Wirausaha Umum dan Wirausaha Islam
Dosen Pengampu : Lili
Supriyadi, MM
Disusun
Oleh :
Rizca
Amira Puspa 11150810000084
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1438 H/2017 M
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT
karena atas rahmat dan karunia-Nya makalah ini dapat terselesaikan dengan baik
dan tepat waktu. Makalah ini disusun agar pembaca dapat lebih memahami tentang
kewirausahaan Umum dan Kewirausahaan Islam.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Saya menyadari bahwa
penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini.
Tangerang, 15 April 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar i
Daftar
Isi ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
B. Rumusan
Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pengelolaan dan Kewirausahaan
B.
Ciri dan Watak
dalam Kewirausahaan
C.
Tahap-tahap dan
Proses dalam Kewirausahaan
D.
Faktor-faktor
Motivasi Dalam Berwirausaha
E.
Kegiatan
Kewirausahaan Menurut Pandangan Islam
F.
Berwirausaha
menurut ajaran agama Islam
G.
Perilaku Terpuji
dalam Berwirausaha
H.
Sifat-Sifat
Seorang Wirausaha
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Terjadinya kegagalan pada model pembangunan di masa
lalu, menyadarkan akan perlunya reorientasi baru dalam pembangunan, yaitu
pendekatan pembangunan yang memperhatikan lingkungan dan pembangunan yang
berwajah manusiawi. Pendekatan tersebut menempatkan manusia sebagai faktor
kunci yang memainkan peran penting dalam segala segi. Proses pembangunan
hendaknya sebagai suatu proses yang populisme, konsentrasi pembangunan lebih
pada ekonomi kerakyatan, dengan mengedepankan fasilitas pembangunan pada usaha
rakyat kecil.
Bertolak dari model pembangunan yang humanisme
tersebut maka dibutuhkan program-program pembangunan yang memberikan prioritas
pada upaya memberdayakan masyarakat. Dalam konteks Good Governance ada
tiga pilar yang harus menopang jalannya proses pembangunan, yaitu masyarakat
sipil, pemerintah dan swasta. Oleh karena itu SDM/masyarakat menjadi pilar
utama yang harus diberdayakan sejak awal.
Dalam pembangunan perekonomian rakyat untuk
memberdayakan rakyat hendaklah disertai transformasi secara seimbang, baik itu
transformasi ekonomi, sosial, budaya maupun politik. Sehingga akan terjadi
keseimbangan antara kekuatan sosial, ekonomi, dan budaya.
Dengan adanya pemberdayaan, masyarakat dapat
menjalankan pembangunan dengan diberikan hak untuk mengelola sumber daya yang
ada. Masyarakat miskin diberikan kesempatan untuk merencanakan dan melaksanakan
pogram pembangunan yang telah mereka tentukan. Dengan demikian masyarakat
diberi kekuasaan untuk mengelola dana sendiri, baik yang berasal dari
pemerintah maupun pihak lain.
Menurut Winarni dalam Sulistiyani (2004:79)
inti dari pemberdayaan ada tiga hal, yaitu pengembangan
(enabling), memperkuat potensi atau daya (empowering), dan
terciptanya kemandirian. Pada hakikatnya pemberdayaan merupakan penciptaan
suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat dapat berkembang.
Setiap masyarakat pasti memiliki daya, akan tetapi masyarakat tidak menyadari,
atau bahkan belum diketahui. Oleh karena itu, daya harus digali, dan kemudian
dikembangkan.
Pendidikan kewirausahaan (entrepreneurship) di
Indonesia masih kurang memperoleh perhatian yang cukup memadai, baik oleh dunia
pendidikan, masyarakat, maupun pemerintah. Banyak praktisi pendidikan yang
kurang memperhatikan aspek-aspek penumbuhan mental, sikap, dan prilaku
kewirausahaan peserta didik, baik di sekolah kejuruan maupun profesional
sekalipun. Orientasi mereka pada umumnya hanya pada upaya-upaya menyiapkan
tenaga kerja yang siap pakai. Sementara itu, dalam masyarakat sendiri telah
berkembang lama kultur feodal (priyayi) yang diwariskan oleh penjajahan
Belanda. Sebagian besar anggota masyarakat memiliki persepsi dan harapan
bahwa output dari lembaga pendidikan dapat menjadi pekerja
(karyawan, administrator atau pegawai) oleh karena dalam pandangan mereka bahwa
pekerja (terutama pegawai negeri) adalah priyayi yang memiliki status sosial
cukup tinggi dan disegani oleh masyarakat.
