
dengan kebijakan di sektor riil.Lebih jelasnya.Marilah kita perhatikan ilustrasi
garfik sebagi berikut
Jadi, pergeseran dan
pergerakan permintaan agregatif (AD) dan penawaran agregatif (AS) akan menghasilkan
pergeseran dan pergerakan Permintaan Uang (M0) yang kemudian akan
ditindaklanjuti dengan kebijakan moneter yang diimplementasikan dengan
instrumen-instrumen moneter sehingga terjadi pergeseran dan pergerakan
Penawaran Uang (M0). Hal ini jika melihat pada teori ekonomi
konvensionalnya adalah apa yang dinamakan dengan dynamic equilibrium.
Contoh dari proses
diatas adalah jika terjadi peningkatan Permintaan Agregatif (pada ilustrasi
dari AD1 ke AD2) sebagai peningkatan-peningkatan pada
tingkat konsumsi, atau net-export , atau tingkat invsetasi atau tingkat
pembelanjaan pemerintah, maka akan terjadi kenaikan perminataan uang (pada
gambar dari M01 ke M 02) Dipasar
uang. Respon dari Bank Sentral sebagai otoritas moneter,yang sesuai dengan
mazhab ini dimana otoritas moneter hanya mengeluarkan kebijakan yang harmonis
dengan kebijakan dengan kondisi dektor riil. Adalah dengan meningkatkan
penawaran uang ( pada ilustrasi dari M01 ke M 02)
jika kemudian terjadi lagi peningkatan permintaan uang(M0), maka otoritas
moneter akan merespon dengan hal yang sama yaitu meningkatkan lagi penawaran
uang (M0).
Harmonisasi antara
sektor riil dan sektor moneter yang kemudian menurut Dr M.A. Choundhuryakan
menghasilkan suatu kurva jangka panjang dari M0 dan M0 Yang
Berbetuk Seperti Jalinan Tambang yang harmonis dengan pertumbuhan pendapatan
nasional.
Ø Instrument Kebijakan Moneter dalam Islam
Instrument yang di
perlukan dalam kebijakan moneter Islam diharapkan tidak hanya akan membantu
mengatur penawaran uang seirama terhadap permintaan rill terhadap uang, tetapi
juga memenuhi kebutuhan untuk membiyayai deficit pemerintah yang benar-benar
rill dan mencapai sasaran sosioekonomi masyarakat Islam lainnya. Terdapat
sejumlah elemen untuk mengatur hal ini. Diantaranya (chapra, 2000):
1)
Target pertumbuhan dalam M dan MO.
2)
Saham public terhadap deposito unjuk
(uang giral).
3)
Cadangan wajib resmi.
4)
Pembatas kredit.
5)
Alokasi kredit (pembiyayaan ) yang
berorientasi kepada nilai.
Ø Instrumen Kebijakan Moneter Islam
Menurut Chapra
mekanisme kebijakan moneter yang sesuai dengan syariah islam harus mencakup
enam elemen yaitu:
1. Target
Pertumbuhan M dan Mo.
2. Public
Share of Demand Deposit (Uang giral).
3. Statutory
Reserve Requirement.
4. Credit
Ceilings (Pembatasan Kredit).
5. Alokasi
Kredit Berdasarkan Nilai.
6. Teknik
Lain.
Instrumen Kebijakan Moneter Islam
Alternatif instrumen kebijakan
moneter yang dapat dipakai bank sentral antara lain:
Ø Government
Deposits
Ø Mengatur
nilai tukar mata uang asing bersama-sama
Ø Common
Pool
Ø Equity-Base
Instruments.
Ø Change
In The Profit and Loss Sharing Ratio
Ø Refinance
Ratio (Rasio pembiayaan kembali)
Ø Lending
ratio.
Instrumen Kebijakan Moneter Islam
Ø Instrumen
Moneter Beberapa Bank Sentral
Ø Prinsip Wadiah. Digunakan
di Indonesia berupa Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dan Malaysia berupa
Wadiah Interbank Acceptance (WIA0.
Ø Prinsip Musharakah. Negara
yang menggunakan mekanisme ini adalah sudah yang dikenal sebagai Government
Musharakah Certificate (GMC) dan Central Bank Musharakah Certificate (CIVIC).
Ø Prinsip Mudharabah. Negara
yang menggunakan Republik Iran dikenal dengan National Perticipation Paper
(NPP), Bank Negara Malaysia Mudharabah Money Market Operations
Ø Prinsip Ijarah. Instrumen
pengendalian moneter yang digunakan antara lain Sukuk Al Ijarah. Negara-negara
yang sudah menerbitkan sukuk dan menggunakannya sebagai instrumen pengendalian
moneter antara lain adalah Malaysia, Bahrain dan Indonesia. Surat berharga yang
berbasis sukuk Al Ijarah di Malaysia (Bank
Negara Negotiable Notes).
D. Konsep Permintaan Uang dan
Permintaan Uang Menurut Mazhab
Ø Mazhab
Iqtishaduna
1.
Konsep Uang
Beredar menurut mazhab Iqtishaduna
Pendukung mazhab iqtishaduna ini antara lain Dr. kadim Sadr, Dr. Baqir Al-
Hasani dan Dr. Abbas Mirakhor. Pandangan utama dari mazhab ini adalah jumlah
uang beredar merupakan elastis sempurna, dimana pemerintah sebagai pemegang
otoritas moneter tidak mampu untuk mempengaruhi jumlah uanh yang beredar.
Pendapat ini didasarkan pada asumsi yang mereflesikan gambaran ekonomi pada masa
Rasululloh Saw. Pada masa Nabi Muhammad mata uang yang beredar adalah dinar
(terbuat dari emas) dan dirham (terbuat dari perak) yang diimpor dari Roma dan
persia. Dinar dari roma dan dirham dari persia, nilai tukar saat itu yang
berlaku adalah satu dinar sebanding dengan sepuluh dirham. Banyak rendahnya
permintaan akan dinar atau dirham tergantung dari perdagangan barang dengan
luar negeri. Jika permintaan akan uang naik, maka dinar akan diimpor dengan
cara pasar melakukan ekspor barang ke Roma (untuk mendapatkan dinar) atau ke
persia (untuk mendapatkan dirham). Namun jika permintaan uang turun impor
barang dari luar negerilah yang akan dilakukan. Pada masa ini tidak dikenal dan
memang dilarang pengenaanbea masuk pada barang impor maupun uangimpor, sehingga
permintaan uang internal akan selalu dapt tercukupi. Di samping itu, karena
nilai emas dan perak pada kepingan dinar dan dirham sama dengan nilai
nominal (face value) maka uangnya memungkinkan adanya
peleburan kepingan uang menjadi barang-barang hiasan yang secara otomatisakan
menarikuang beredar dari pasar.[4]
Dengan realitas
perdagangan yang bebas dari bea cukai, relatif kecilnya luas wilayah dan
perdagangan yang relatif baik serta adanya kesamaan antara nilai intrinsik dan
nilai nominalnya mengakibatkan pemerintah tidak mampu untuk mengendalikan
junlah uang beredar. Elastisitas penawaran ini juga didukung dengan tidak
adanya bank sentral yang melakukan pencetakan mata uang sendiri pada masa
Rasululloh. Pencetakan uang baru dilakukan pada kekhalifahaan Ali, namun karena
pemerintahan beliau relatif singkat, yaitu hanya empat tahun dan adanya
instabilitas politijk pada masa itu menyebabkan peredaran uang yang dicetak
belum maksimal beredar secara luas. Secara grafik, keberadaan dab sifat uang
beredar dapat kita lihat pada grafik di bawah ini.