Akan tetapi, melihat kondisi objektif yang ada,
persepsi dan orientasi di atas musti diubah karena sudah tidak lagi sesuai
dengan perubahan maupun tuntutan kehidupan yang berkembang sedemikian
kompetitif. Pola berpikir dan orientasi hidup kepada pengembangan kewirausahaan
merupakan suatu yang mutlak untuk mulai dibangun, paling tidak dengan melihat realitas
sebagai berikut:
Senantiasa terjadi ketidakseimbangan antara
pertambahan jumlah angkatan kerja setiap tahun jika dibandingkan dengan
ketersediaan lapangan kerja yang ada. Tentu saja kondisi seperti ini akan
mengakibatkan persaingan yang semakin ketat dalam upaya mendapatkan
pekerjaan. Sementara hidup ini tetap harus berjalan dan penghasilan tetap
harus dicari untuk menutup berbagai kebutuhan hidup yang kian mahal.
Yang dibutuhkan dalam menghadapi tantangan di era
global ini adalah manusia mandiri (independent) yang memiliki keunggulan
kompetitif maupun komparatif, mampu membangun kemitraan sehingga tidak
menggantungkan pada orang lain. Menurut Samuel Hutington, di sini hukum insani
berlaku, bahwa yang mampu bertahan adalah mereka yang berkualitas (bukan yang
kuat).
Posisi pekerja, karyawan, dan pegawai (pada umumnya di
negara berkembang) sering berada pada posisi yang lemah dan ditempatkan sebagai
alat produksi (subordinasi) sehingga tidak memiliki daya tawar yang seimbang.
Bekerja sebagai karyawan/pegawai dapat mencerminkan jiwa pemalas. Sebaliknya,
ia malah tidak dapat mengembangkan ide dan visi selama ia bekerja untuk orang
lain.
Berdasarkan asumsi tersebut maka pemberdayaan adalah
upaya untuk membangun daya, dengan cara mendorong, memotivasi, dan membangkitkan
kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya
dengan dilandasi proses kemandirian.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah yang di maksud
dengan pengelolaan dan kewirausahaan?
2.
Bagaimanakah
ciri dan watak dalam kewirausahaan?
3.
Bagaimanakah
tahap-tahap dan proses dalam kewirausahaan?
4.
Bagaimanakah
faktor-faktor motivasi dalam berwirausaha?
5.
Bagaimakah
kegiatan kewirausahaan menurut pandangan Islam?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk
menjelaskan pengertian pengelolaan dan kewirausahaan.
2.
Untuk
mengidentifikasikan ciri dan watak dalam kewirausahaan.
3.
Untuk
menjelaskan dan mengidentifikasikan tahap-tahap dan proses dalam berwirausaha.
4.
Untuk
mengidentifikasikan faktor-faktor motivasi dalam berwirausaha.
5.
Untuk
menjelaskan dan mengidentifikasi kegiatan kewirausahaan menurut pandangan
Islam.
D. Manfaat Penulisan
1.
Meningkatkan
pengetahuan dan wawasan akan ciri dan watak berwirausaha. Selain itu juga,
wawasan akan berwirausaha menurut pandangan Islam semakin jelas dan dapat
meningkatkan motivasi dalam berwirausaha.
2.
Meningkatkan pengetahuan
akan kewirausahaan beserta proses-prosesnya.
3.
Menumbuhkan dan
meningkatkan motivasi untuk mulai dan terus berwirausaha.
4.
Meningkatkan
pengetahuan akan kewirausahaan menurut pandangan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pengelolaan dan Kewirausahaan
1. Pengertian Pengelolaan
Pengelolaan = manajemen (D. Sudjana)
Manajemen adalah suatu proses yang khusus yang terdiri
dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran
yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber
lainnya (G.R. Terry)
Manajemen merupakan serangkaian kegiatan merencanakan,
mengorganisasikan, menggerakkan, mengendalikan dan mengembangkan terhadap
segala upaya dalam mengatur dan mendayagunakan sumberdaya manusia, sarana dan
prasarana secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi yang
telah ditetapkan. (Stoner,1981)
2. Pengertian Kewirausahaan
Kewirausahaan pertama kali muncul pada abad 18 diawali
dengan penemuan-penemuan baru seperti mesin uap, mesin pemintal, dll. Tujuan
utama mereka adalah pertumbuhan dan perluasan organisasi melalui inovasi dan
kreativitas. Keuntungan dan kekayaan bukan tujuan utama. Secara sederhana
arti wirausahawan (entrepreneur)
adalah orang yang berjiwa berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam
berbagai kesempatan, berjiwa berani mengambil resiko artinya bermental mandiri
dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam
kondisi tidak pasti. (Kasmir, 2007 : 18)
Pengertian kewirausahaan relatif berbeda-beda antar
para ahli/sumber acuan dengan titik berat perhatian atau penekanan yang
berbeda-beda, diantaranya adalah penciptaan organisasi baru (Gartner, 1988),
menjalankan kombinasi (kegiatan) yang baru (Schumpeter, 1934), ekplorasi
berbagai peluang (Kirzner, 1973), menghadapi ketidakpastian (Knight, 1921), dan
mendapatkan secara bersama faktor-faktor produksi (Say, 1803).
Beberapa definisi tentang kewirausahaan diantaranya adalah sebagai berikut:
Richard Cantillon (1775)
Kewirausahaan didefinisikan sebagai bekerja sendiri (self-employment). Seorang wirausahawan
membeli barang saat ini pada harga tertentu dan menjualnya pada masa yang akan
datang dengan harga tidak menentu. Jadi definisi ini lebih menekankan pada
bagaimana seseorang menghadapi resiko atau ketidakpastian
Jean Baptista Say (1816)
Seorang wirausahawan adalah agen yang menyatukan
berbagai alat-alat produksi dan menemukan nilai dari produksinya.
Frank Knight (1921)
Wirausahawan mencoba untuk memprediksi dan menyikapi
perubahan pasar. Definisi ini menekankan pada peranan wirausahawan dalam
menghadapi ketidakpastian pada dinamika pasar. Seorang wirausahawan disyaratkan
untuk melaksanakan fungsi-fungsi manajerial mendasar seperti pengarahan dan
pengawasan
Joseph Schumpeter (1934)
Wirausahawan adalah seorang inovator yang
mengimplementasikan perubahan-perubahan di dalam pasar melalui
kombinasi-kombinasi baru. Kombinasi baru tersebut bisa dalam bentuk (1)
memperkenalkan produk baru atau dengan kualitas baru, (2) memperkenalkan metode
produksi baru, (3) membuka pasar yang baru (new
market), (4) Memperoleh sumber pasokan baru dari bahan atau komponen baru,
atau (5) menjalankan organisasi baru pada suatu industri.
Schumpeter mengkaitkan wirausaha dengan konsep inovasi
yang diterapkan dalam konteks bisnis serta mengkaitkannya dengan kombinasi
sumber daya.
Penrose (1963)
Kegiatan kewirausahaan mencakup identifikasi
peluang-peluang di dalam sistem ekonomi. Kapasitas atau kemampuan manajerial
berbeda dengan kapasitas kewirausahaan.
Harvey Leibenstein (1968, 1979)
Kewirausahaan mencakup kegiatan-kegiatann yang
dibutuhkan untuk menciptakan atau melaksanakan perusahaan pada saat semua pasar
belum terbentuk atau belum teridentifikasi dengan jelas, atau komponen fungsi
produksinya belum diketahui sepenuhnya.
Salah satu kesimpulan yang bisa ditarik dari berbagai
pengertian tersebut adalah bahwa kewirausahaan dipandang sebagai fungsi yang
mencakup eksploitasi peluang-peluang yang muncul di pasar. Eksploitasi tersebut
sebagian besar berhubungan dengan pengarahan dan atau kombinasi input yang
produktif. Seorang wirausahawan selalu diharuskan menghadapi resiko atau
peluang yang muncul, serta sering dikaitkan dengan tindakan yang kreatif dan inovatif.
Wirausahawan adalah orang yang merubah nilai sumber
daya, tenaga kerja, bahan dan faktor produksi lainnya menjadi lebih besar
daripada sebelumnya dan juga orang yang melakukan perubahan, inovasi dan
cara-cara baru.
Selain itu, seorang wirausahawan menjalankan peranan
manajerial dalam kegiatannya, tetapi manajemen rutin pada operasi yang sedang
berjalan tidak digolongkan sebagai kewirausahaan. Seorang individu mungkin
menunjukkan fungsi kewirausahaan ketika membentuk sebuah organisasi, tetapi
selanjutnya menjalankan fungsi manajerial tanpa menjalankan fungsi
kewirausahaannya. Jadi kewirausahaan bisa bersifat sementara atau kondisional.
Kesimpulan lain dari kewirausahaan adalah proses
penciptaan sesuatu yang berbeda nilainya dengan menggunakan usaha dan waktu
yang diperlukan, memikul resiko finansial, psikologi dan sosial yang
menyertainya, serta menerima balas jasa moneter dan kepuasan pribadi.