Seperti yang
terlihat pada grafik dibawh ini bahwa fungsi penawaran uang berbentuk elastis
sempurna (perfect elastis). Banyak sedikit Ms yang beredar tidak
akan berdampak dan berpengaruh terhadap rasio harga tangguh terhadap harga
tunai (Pt/Po), karena dengan perdagangan yang bebas dan tidak adanya bea cukai
dari perdagangan tersebut menyebabkan pengontrolan keluar masuk uang akan
selalu diseimbangkan nilainya dengan nilai ekonomi barang yang diperdagangkan.
Perfect elastisitas Ms ini juga didukung oleh kesamaan dari value uang dengan
nilai intrinsiknya serta tidak adanya suatu institusi tertentu yang melakukan
pencetakan uang dan mengontrolnya.
Kebijakan
pendukung yang diberlakukan pada masa rasululloh bertujuan untuk menciptakan
pasar persaingan sempurna. Salah satu penyebab gagalnya pasar persaingan
sempurna adalah adanya mis-informasi di kalangan pelaku ekonomi, dan
terhambatnya kesempatan untuk melakukan perdagangan yang lebih luas.
Sehingga hijaz (penimbunan uang/ barang) yang akan menyebabkan
hilangnya barang atau uang dari pasar dilarang. Praktik hijaz (penimbunan)
akan membawa dampak pada kelangkaan barang dan akhirnya akan meningkatkan
harga-harga, tentu saja peristiwa peningkatan harga-harga akan mematikan beberapa
pengusaha/pedagang dan pada akhirnya mereka akan keluar dari pasar.
Sealnjutnya, pasar akan berubah dari persaingan sempurna menjadi pasar
oligopoly dan monopoli. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah ketika
terjadi hijaz adalah mengenakan sejumlah pajak terhadap barang
atau uang tersebut. Sedangkan kebijakan harga dari adanya praktik tersebut
adalah pemerintah melakukan penentuan harga pasar atau price
intervention kebijakan ini akan memaksa para penimbun barang
mengeluarkan kembali barangnya ke pasar.
Kebijakan kedua
yang ditunjukkan untuk menciptakan pasar persaingan sempurna adalah
larangan tallaqir rukban (membeli barang dari
pedagang yang belum memasuki pasar). Sebelum islam masuk, sering kali para
pedagang Quraisy mencegat para kafilah yang akan berdagang di Makkah dan
membeli harga mereka dengan harga yang lebih rendah dari harga pasar. Pedagang
Quraisy memanfaatkan ketidaktahuan para kafilah tersebut terhadap harga pasar.
2.
Permintaan Uang
Menurut Mazhab Iqtishaduna
Permintaan uang hanya ditujukan untuk dua tujuan pokok, yaitu transaksi dan
berjaga-jaga atau untuk investasi. Secara matematik formula permintaan uang
dapat dituliskan sebagai berikut:
Md = Mdtrans + Mdprec
Permintaan uang untuk transaksi merupakan fungsi dari tingkat pendapatan
yang dimiliki oleh seseorang. Di mana semakin tinggi tngkat pendapatan
seseorang maka permintaan uang untuk memfasilitasi transaksi barang dan jasa
juga akan meningkat.
Fungsi permintaan uang untuk motif berjaga-jaga (meliputi
juga permintaan uang untuk investasi dan tabungan) ditentukan oleh besar
kecilnya harga barang tangguh untuk pembelian barang tidak tunai.
Zaid bin Ali Zainal Abidin Ibn Husein Ibn Ali Ibn Abi
Thalib membolehkan pembayaran dengan harga yang lebih tinggi dari harga tunai
dalam perniagaan komoditi secara kredit. Pt sebagai besarnya harga yang akan
dibayar kredit adalah lebih besar dari harga tunai Po. Pt/Po adalah rasio harga
antara future price dengan present price atau
harga bayar tangguh. Apabila harga bayar tangguh meningkat maka akan mengurangi
permintaan uang kas riil, karena orang akan lebih senang memegang barang yang
akan meningkat harganya pada masa datang daripada memegang dalam wujud uang
kas. Pada masa rasululloh, permintaan uang hanya ada dua yaitu untuk transasksi
dan berjaga-jaga. Md = Mdtr +
Mdpr apabila Mdpr↓ maka Mdtr↑.
Meningkatnya
permintaan uang untuk transaksi ini akan meningkatkan velositas daripada uang
V↑. selanjutnya, dengan adanya kenaikan dari velositas uang ini akan mengakibatkan
meningkatnya harga bayar tangguh Pt/Po. Secara sederhana dapat kita jelaskan
sebagai berikutmengapa Pt/Po naik ketika velositas dari uang naik. Seorang
penjual mangga setiap bulan mampu menjual sebanyak 10 buah, sedangkan
keuntungan setiap kali adalah 10 dirham, maka dalam satu bulan keuntungan dari
penjualan mangga adalah 100 dirham. Apabila penjual tersebut ingin menjual
mangganya dan dibayar pada bulan depan maka dia akan mengenakan
biaya sebesar 10 kali dari keuntungan setiap kali penjualan. Sehingga
dapat dikatakanbahwa harga bayar tangguh dari penjualan mangga ini adalah 10
kali atau sesuai dengan besarnya volasitas/ banyaknya transaksi yang biasanya
terjadi.
Masing-masing
fungsi permintaan uang dibawah untuk transaksi dan berjaga-jaga
dapat kita tuliskan sebagai berikut:
Mdtrans = F(Y)
Mdprec = F (Y,PT/PO)
Dalam formula
permintaan uang dibawah ini kita lihatbahwa variabel bebas pendapatan (Y)
mempunyai koefisien yang positif dan harga bayar tangguh berkoefisien negatif:
Md = F
(Y+,Pt/Po)
Ø Mazhab
Mainstream
1. Konsep
uang beredar menurut mazhab mainstream
Penawaran uang
dalam islam sepenuhnya dikontrol oleh negara sebagai pemegang monopoli dari
penerbitan uang yang sah . keberadaan baitul malsemasa Rasululloh
merupakan prototype dari banyak sentral yang ada selama ini.