B. Ciri dan Watak dalam Kewirausahaan
a)
Ciri-ciri
Kewirausahaan
1.
Percaya diri.
2.
Berorientasi
pada tugas dan hasil.
3.
Pengambilan
resiko.
4.
Kepemimpinan.
5.
Keorisinilan.
6.
Berorientasi ke
masa depan.
b)
Watak
Kewirausahaan
1.
Keyakinan,
ketidaktergantungan, individualistis, dan optimisme.
2.
Kebutuhan untuk
berprestasi, berorientasi laba, ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras,
mempunyai dorongan kuat, energetik dan inisiatif
3.
Kemampuan untuk
mengambil resiko yang wajar dan suka tantangan
4.
Perilaku sebagai
pemimpin, bergaul dengan orang lain, menanggapi saran-saran dan kritik
5.
Inovatif dan
kreatif serta fleksibel.
6.
Pandanga ke
depan, perspektif.
(Sumber : dari Meredith, et.a., dalam Suryana, 2001 :
8)
Dalam konteks bisnis, seorang entrepreneur membuka usaha baru (new ventures) yang menyebabkan munculnya produk baru arau ide
tentang penyelenggaraan jasa-jasa. Karakteristik tipikal entrepreneur (Schermerhorn Jr, 1999)
C. Tahap-tahap dan Proses dalam Kewirausahaan
v Tahap-tahap
Kewirausahaan:
a)
Kepercayaan diri
b)
Berorientasi
pada action
Secara umum tahap-tahap melakukan wirausaha:
a)
Tahap memulai,
tahap di mana seseorang yang berniat untuk melakukan usaha mempersiapkan segala
sesuatu yang diperlukan, diawali dengan melihat peluang usaha baru yang memungkinkan
membuka usaha baru, melakukan akuisisi, atau melakukan franchising. Juga memilih jenis usaha yang akan dilakukan apakah
di bidang pertanian, industri / manufaktur / produksi atau jasa.
b)
Tahap
melaksanakan usaha atau diringkas dengan tahap “jalan”, tahap ini seorang
wirausahawan mengelola berbagai aspek yang terkait dengan usahanya, mencakup
aspek-aspek : pembiayaan, SDM, kepemilikan, organisasi, kepemimpinan yang
meliputi bagaimana mengambil resiko dan mengambil keputusan, pemasaran, dan
melakukan evaluasi.
c)
Mempertahankan
usaha, tahap di mana wirausahawan berdasarkan hasil yang telah dicapai
melakukan analisis perkembangan yang dicapai untuk ditindaklanjuti sesuai
dengan kondisi yang dihadapi.
d)
Mengembangkan
usaha, tahap di mana jika hasil yang diperoleh tergolong positif atau mengalami
perkembangan atau dapat bertahan maka perluasan usaha menjadi salah satu
pilihan yang mungkin diambil.
v Proses
Kewirausahaan:
Menurut Carol Noore yang dikutip oleh Bygrave (1996 :
3)
proses kewirausahaan diawali dengan adanya inovasi. Inovasi
tersebut dipengeruhi oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal,
seperti pendidikan, sosiologi, organisasi, kebudayaan dan lingkungan.
Faktor-faktor tersebut membentuk locus of
control, kreativitas, keinovasian, implementasi, dan pertumbuhan yang
kemudian berkembang menjadi wirausaha yang besar. Secara internal, keinovasian
dipengaruhi oleh faktor yang bersal dari individu, seperti locus of control, toleransi, nilai-nilai, pendidikan, pengalaman.
Sedangkan faktor yang berasal dari eksternal yang mempengaruhi diantaranya
model peran, aktivitas, dan peluang. Oleh karena itu, inovasi berkembangan menjadi
kewirausahaan melalui proses yang dipengrauhi lingkungan, organisasi dan
keluarga (Suryana, 2001 : 34)
Secara ringkas, model proses kewirausahaan mencakup
tahap-tahap berikut (Alma, 2007 : 10 – 12) :
a)
proses inovasi
b)
proses pemicu
c)
proses
pelaksanaan
d)
proses
pertumbuhan
v Aspek-aspek Yang Perlu Diperhatikan
Dalam Melakukan Wirausaha
1. Kemampuan memotivasi
diri
Kemampuan
memotivasi diri dalam menumbuhkan tekad, semangat dalam melakukan kegiatan
usaha. Kemampuan memotivasi diri sangat ditentukan oleh locus of control dalam diri wirausaha. Kemampuan memotivasi diri
bisa berasal dari dalam diri sendiri (internal
locus of control) dalam mencapai kehidupan yang lebih baik, pengembangan
diri, penataan financial. Kemampuan
memotivasi diri bisa juga berasal dari pengaruh lingkungan luar, seperti
melihat mereka yang sudah berhasil, lingkungan sekitar banyak wirausaha, dorongan
orang tua, keluarga bahkan juga dari anjuran konsultan, psikolog.
2.
Kemampuan berinisiatif
Kemampuan
berinisiatif adalah mengerjakan sesuatu yang baik tanpa menunggu perintah orang
lain yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga dalam jangka panjang
menumbuhkan kebiasaan berinisiatif yang akan menghasilkan kreativitas dan
inovasi. Inovasi merupakan sebuah desakan dalam diriwirausaha untuk selalu
menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda yang dapat dijadikan piranti dalam
menghasilkan barang maupun jasa yang dibutuhkan pengguna.
3. Kemampuan membentuk modal (capital)
Kemapuan
membentuk modal sangat menentukan kelancaran dalam memulai usaha.
Semangat dan tekat untuk berusaha dan pemahaman tentang pengelolaan
keungan (financial management)
menjadi dasar dalam kemampuan membentuk modal. Modal usaha dapat berasal dari
modal sendiri, hutang jangka pendek, menengah, kerjasama manajemen, bantuan,
dan lain-lain.
4. Kemampuan mengatur waktu (Time management skill)
Melakukan
kegiatan usaha baik menghasilkan barang maupun jasa, berkarir dalam organisasi
membutuhkan ketekunan, ketelitian dan juga keseriusan yang juga berhubungan
langsung dengan kemampuan mengatur waktu, wirausahwan yang menanggung bermacam
risiko, membutuhkan manajemen waktu yang tepat, kapan memulai pekerjaan dan
kapan selesai, skedul waktu bekerja dan dalam menyelesaikan pekerjaan sangat
menentukan keberhasilan kegiatan usaha. Ada pepatah “time is money”. Contoh: seorang ahli psikolog, dokter ahli
dikatakan berhasil apa bila dia bisa menjalankan profesi dan juga mampu
memberikan waktu untuk keluarga.
5. Kemampuan mental yang dilandasi
agama
Ada
kalanya kesuksesan seorang wirausaha membutuhkan waktu yang cukup lama.
Perjalankan kesuksesan wirausaha adakalanya mengalami siklus naik-turun. Pada
saat kehidupan wirausaha pada kondisi sulit kekuatan mental yang dilandasi
keyakinan dan agama sangat diperlukan guna menghadapi tekanan kesulitan.
6. Kemampuan mengambil hikmah dari
pengalaman
Kehidupan
bisnis dapat diibaratkan kehidupan manusia, kadang kondisinya sehat, kadang
kondisinya kurang sehat, bahkan mati. Kehidupan wirausaha dalam menjalankan
usaha pada umumnya mengalami pasang surut. Kegagalan, kemerosotan dalam bisnis
adalah hal wajar. Pengalaman wirausaha yang baik dan pengalaman yang
menyakitkan dapat merupakan pengalaman yang berharga apabila wirausaha tersebut
mampu mengambil hikmah. Pengalaman merupakan bahan referensi dalam bersikap,
berperilaku, mengambil kebijakan, dan menjalankan usaha dimasa kini dan masa
depan.
D. Faktor-faktor Motivasi Dalam Berwirausaha
Ciri-ciri wirausaha yang berhasil (Kasmir, 27 – 28) :
Memiliki visi dan tujuan yang jelas. Hal ini berfungsi
untuk menebak ke mana langkah dan arah yang dituju sehingga dapat diketahui
langkah yang harus dilakukan oleh pengusaha tersebut.
Inisiatif dan selalu proaktif. Ini merupakan ciri
mendasar di mana pengusaha tidak hanya menunggu sesuatu terjadi, tetapi
terlebih dahulu memulai dan mencari peluang sebagai pelopor dalam berbagai
kegiatan.
Berorientasi pada prestasi. Pengusaha yang sukses
selalu mengejar prestasi yang lebih baik daripada prestasi sebelumnya. Mutu
produk, pelayanan yang diberikan, serta kepuasan pelanggan menjadi perhatian
utama. Setiap waktu segala aktifitas usaha yang dijalankan selalu dievaluasi
dan harus lebih baik dibanding sebelumnya.
Berani mengambil risiko. Hal ini merupakan sifat yang
harus dimiliki seorang pengusaha kapanpun dan dimanapun, baik dalam bentuk uang
maupun waktu.