Keberadaan bank sentral adalah untuk menerbitkan mata uang dan menjaga nilai
tukarnya agardapatberada pada tingkat harga yang stabil. Negara melakukan
sendiri konrol terhadap penerbitan uang dan kepemilikan atas semua bentuk uang
baik, logam, kertas atau kredit.[5]
Oleh karena itu,
penawaran uang diasumsikan secara penuh dipengaruhi oleh kebijakan central
bank, sehingga secara grafik akan terlihat bahwa Ms bersifat perfect
inelastis, yang berkaitan pada penawaran uang bebas dari pengaruh tinggi
rendahnya kebijakan biaya atas aset yang menganggur. Jumlah uang beredar oleh
otoritas moneter ditetapkan sesuai dengan proporsional tingkat pendapatan atau
nilai transaksi.
Ms = F (µ)
Dan
Ms
= β Y; β > 0
Dalam sebuah grafik bentuk kurva dari penawaran uang
yang inelastis sempurna ini dapat kita gambarkan sebagai berikut:
Bentuk kurva Ms adalah tegak lurus dengan garis
horizontal Ms artinya pergerakan Ms1 dari dan ke Ms 2 tidak dipengaruhi oleh
pergerakan dari nilai µ melainkan oleh variabel eksogen dari luar
sistem ini. Dalam hal ini adalah bank central sebagai pemegang otoritas
moneter. Sedangkan pergerakan µ hanya akan berdampak pada pergerakan
di sepanjang kiurva Ms.
Suatu kondisi yang penting bagi keseimbangan uang
adalah permintaan uang sama dengan permintaan akan uang.[6]
Ms
= Md
Apabila ada
kelebihan permintaan uang, maka instrumen yang digunakan untuk mengembalikan
pada tingkat yang stabil adalah menaikkan biaya atas uang yang
menganggur. Secara matematis dapat kita tuliskan bagaimana keseimbangan
terbentuk pada tingkat pendapatan Y dan biaya atas aset yang
menganggur µ0.
Mdo (Y0/µ0)
Mso = Αy0
Karena ada
kelebihan permintaan uang yang berarti banyak uang yang idle maka
pemerintah menaikkan biaya atas aset yang menganggur menjadi µ1, sehingga
persamaan matematisnya adalah:
Mdo(YO/µ1) = MSo = αYo
Kebijakan untuk
menaikkan biaya atas aset yang menganggur ini akan berdampak pada kenaikan
permintaan uang untuk transaksi investasi dan konsumsi, sehingga akan mengakibatkan
kenaikan tingkat pendapatan. Selanjutnya tingkat pendapatan yang baru akan
mendorong kurva permintaan naik bergeser kekanan, sehingga tingkat keseimbangan
yang baru akan diperoleh sebagai berikut:
Md1 (Y1/µ1) = MS1 = Αy1
2.
Permintaan uang menurut mazhab mainstream
Seperti halnya pada mazhab
pertama di mana permintaan uang dalam islam hanya dikategorikan dalam dua hal
yaitu permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga. Perbedaan baru terlihat
diantara mazhab ini setelah kita membicarakan bagaimana perilaku permintaan
uang untuk motif berjaga-jaga dalam islam dan variabel apa yang mempengaruhi
motif berjaga-jaga ini.
Landasan filosofis dari
teori dasar permintaan uang ini adalah islam mengarahkan sumber-sumber daya
yang ada untuk dialokasikan secara maksimum dan efisien. Pelarangan hoarding
money atau penimbunan kekayaan merupakan kejahatan penggunaan uang
yang harus diperangi. Pengenaaan pajak terhadap aset produktif yang menganggur
merupakan strategi utama yang digunakan oleh mazhab ini. Dues of
idlecash atau pajak atas aset produktif yang menganggur bertujuan
untuk mengalokasikan setiap sumber dana yang ada pada kegiatan usaha produktif.[7]
Pengenaan kebijakan ini akan
berdampak pada pola permintaan uang untuk motif berjaga-jaga. Semakin tinggi
pajak yang dikenakan terhadap aset produktif yang dianggurkan maka permintaan
terhadap aset ini akan berkurang. Secara sederhana dapat dianalogikan sebagai
berikut, ahmad yang memiliki kekayaan berupa tanah dan kemudian tanah tersebut
hanya dianggurkan saja sehingga tidak ada nilai tambah dari kekayaannya, maka
kebijakan yang dikenakan terhadap ahmad tanah tersebut memiliki nilai tambah
adalah mendorong ahmad untuk bersedia mengelola kekayaanya pada kegiatan yang
produktif. Instrumen yang digunakan adalah pajak terhadap pengangguran tanah
tersebut. Sehingga ahmad akan terkena resiko pembayaran pajak apabila tanah
miliknya tetap dianggurkan.
Secara matematis, permintaan
uang untuk mazhab kedua ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Md = Mdtrans + Mdprec
Mdtrans = F (Y)
Mdprec,inv = F (Y,µ)
Tingkat dues
of idle fund diwakili oleh nilai µ, semakin tinggi nilai µ,
maka semakin kecil permintaan uang untuk motif berjaga-jaga karena pada
tingkat µ yang tinggi biaya resiko yang harus dikeluarkan untuk
membayar pajak terhadap uang kas tersebut menjadi naik. Dalam kondisi seperti
ini seseorang akan berusaha memperkecil pajak yang dia bayarkan kepada
pemerintah dengan cara mengurangi kekayaan yang idle. Begitu
juga sebaliknya apabila nilai µ relatif rendah, maka memegang atau
menyimpan uang kas relatif tidak memiliki risiko yang tinggi. Tinggi rendahnya
tingkat risiko menyimpan uang kas yang dipengaruhi oleh besarnya dues
of idle fund dikurangi dengan risiko investasi.
Dalam persamaan
dibawah ini kita dapat tuliskan bahwa variabel pendapatan (Y) berbanding
positif dengan banyaknya permintaan uang dan berbanding terbalik dengan nilai
pajak yang dikenakan terhadap aset atau kekayaan yang dianggurkan.
Md = F (Y+, µ_)
Ø Mazhab
Alternatif
1. Konsep uang
beredar menurut mazhab alternatif
Mazhab ketiga dalam menjelaskan manajemen moneter islam adalah mazhab
alternatif, yang menyatakan bahwa keberadaan uang pada dasarnya terintegrasi
dalam sistem sosial ekonomi yang berlaku. Sehingga value dan jumlah uang
bukanlah variabel utuh yang berdidri sendiri. Terintegrasinya uang dalam sebuah
sistem yang komplek menjadikan uang tidak independent atau bukanlah variabel
yang exogenous. Konsep endogeounitas uang dalam islam ini berbeda
dengan cara pandang terhadap uang dalam mazhab kedua.[8] Tidaklah seperti halnya mazhab kedua yang
mengtakan bahwa bank sentral full control terhadap money supply, melainkan
jumlah uang beredar lebih ditentukan oleh actual spending demand dalam
kebutuhannya untuk transaksi di pasar barang dan jasa.
Asumsi yang digunakan dalam konsep ini adalah:
Pertama, telah terjadinya globalisasi perekonomian menyebabkan bank sentral
tidak lagi mampu melakukan pengontrolan secara penuh terhadap jumlah uang yang
beredar. Keberadaan fund manager adalah salah satu contoh
bahwa pihak diluar bank sentral juga mempunyai pengaruh yang cukup signifikan
dalam mempengaruhi level stock uang yang ada dalam pasar. Fund
managers tidak saja mempengaruhi permintaan akan rupiah melalui
pembelian/penjualan rupiah. Namun lebih jauh dari itu, mereka juga dapat
mempengaruhi penawaran rupiah bila mereka menghilangkan uang rupiah yang
dibelinya.
Kedua, perekonomian mengarah ke tahap islamisasi sistem keuangannya,
sistem ummah sudah mulai diberlakukan dalam sistem perekonomian yang dianut.
Sistem ummah yang dimaksud adalah tidak adanya suku bunga dan penggunaan expected
rate of profit dalam sistem pembiayaan. Sistem ummah ini juga
mengarahkan kepada maksimalisasi sumber dana kepada usaha-usaha yang
bersifatproduktif.
Secara mikroekonomi, penawaran uang adalah funsi dari price stock, yang
berupa expected rate of profit dari akad musyarakah atau
mudharabah. Semakin tinggi expected rate of profit yang
berlaku, maka akan meningkatkan penawaran uang untuk diinvestasikan dalam
sistem pembiayaan mudharabah ini. Karena pelaku dari transaksi ini adalah
pasar. Dan expected rate of profit sendiri adalah kondisi dari
potensi bisnis di sektor riil, maka bank sentral bukan satu-satunya pelaku
ekonomi yang dapat memengaruhi penawaran uang untuk memenuhi kebutuhan transaksi
disektor riil. Pelaku dari pelaku ekonomi-lah yang akan menentukan pada level
berapa jumlah uang yang beredar akan ditawarkan.
2. Permintaan
uang menurut mazhab alternatif
Permintaan uang dalam mazhab ketiga ini, sangat erat kaitannya dengan
konsep endogenous uang dalam islam. Teori endogenous dalam islam secara
sederhana dapat kita artikan bahwa keberadaan uang pada hakikatnya adalah
representasi dari volume transaksi yang ada disektor riil. Teori inilah yang
kemudian menjabatani dan tidak menditonomikan antara pertumbuhan uang disektor
moneter dan pertumbuhan nilai tambah uang disektor riil.
Islam menganggap bahwa perubahan nilai tambah ekonomi tidak dapat
didasarkan semata-mata pada perubahan waktu. Nilai tambah uang terjadi jika dan
hanya jika ada pemanfaatan secara ekonomis selama uang tersebut dipergunakan.
Sehingga tidak selalu nilai uang harus bertambah walau waktu terus bertambah,
akan tetapi nilai tambahnya akan tergantung dari hasil yang diusahakan dengan
uang itu. Secara makroekonom, nilai tambah uang dan jumlahnya hanyalah
representasi dari perubahan dan pertambahan di sektor riil. Konsep inilahyang
kemudian menjadikan landasan sistem moneter islam selalu berpijak pada sektor
makroekonomi.
Permintaan uang adalah representasi dari kseluruhan kebutuhan transaksi
dalam sektor riil. Semakin tinggi kapasitas dan volume sektor riil meningkat,
maka permintaan uang pun akan meningkat. Variabel-variabel yang mempengaruhi
permintaan uang meliputi variabel-variabel sosio-ekonomi (X), kebijakan
pemerintah dalam regulasi ekonomi (Y), dan informasi objektif masyarakat akan
kondisi riil perekonomian. Tidak seperti halnya teori exogenous, uang dalam
literatur konvensional dianggap bahwa permintaan uang dan penawaran uang
dipengaruhi oleh suku bunga. Permintaan uang dan penawaran uang dalam mazhab
ini dipengaruhi oleh besarnya profit sharing atau expectedrate
of profit. Tinggi rendahnya expected rate of profit ini
merupakan representasi dari prospek pertumbuhan aktual ekonomi.
Expectedrate of profit merupakan harapan keuntungan yang bisa didapatkan menginvestasikan uang
disektor riil. Peningkatan investasi berarti penurunan permintaan uang kas yang
disimpan. Apabila expected rate of profit yang akan didapatkan
dari kegiatan investasi disektor riil meningkat, maka penawaran investasi juga
akan meningkat. Tinggi penawaran investasi akan menyebabkan penurunan jumlah
uang kasriil yang dipegang oleh masyarakat. Artinya peningkatan expectedrate
of profit menjadikan orang berkeyakinan bahwa pemegangan uang kas yang
berlebih mengandung kerugian akan h
ilangnya
kesempatan untuk mendapatkan keuntungan bisnis. Akibatnya, seseorang akan
menyesuaikan berapa besar permintaan uang kas riil yang dipegang terhadap
besarnya expected rate of profit.
E.
Uang dalam Perspektif Islam
Dalam konsep ekonomi Islam uang adalah milik masyarakat (money is goods
public). Barang siapa yang menimbun uang atau dibiarkan tidak produktif berarti
mengurangi jumlah uang beredar yang dapat mengakibatkan tidak jalannya
perekonomian. Jika seseorang sengaja menumpuk uangnya tidak dibelanjakan, sama
artinya dengan menghalangi proses atau kelancaran jual beli. Implikasinya
proses pertukaran dalam perekonomian terhambat. Disamping itu penumpukan
uang/harta juga dapat mendorong manusia cenderung pada sifat-sifat tidak baik
seperti tamak, rakus dan malas beramal (zakat, infak dan sadaqah). Sifat-sifat
tidak baik ini juga mempunyai imbas yang tidak baik terhadap kelangsungan
perekonomian. Oleh karenanya Islam melarang penumpukan / penimbunan harta,
memonopoli kekayaan, “al kanzu” sebagaimana telah disebutkan dalam QS:At Taubah
34-35 berikut:
”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari
orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang
dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah.
Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada
jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat)
siksa yang pedih”
Disamping itu uang yang disimpan dan tidak dimanfatkan disektor produktif (idle asset) maka jumlahnya akan semakin
berkurang karena adanya kewajiban zakat bagi umat Islam. Oleh karena itu uang
harus berputar (Money as flow consept). Islam sangat menganjurkan
bisnis/perdagangan, investasi disektor riil.. Uang yang berputar untuk produksi
akan dapat menimbulkan kemakmuran dan kesehatan ekonomi masyarakat.Teori
konvensional meyakini bahwa uang saat ini lebih bernilai dibanding uang di masa
depan (Economic value of time vs time
value of money). Teori ini berangkat dari pemahaman bahwa uang adalah
sesuatu yang sangat berharga dan dapat berkembang dalam suatu waktu tertentu.