Kerja keras. Jam kerja pengusaha tidak terbatas pada
waktu, di mana ada peluang di situ dia datang. Kadang-kadang seorang pengusaha
sulit untuk mengatur waktu kerjanya. Benaknya selalu memikirkan kemajuan
usahanya. Ide-ide baru selalu mendorongnya untuk bekerja kerjas merealisasikannya.
Tidak ada kata sulit dan tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan.
Bertanggungjawab terhadap segala aktifitas yang
dijalankannya, baik sekarang maupun yang akan datang. Tanggungjawab seorang
pengusaha tidak hanya pada segi material, tetapi juga moral kepada berbagai
pihak.
Komitmen pada berbagai pihak merupakan ciri yang harus
dipegang teguh dan harus ditepati. Komitmen untuk melakukan sesuatu memang
merupakan kewajiban untuk segera ditepati dana direalisasikan.
Mengembangkan dan memelihara hubungan baik dengan
berbagai pihak, baik yang berhubungan langsung dengan usaha yang dijalankan
maupun tidak. Hubungan baik yang perlu dijalankan, antara lain kepada : para
pelanggan, pemerintah, pemasok, serta masyarakat luas.
Dari analisis pengalaman di lapangan, ciri-ciri
wirausaha yang pokok untuk dapat berhasil dapat dirangkum dalam tiga sikap,
yaitu :
1.
Jujur, dalam
arti berani untuk mengemukakan kondisi sebenarnya dari usaha yang dijalankan,
dan mau melaksanakan kegiatan usahanya sesuai dengan kemampuannya. Hal ini
diperlukan karena dengan sikap tersebut cenderung akan membuat pembeli
mempunyai kepercayaan yang tinggi kepada pengusaha sehingga mau dengan rela
untuk menjadi pelanggan dalam jangka waktu panjang ke depan.
2.
Mempunyai tujuan
jangka panjang, dalam arti mempunyai gambaran yang jelas mengenai perkembangan
akhir dari usaha yang dilaksanakan. Hal ini untuk dapat memberikan motivasi
yang besar kepada pelaku wirausaha untuk dapat melakukan kerja walaupun pada
saat yang bersamaan hasil yang diharapkan masih juga belum dapat diperoleh.
3.
Selalu taat
berdoa, yang merupakan penyerahan diri kepada Tuhan untuk meminta apa yang
diinginkan dan menerima apapun hasil yang diperoleh. Dalam bahasa lain, dapat
dikemukakan bahwa ”manusia yang berusaha, tetapi Tuhan-lah yang menentukan !”
dengan demikian berdoa merupakan salah satu terapi bagi pemeliharaan usaha
untuk mencapai cita-cita.
Kompetensi perlu dimiliki oleh wirausahawan seperti
halnya profesi lain dalam kehidupan, kompetensi ini mendukungnya ke arah kesuksesan.
Dun & Bradstreet business Credit Service (1993 : 1) mengemukakan 10
kompetensi yang harus dimiliki, yaitu :
1.
Knowing your business, yaitu mengetahui usaha apa yang akan dilakukan.
Dengan kata lain, seorang wirausahawan harus mengetahui segala sesuatu yang ada
hubungannya dengan usaha atau bisnis yang akan dilakukan.
2.
Knowing the basic business management, yaitu mengetahui dasar-dasar pengelolaan bisnis,
misalnya cara merancang usaha, mengorganisasi dan mengendalikan perusahaan,
termasuk dapat memperhitungkan, memprediksi, mengadministrasikan, dan
membukukan kegiatan-kegiatan usaha. Mengetahui manajemen bisnis berarti
memahami kiat, cara, proses dan pengelolaan semua sumberdaya perusahaan
secara efektif dan efisien.
3.
Having the proper attitude, yaitu memiliki sikap yang sempurna terhadap usaha
yang dilakukannya. Dia harus bersikap seperti pedagang, industriawan,
pengusaha, eksekutif yang sunggung-sungguh dan tidak setengah hati.
4.
Having adequate capital, yaitu memiliki modal yang cukup. Modal tidak hanya
bentuk materi tetapi juga rohani. Kepercayaan dan keteguhan hati merupakan
modal utama dalam usaha. Oleh karena itu, harus cukup waktu, cukup uang, cukup
tenaga, tempat dan mental.
5.
Managing finances effectively, yaitu memiliki kemampuan/mengelola keuangan, secara
efektif dan efisien, mencari sumber dana dan menggunakannnya secara tepat, dan
mengendalikannya secara akurat.