Dengan memegang uang orang dihadapkan pada risiko berkurangnya nilai uang
akibat inflasi. Sedangkan jika menyimpan uang dalam bentuk surat berharga, maka
pemilik uang akan mendapatkan bunga yang diperkirakan diatas inflasi yang
terjadi.
Teori time value of money tampak tidak akurat, karena setiap investasi selalu mempunyai kemungkinan
mendapat hasil positif, negatif bahkan tidak mendapat
apa-apa. Dalam teori keuangan hal ini dikenal dengan istilah risk-return relation. Disamping itu kondisi ekonomi tidak selalu menghadapi masalah inflasi. Keberadaan deflasi yang seharusnya menjadi alasan munculnya negative time value of money diabaikan oleh teory ekonomi konvensional.
apa-apa. Dalam teori keuangan hal ini dikenal dengan istilah risk-return relation. Disamping itu kondisi ekonomi tidak selalu menghadapi masalah inflasi. Keberadaan deflasi yang seharusnya menjadi alasan munculnya negative time value of money diabaikan oleh teory ekonomi konvensional.
Ekonomi Islam memandang waktulah yang memiliki nilai ekonomis (penting). Pentingnya
waktu disebutkan Allah dalam QS.Al Ashr :1-3
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati
supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”.
F.
Posisi Bank Sentral dalam Islam
Dalam ekonomi konvensional, bank sentral berfungsi sebagai lembaga yang
bertanggung jawab mengatur kelancaraan proses intermediasi, penyaluran
mata uang dan yang tidak kalah pentingnya, bank sntral merupakan “
lender of the last resort”. Bank sentral mulai berfungsi sebagai
pengelola kebijakan moneter di mulai ketika uang kertas mulai menggantikan uang
emas dan uang yang di keluarkan oleh bank sentral tidak lagi di dukung dengan
cadangan emas.
Konsep bank sentral dengan segala tanggung jawab dan fungsinya ini,
sesungguhnya tidak di kenal dalam sejarah perekonomian Islam. Bahkan muhamad
anwar (dalam tamanni,2002) melihat keberadaan bank sentral sebagai sesuatu yang
tidak Islami, alasannya pengeluaran vi’at money telah secara
langsung menciptakan seignorage kepada pemerintah dan proses ini sekaligus
mentransfer property rill dari masyarakat kepada pihak berkuasa jelas ini
sangat bertentangan dengan apa yang di perintahkan oleh syariah, sebagaimana
firman Allah SWT:
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di
antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan)
harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta
benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.”
(QS, Al-Baqoroh ayat 188)
Tidak islaminya bank sentral ini terkait dengan kegiatan pengedaran uang
yang di lakukannya di mana bank sentral sebagai tangan pemerinta, memperoleh
pendapatan yang tidak adil dari uang yang beredar, atau seignorage. Seignorage
adalah pendapatan yang di terima dari mencetak uang di mana nilai nominal uang
yang di cetak jauh lebih besar dari pada nilai kertas dan biaya pencetakannya.
Fungsi bank sentral dan meninjaunya dengan perspektif sejarah perekonomian
islam. Pertama fungsi mencetak uang atau currency . kedua, sebagai pengawas
lembaga-lembaga keuangan yang ada dan juga mengelola sistem keuangan Negara
agar senantiasa setabil dan terarah.
Dilihat dari kacamata pertama maka aspek pengawasan dan resulasi sector
keuangan perbankan ini akan jatuh ke dalam kewenangan para muhtasib, atau
pengawas pasar keuangan.Muhtasib dan lembaganya, hisbah mempunyai tugas yang
relative sempit dan terbatas. Di antaranya menurut Essid (1995, halaman 188)
dalam tamanni (2002) adalah mengawasi pasar, mengontrol timbangan dan sukatan,
menjaga dari tindakan penipuan, mengaturharga, arbitrasi konflik antara penjual
dan pembeli dan bahkan termasuk juga mengawasi jalan-jalan di perkotaan (urban
roods).
G.
Implementasi dari Instrument Kebijakan
Moneter Islam
Berikut ini adalah contoh aplikasi dari instrument kebijakan moneter islam
di beberapa Negara termasuk Indonesia :
a.
Sudan (BOS) atau Bank Sentral Sudan
Berikut ini adalah instrument-instrumen
moneter yang di gunakan BOS dalam oprasionalnya :
Ø Reserve Requirement, setiap bank harus menyadangkan pada
simpanan BOS sedikitnya 20% (100% untuk simpanan mata uang asing) dari total
dana simpanan masyarakat (dengan mengecualikan simpanan investasi) yang di
refleksikan pada neraca akhir bulan bank tersebut.
Ø Bank-bank konvensional harus mencapai dan memelihara rasio liquiditas
sebesar 10% dari dana tabungan dalam bentuk mata uang lokal.
Ø Pelafon kredit untuk sector-sektor prioritas tertentu seperti:
·
Pertanian
·
Ekspor
·
Perindustrian
·
Pertambangan dan energy
·
Transportasi dan pergudangan
·
Professional, pengrajin, dan bisnis
keluarga ukuran kecil
·
Perumahan rakyat
·
Investasi pada pasar saham resmi
khartoun
Di mana minimum 90% dari dana kredit
bank harus di alokasikan pada sector non-prioritas, termasuk perdagangan
demostik dan jasa yang tidak berhubungan dengan sector prioritas.
Ø
Foreign exchange operation sebagai alat BOS untuk menjaga stabilitas nilai tukar uang (bukan
untuk fungsi control likuiditas).
Ø
OMO dengan menggunakan instrument
Ø
Central Bank Mushraka Certificate (CMC) dimana fungsi sekuiritas bank sentral konvensional sebagai
pengendali likuiditas uang terpenuhi dengan keberadaan sekuritas yang
berdasarkan sistem bagi hasil. CMC mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a)
Tidak mempunyai tinggal jatuh tempo.
b)
Berbasiskan akuitas (equity-based) dalam jumlah tertentu dari investasi BOS dan
pemerintah di bank –bank konvensional.
Ø
Government Musharaka Certificate (GMC) Secara garis besar, kegunaan GMC adalah:
a)
Pembiyayaan anggaran
b)
Instrument OMO bagi BOS
c)
Mobilisasi tabungan nasional
d)
Mendorong investasi
e)
Sebagai alat pengembangan pasar uang
yang sesuai dengan syariah islam
f)
Ijaroh certificate (sukuk)
g)
Dll.
b.
Di Negara Iran
Ø Reserve require ment ratio antara 10%-30%.
Ø Adjusted open market operation pada dasarnya
omo tidak dapat efektif di gunakan pada negara yang pasar keuangannya
/finansialnya belum berkemban.