6.
Managing time efficiently, yaitu kemampuan mengatur waktu seefisien mungkin.
Mengatur, menghitung, dan menepati waktu sesuai dengan kebutuhannya.
7.
Managing people, yaitu kemampuan merencanakan, mengatur, mengarahkan/ memotivasi,
dan mengendalikan orang-orang dalam menjalankan perusahaan.
8.
Statisfying customer by providing high quality product, yaitu memberi kepuasan kepada pelanggan dengan cara
menyediakan barang dan jasa yang bermutu, bermanfaat dan memuaskan.
9.
Knowing Hozu to
Compete, yaitu mengetahui strategi / cara bersaing. Wirausaha harus dapat
mengungkap kekuatan (strength),
kelemahan (weaks), peluang (opportunity), dan ancaman (threat), dirinya dan pesaing. Dia harus
menggunakan analisis SWOT baik terhadap dirinya dan terhadap pesaing.
10.
Copying with regulation and paper work, yaitu membuat aturan / pedoman yang jelas tersurat,
tidak tersirat. (Triton, 2007 :137 – 139)
Delapan anak tangga menuju puncak karir berwirausaha (Alma, 106 – 109),
terdiri atas :
1.
Mau kerja keras
(capacity for hard work)
2.
Bekerjasama
dengan orang lain (getting things done
with and through people)
3.
Penampilan yang
baik (good appearance)
4.
Yakin (self confidence)
5.
Pandai membuat
keputusan (making sound decision)
6.
Mau menambah
ilmu pengetahuan (college education)
7.
Ambisi untuk
maju (ambition drive)
8.
Pandai
berkomunikasi (ability to communicate)
E. Kegiatan Kewirausahaan Menurut Pandangan Islam
Islam memang tidak memberikan penjelasan secara
eksplisit terkait konsep tentang kewirausahaan (entrepreneurship) ini,
namun di antara keduanya mempunyai kaitan yang cukup erat, memiliki ruh atau
jiwa yang sangat dekat, meskipun bahasa teknis yang digunakan berbeda.
Dalam Islam digunakan istilah kerja
keras, kemandirian (biyadihi), dan tidak cengeng. Setidaknya
terdapat beberapa ayat al-Qur’an maupun Hadis yang dapat menjadi rujukan pesan
tentang semangat kerja keras dan kemandirian ini, seperti: “Amal yang paling baik adalah pekerjaan yang
dilakukan dengan cucuran keringatnya sendiri, amalurrajuli biyadihi “(HR.Abu Dawud)
“Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah”, “al yad al ‘ulya khairun min al yad al sufla”(HR.Bukhari dan Muslim)
dengan bahasa yang sangat simbolik ini Nabi mendorong
umatnya untuk kerja keras supaya memiliki kekayaan, sehingga dapat memberikan
sesuatu pada orang lain), atuzzakah. (Q.S. Nisa : 77)
“Manusia harus membayar zakat (Allah mewajibkan
manusia untuk bekerja keras agar kaya dan dapat menjalankan kewajiban membayar
zakat)”.
Dalam sebuah ayat Allah mengatakan, “Bekerjalah kamu, maka Allah dan orang-orang
yang beriman akan melihat pekerjaan kamu”(Q.S. at-Taubah : 105).
Oleh karena itu, apabila shalat telah
ditunaikan maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia (rizki)
Allah. (Q.S. al-Jumu’ah : 10)
Bahkan sabda Nabi, “Sesungguhnya bekerja mencari rizki
yang halal itu merupakan kewajiban setelah ibadah fardlu” (HR.Tabrani dan Baihaqi).
Nash ini jelas memberikan isyarat agar manusia bekerja keras dan hidup mandiri. Bekerja
keras merupakan esensi dari kewirausahaan. Prinsip kerja keras, menurut
Wafiduddin, adalah suatu langkah nyata yang dapat menghasilkan kesuksesan (rezeki),
tetapi harus melalui proses yang penuh dengan tantangan (resiko). Dengan
kata lain, orang yang berani melewati resiko akan memperoleh peluang rizki yang
besar. Kata rizki memiliki makna bersayap, rezeki sekaligus reziko.
Dalam sejarahnya Nabi Muhammad, istrinya dan sebagian
besar sahabatnya adalah para pedagang dan pengusaha mancanegara yang piawai. Beliau adalah
praktisi ekonomi dan sosok tauladan bagi umat. Oleh karena itu, sebenarnya
tidaklah asing jika dikatakan bahwa mental entrepreneurship inheren
dengan jiwa umat Islam itu sendiri. Bukanlah Islam adalah agama kaum pedagang,
disebarkan ke seluruh dunia setidaknya sampai abad ke -13 M, oleh para pedagang
muslim.