Ø Discount rate karena adanya pelarangan terhadap riba,
maka instrument jenis ini tidak di gunakan seluas seperti pada sistem perbankan
konvensional.
Ø Credit ceiling untuk mengendalikan penciptaan
uang, pertumbuhan likuiditas oleh otoritas moneter.
c.
Di Negara Indonesia
Ø
GWM (Giro Wajib Minimum )
dalam pelaksanaannya GWM ini besarnya adalah 5% dari dana pihak ke tiga yang
berbentuk IDR (rupiah) dan 3% dari dana pihak ketiga yang berbentuk mata uang
asing. Sedangkan dana pihak ketiga yang di maksud disini adalah dalam bentuk :
·
Giro wadia’ah
·
Tabungan mudorobah
·
Deposito investasi mudhorobah
·
Kewajiban lainnya
·
Sertifikat Investasi Mudharobah antar bank syariah (IMA) Sertifikat Wadilah Bank Indonesia (SWBI)
adalah instrument BI yang sesuai dengan syariah islam yang di gunakan dalam
omo. Dan juga dapat di gunakan oleh bank-bank syariah yang mempunyai kelebihan
likuiditas sebagai sarana penitipan dana jangka pendek. Instrumen Bank
Indonesia yang sesuai dengan syariah Islam yang digunakan dalam operasi pasar
terbuka. Instrumen ini digunakan untuk mengendalikan uang beredar dengan jalan
menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat melalui bank
syariah. Instrumen ini juga dijadikan sebagai sarana penitipan dana jangka
pendek khususnya bagi bank yang mengalami kelebihan likuiditas. Operasionalnya,
SWBI memiliki nilai nominal minimum Rp 500 jt dengan jangka waktu yang
dinyatakan dalam hari (misalnya: 7 hari; 14 hari; 30 hari). Pembayaran dan
pelunasan SWBI melalui debit/kredit rekening giro bank yang ada di Bank
Indonesia. Jika jatuh tempo dana akan dikembalikan beserta bonus yang
ditentukan berdasarkan parameter sertifikat IMA.
·
Dan masih banyak bentuk aplikasi
kebijakan moneter yang lainnya.
·
H. Kebijakan Moneter Syariah dalam
AL-Qur’an dan Hadits
Konsep Uang Dalam Islam
Ø Uang
bukan komoditi yang mempunyai harga sehingga dapat diperjualbelikan. Fungsi
uang hanya sebagai medium of exchange dan unit of account
Ø Money
is Public Goods (larangan menimbun uang/harta)
Ø Flow
Concept (uang/harta tidak boleh idle,
harus di manfaatkan di sektor produktif)
Ø Economic
Value of Time
Ø Larangan
Bunga/Riba (spekulasi)
Larangan Bunga/Riba dalam Al-Qur’an
Ø Bunga/riba
dalam bahasa Inggris disebut ‘usury’ dalam ekonomi konvensional identik dengan
riba.
Ø Riba
secara bahasa adalah tambahan
Ø Para
ulama fiqh mendefinisikan riba dengan kelebihan harta dalam suatu muamalah
dengan tidak ada imbalannya/gantinya.
Ø Dictionary
of Finance and Investment Terms – Barrons: Cost of using money, expressed as a
rate per period of time, usually one year, in which case it is called an annual
rate of interest. Bunga adalah tanggungan pada pinjaman uang yang biasanya
dinyatakan dengan presentase dari uang yang dipinjamkan.
Ø Riba
menurut Al-Qur’an adalah setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu
transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah, Ibnu Al ‘Arabi Al
Maliki (kitab Ahkam Al Quran). Transaksi pengganti atau penyeimbang adalah
transaksi bisnis atau komersial seperti jual beli, gadai, sewa atau bagi hasil.
Ø Dalam
Al Quran ditemukan kata riba terulang sebanyak delapan kali, terdapat dalam
empat surat, yaitu Al Baqarah, Ali ‘Imran, An Nisa’, dan Ar Rum. Tiga surat
pertama adalah Madaniyyah sedang
surat Ar Rum adalah Makiyyah.
Tahap-tahap pembicaraan
riba Al Quran
1. Penggambaran
adanya unsur negatif di dalamnya QS. Ar Rum:39
2. Kecaman
atas orang-orang Yahudi yang memakan riba yang merupakan isyarat tentang
keharamannya QS. An Nisa:161
3. Secara
eksplisit, dinyatakan keharaman salah satu bentuknya, secara tegas melarang
memakan riba secara berlipat ganda QS. Ali ‘Imran:130
4.
Tahap terakhir, diharamkan secara
total dalam berbagai bentuknya QS. Al Baqarah: 275-280
Hikmah Pelarangan Riba
Ø Pengembangan
peluang investasi dan mencagah pemanfaatan tabungan untuk tujuan yang tidak
islami.
Ø Menciptakan
koordinasi dan keseimbangan antara perputaran uang dan produksi barang.
Ø Mewujudkan
persamaan yang adil antara pemilik harta (modal) dengan usaha, serta memikul
risiko, secara berani dan penuh rasa tanggung jawab. Inilah yang dimaksud
dengan pengertian “Keadilan Islam” (Qardhawi: 2001)
Uang dan Kebijakan Moneter
Ø Kebijakan
moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara. Biasanya otoritas
moneter dipegang oleh Bank Sentral suatu negara.
Ø Sasaran
yang ingin dicapai adalah memelihara kestabilan nilai uang baik terhadap faktor
internal maupun eksternal. Stabilitas nilai uang mencerminkan stabilitas harga
yang pada akhirnya akan mempengaruhi realisasi pencapaian tujuan pembangunan
suatu negara, seperti pemenuhan kebutuha dasar, pemerataan distribusi,
perluasan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi riil yang optimum dan
stabilitas ekonomi.
Kebijakan Moneter Islam
Ø Secara
prinsip kebijakan moneter islam berbeda dengan yang konvensional terutama dalam
pemilihan target dan instrumennya.
Ø Prinsip
syariah tidak membolehkan adanya jaminan terhadap nilai nominal maupun rate return (suku bunga)
Ø Target
pelaksanaan kebijakan moneter bukan menetapkan suku bunga sebagai
target/sasaran operasionalnya.
Ø Instrumen
moneter bank syariah adalah hukum syariah.
Kebijakan moneter syariah: Bank
Indonesia
Sbagai otoritas moneter,
pengembangan ekonomi dan perbankan Islam adalah merupakan amanat dari UU no. 23
tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan
memungkinkan cara-cara pengendalian moneter oleh Bank Indonesia dapat
dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah.
Kebijakan Bank Indonesia untuk
pengembangan perbankan syariah antara lain:
Ø Pedoman
Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI),
Ø Ketentuan
mengenai kehati-hatian perbankan syariah.
Ø Giro,
wajib minimum (Statutory Reserve Requirements), PBI No. 6/21/PBI/2000 tgl 3
Agustus 2004
Ø Kliring
PBI No. 2/4/PBI/2000 tgl 11 Febuari 2000
Ø Pasar
uang antar bank berdasarkan prinsip syariah (PUAS) PBI No.2/8/PBI/2000 tgl 23
febuari 2000
Ø Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia (SWBI) PBI No. 6/7/PBI/2004 tgl 16 Febuari 2004
Dinar dan Dirham sebagai satuan
uang dalam Islam
Menurut An Nabhani dalam bukunya
membangun Sistem Ekonomi Alternatif, perspektif Islam; ada 5 (lima) hal yang
menunjukkan bahwa satuan perhitungan dan alat tukar yang telah ditentukan
secara baku menurut ketentuan syariah adalah emas dan perak. Lima hal yang telah
menjadikan uang sebagai suatu masalah yang pendapat atasnya sangat tergantung
kepasa nash syara’ tersebut yaitu:
Keharaman menimbunnya, kewajiban
mengeluarkan zakatnya, adanya hukum-hukum pertukarannya, diamnya Rasul untuk
melakukan transaksi dengannya, serta keterkaitan diyat dan potong tangan dalam
pencurian.
Dengan mengikuti argumen yang dibangun
oleh ulama diatas, karena syara’ menyatakan uang dengan hukum-hukum yang
terkait dengan semua itu adalah dalam bentuk emas dan perak, maka uang dalam
Islam haruslah berupa emas dan perak. Dengan kata lain berupa dinar dan dirham.
Pertama,
yakni
larangan penimbunan harta (QS. At
Taubah:34-35)
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil, dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih; pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahanam, lalu dibakar dengannya dahi, lambung, dan punggung mereka, (lalu dikatakan) kepada mereka, Inilah harta benda kalian yang kalian simpan untuk diri kalian sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kalian simpan itu.”
Ketika islam melarang praktik penimbunan
harta (kanzul mal), islam hanya
mengkhususkan larangan kanzul mal
tersebut untuk emas dan perak, padahal harta (mal) itu mencakup semua barang yang bisa dijadikan kekayaan. Qamh, kurma dan uang adalah mal. Sementara kanzul mal tersebut hanya
nampak pada uang saja, bukan pada barang dan tenaga. Sedangkan yang dikehendaki
oleh ayat tersebut adalah larangan menimbun
uang, sebab uang merupakan alat tukar umum, dan karena menimbun uang
itulah maka lahirlah larangan tersebut. Adapun mengumpulkan selain uang itu
tidak disebut kanzul mal melainkan disebut ihtikar. Oleh karena itu ayat yang
melarang menimbun emas dan perak, sesungguhnya
adalah larangan untuk menimbun uang. Dimana ayat tersebut telah menentukan
uang tertentu, yang dilarang oleh llah untuk ditimbun, yaitu emas dan perak.
Dalam penafsirannya, larangan disini
ditujukan kepada alat tukar (medium of
exchange) yang berupa uang, karena itu menimbun emas dan perak sebagai
barang hukumnya adalah haram, baik yang sudah dicetak ataupun belum.
Kedua:
Islam
telah mengaitkan emas dan perak dengan hukum-hukum yang baku dan tidak
berubah-ubah. Ketika Nabi mewajibkan diyat, yakni hukum denda, Nabi telah
menentukannya dengan ukuran tertentu dalam bentuk emas.
Ketiga:
Nabi
mendiamkan pemakaiannya dalam berbagai transaksi, juga menetapkan berat emas
dan perak tersebut dengan berat tertentu yaitu timbangan penduduk Mekkah.
Beliau telah membuat standar uang ini dalam bentuk uqiyyah, dirham, daniq,
qirath, mitsqal dan dinar.
Keempat:
ketika
Allah SWT mewajibkan zakat uang, maka Allah telah mewajibkan zakat tersebut
untuk emas dan perak, kemudian Allah menentukan nishab zakat tersebut dengan
nishab emas dan perak. Dengan adanya zakat emas dan perak tersebut, telah
menentuka bahwa uang tersebut berupa emas dan perak.
Kelima:
hukum-hukum
yang terkait dengan pertukaran mata uang (money changer) yang terjadi dalam
transaksi uang, yang menurut ulama ini hanya dilakukan dengan emas dan perak.
Keunggulan Sistem Dinar dan Dirham
serta Permasalahannya
Keunggulan satuan uang emas dan perak
dalam perekonomian secara umum:
Ø Secara
pasti sistem uang emaas bersifat Internasional. Dunia secara keseluruhan telah
mempraktikkan sistem uang dan perak sejak ditemukannya uang.
Ø Akan
menjaamin penetapan kurs mata uang antar negara. Artinya satu mata uang tidak
akan bisa mempermainkan nilai mata uang lain yang mengakibatkan depresiasi, dan
membuat sebuah negara tiba-tiba menjadi miskin sementara negara lain menjadi
kaya.
Ø Bank-bank
dan pemerintah tidak akan serampangan mencetak uang seperti pada uang kertas
sehingga dapat mencegah inflasi.
Ø Pemerintah
akan menghargai kekayaan negara (emas dan perak juga sumber daya alam lain)
untuk tidak dilarikan ke negara lain dan lebih menjamin kesejahteraan
rakyatnya.
Ø Akan
mengakibatkan kebebasan pertukaran baik mengimpor maupun mengekspornya. Yakni
masalah yang menentukan peranan kekuatan uang, kekayaan dan perekonomian. Dalam
kondisi semacam ini aktivitas pertukaran mata uang tidak akan terjadi karena
adanya tekanan luar negeri, sehingga bisa mempengaruhi harga-harga barang dan
pekerja.
Ø Adnya
kestabilan kurs pertukaran mata uang antar negara. Karena tetapnya kurs
pertukaran mata uang tersebut maka akan menyebabkan meningkatnya perdagangan
internasional, sebab para pelaku bisnis dalam perdagangan luar negeri tidak
takut bersaing. Karena kurs uangnya tetap, maka mereka tidak khawatir dalam
mengembangkan bisnisnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam kebijakan moneter islam, walaupun pencapaian
tujuan akhirnya tidak berbeda, namun dalam pelaksanaannya secara prinsip,
moneter syari’ah berbeda dengan yang konvensional terutama dalam
pemilihan target dan instrumennya. Perbedaan yang mendasar antara kedua jenis
instrumen tersebut adalah prinsip syariah tidak membolehkan adanya jaminan
terhadap nilai nominal maupun rate return (suku bunga). Oleh
karena itu, apabila dikaitkan dengan target pelaksanaan kebijakan moneter maka
secara otomatis pelaksanaan kebijakan moneter berbasis syariah tidak
memungkinkan menetapkan suku bunga sebagai target atau sasaran operasionalnya.
Ekonomi moneter merupakan salah
satu bidang yang dibahas dalam ekonomi islam. Ilmu moneter adalah bagian dari
ilmu ekonomi yang mempelajari tentang sifat serta pengaruh uang terhadap
kegiatan ekonomi. Banyak topik yang dibahas dalam kajian moneter dalam bidang
ekonomi diantaranya peranan dan fungsi uang, sistem moneter dan pengaruhnya
terhadap jumlah uang dan kredit, struktur dan fungsi bank, pengaruh uang dan
kredit dalam prekonomian, stabilitas ekonomi, distribusi pendapatan, dan masih
banyak lagi. Sebagaimana kita
ketahui, dalam kehidupan ekonomi, uang ibarat darah dalam tubuh manusia. Oleh
karenanya, uang memiliki nilai (dalam fungsinya) pada aktivitas ekonomi. Dalam
islam permintaan akan uang terutama dalam transaksi dan kebutuhan kebanyakan
ditentukan oleh tingkat pendapatan dan distribusinya. Permintaan spekulatif
akan uang pada dasarnya dipicu oleh fluktuasi tingkat suku bunga dalam
perekonomian kapitalis. Penurunan tingkat suku bunga yang disertai dengan
harapan akan meningkat merangsang orang atau perusahaan untuk tetap menyimpan
uangnya. Karena dalam perekonomian kapitalis bunga seringkali berfluktuasi.
Dengan penghapusan bunga ini dan kewajiban akan zakat 2,5% setahun dapat
meminimalisir permintaan spekulatif akan uang.
Bunga sesungguhnya merupakan
permasalahan yang mengakibatkan ketidakstabilan perekonomian, karena jelas
dalam Al-qur’an bahwa riba itu sangat dilarang atau haram. Hikmah dari
pelarangan riba ini adalah agar terjadi hubungan patnership antara pemilik
modal dan usaha secara adil. Dalam perekonomian Islam, sektor perbankan tidak
mengenal Instrumen suku bunga. Sistem keuangan Islam menerapkan sistem
pembagian keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing), bukan
dengan tingkat bunga yang telah menetapkan tingkat keuntugan di muka. Besar
kecilnya pembagian keuntungan yang diperoleh nasabah perbankan Islam ditentukan
besar kecilnya keuntungan yang diperoleh Bank dalam kegiatan investasi dan
pembiayaan yang dilakukan pada sektor riil. Jadi, dalam keuangan
Islam, hasil dari investasi dan pembiayaan yang dilakukan bank dalam sektor
riil yang menentukan besar kecilnya pembagian keuntungan di sektor moneter.
Artinya sektor moneter memiliki ketergantungan terhadap sektor riil.
Adapun fungsi bank sentral dalam perspektif ekonomi
Islam antara lain:
·
Pertama : Memproduksi dan mendistribusikan uang dengan
kordinasi pemerintah mengusahakan stabilitas internal dan eksternalnya.
·
Kedua :Bank sentral juga bertugas sebagai
pengawas lembaga-lembaga keuangan yang ada dan juga mengelola sistem keuangan
negara agar senantiasa stabil dan terarah. Ia harus melakukan persiapan untuk
kliring dan penyelesaian cek dalam transfer dan harus bertindak sebagai Lener of
Last Resort.
B. Saran
Haruslah disadari bahwa untuk
mewujudkan sasaran Islam, tidak hanya harus melakukan reformasi dan
perekonomian dan masyarakat sejalan dengan garis-garis Islam, namun peran
positif pemerintah juga diperlukan dan semua kebijakan pemerintah Negara
termasuk fiskal, moneter, dan pendapatan, harus berjalan seirama.
Praktik-praktik yang monopolistis harus dihilangkan dan setiap usaha harus di
lakukan untuk menghapuskan kekakuan struktural dan menggalakkan semua faktor
yang mampu menghasilkan peningkatan penawaran barang dan jasa.
DAFTAR PUSTAKA
Karim, Adiwarman azwar. Ekonomi
Makro Islami, Raja Gratindo Persada,Jakarta. 2008.
Hidayat, Mohamad. Pengantar Ekonomi Islam, Jakarta, 2009.
Rozalinda, Ekonomi Islam Teori dan Aplikasinya Pada Aktivitas Ekonomi, Jakarta:
Rajawali Pers, 2015.
Nasution, Mustafa Edwin, Pengenalan
Eksklusif Ekonomi Islam, Kencana, Jakarta 2015.
[1]
Muh Diya al-Din al-Ris (1961), Al-kharaj wa al-nuzum al-Maliyya li al-Dawlah
al-islamiyyah, Cairo: Al Maktabah Al Angelo al Misriyah, 2nd ed,
hlm. 369.
2Misri, Rafiq al-(1990), Al-Islam wa al-Nuqud,
Jeddah: Markaz al-Nashr al-llmi King Abdul Aziz University, 2nd ed.
3M. Umer
Chapra. (2000).: “Why was Islamic Prohibited Interest?”, Review of Islamic
Economics, No.9, hlm, 5-20.
4Sebagaimana dikutip dalam M. U. Chapra (1997), Al-Quran: Menuju Sistem
Moneter yang Adil, (terjemahan Toward A Just Monetary System), Yogyakarta: Dana
Bhakti Prima Yasa, hlm. 85.
20M. U. Chapra, (1997) Al Quran: Menuju Sistem
Moneter yang Adil. (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa), bab 5.
21Ibid, hlm. 166.
[4] Mustafa Edwin Nasution, pengenalan eksklusif
ekonomi islam, (jakarta: kencana prenada group, 2007), hal: 98
[5] Said Sa’ad Marthon,Ekonomi Islam,(Jakarta:Bestari
Buana Murni,2004)hlm: 80
[9]
Muh Diya al-Din al-Ris (1961), Al-kharaj wa al-nuzum al-Maliyya li al-Dawlah
al-islamiyyah, Cairo: Al Maktabah Al Angelo al Misriyah, 2nd ed,
hlm. 369.
2Misri, Rafiq al-(1990), Al-Islam wa al-Nuqud,
Jeddah: Markaz al-Nashr al-llmi King Abdul Aziz University, 2nd ed.
3M. Umer
Chapra. (2000).: “Why was Islamic Prohibited Interest?”, Review of Islamic
Economics, No.9, hlm, 5-20.
4Sebagaimana dikutip dalam M. U. Chapra (1997), Al-Quran: Menuju Sistem
Moneter yang Adil, (terjemahan Toward A Just Monetary System), Yogyakarta: Dana
Bhakti Prima Yasa, hlm. 85.
20M. U. Chapra, (1997) Al Quran: Menuju Sistem
Moneter yang Adil. (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa), bab 5.
21Ibid, hlm. 166.
[12] Mustafa Edwin Nasution, pengenalan eksklusif
ekonomi islam, (jakarta: kencana prenada group, 2007), hal: 98
[13] Said Sa’ad Marthon,Ekonomi Islam,(Jakarta:Bestari
Buana Murni,2004)hlm: 80
Tidak ada komentar:
Posting Komentar