Dari aktivitas perdagangan yang dilakukan, Nabi dan
sebagian besar sahabat telah merubah pandangan dunia bahwa kemuliaan seseorang
bukan terletak pada kebangsawanan darah, tidak pula pada jabatan yang tinggi,
atau uang yang banyak, melainkan pada pekerjaan.
Oleh karena itu, Nabi juga bersabda “Innallaha
yuhibbul muhtarif” (sesungguhnya
Allah sangat mencintai orang yang bekerja untuk mendapatkan penghasilan).
Umar Ibnu Khattab mengatakan sebaliknya bahwa, “Aku benci salah seorang di
antara kalian yang tidak mau bekerja yang menyangkut urusan dunia.
Keberadaan Islam di Indonesia juga disebarkan oleh
para pedagang. Di samping menyebarkan ilmu agama, para pedagang ini juga
mewariskan keahlian berdagang khususnya kepada masyarakat pesisir. Di wilayah
Pantura, misalnya, sebagian besar masyarakatnya memiliki basis keagamaan yang
kuat, kegiatan mengaji dan berbisnis sudah menjadi satu istilah yang sangat
akrab dan menyatu sehingga muncul istilah yang sangat terkenal jigang (ngaji
dan dagang).
Sejarah juga mencatat sejumlah tokoh Islam terkenal
yang juga sebagai pengusaha tangguh, Abdul Ghani Aziz, Agus Dasaad, Djohan
Soetan, Perpatih, Jhohan Soelaiman, Haji Samanhudi, Haji Syamsuddin, Niti
Semito, dan Rahman Tamin.
Apa yang tergambar di atas, setidaknya dapat menjadi
bukti nyata bahwa etos bisnis yang dimiliki oleh umat Islam sangatlah tinggi,
atau dengan kata lain Islam dan berdagang ibarat dua sisi dari satu keping mata
uang. Benarlah apa yang disabdakan oleh Nabi, “Hendaklah kamu berdagang karena di dalamnya terdapat 90 persen pintu rizki”
(HR. Ahmad).
v Motif
Berwirausaha Dalam Bidang Perdagangan menurut ajaran agama Islam, yaitu:
1.
Berdagang untuk Cari
Untung
Pekerjaan berdagang adalah sebagian dari pekerjaan
bisnis yang sebagian besar bertujuan untuk mencari laba sehingga seringkali
untuk mencapainya dilakukan hal-hal yang tidak baik. Padahal ini sangat
dilarang dalam agama Islam. Seperti diungkapkan dalam hadis : “ Allah
mengasihi orang yang bermurah hati waktu menjual, waktu membeli, dan waktu
menagih piutang.”
Pekerjaan berdagang masih dianggap sebagai suatu
pekerjaan yang rendahan karena biasanya berdagang dilakukan dengan penuh trik,
penipuan, ketidakjujuran. Penyelewengan seperti ini berdampak
buruk kepada perdangan, padahal perdangan adalah salah satu usaha dan
pekerjaaan Rasulullah SAW.
2.
Berdagang adalah
Hobi
Konsep berdagang adalah hobi banyak dianut oleh para
pedagang dari Cina. Mereka menekuni kegiatan berdagang ini dengan
sebaik-baiknya dengan melakukan berbagai macam terobosan, yaitu dengan open
display (melakukan pajangan di halaman terbuka untuk menarik minat
orang), window display (melakukan pajangan di depan
toko), interior display (pajangan yang disusun didalam toko),
dan close display (pajangan khusus barang-barang berharga agar
tidak dicuri oleh orang yang jahat).
3.
Berdagang adalah
Ibadah
Bagi umat Islam berdagang lebih kepada bentuk Ibadah
kepada Allah. Karena apapun yang kita lakukan harus memiliki niat untuk
beribadah agar mendapat berkah. Berdagang dengan niat ini akan mempermudah
jalan kita mendapatkan rezeki. Para pedagang dapat mengambil barang dari tempat
grosir dan menjual ditempatnya. Dengan demikian masyarakat yang ada
disekitarnya tidak perlu jauh untuk membeli barang yang sama. Sehingga nantinya
akan terbentuk patronage buying motive yaitu suatu motif
berbelanja ketoko tertentu saja.
Berwirausaha memberi peluang kepada orang lain untuk
berbuat baik dengan cara memberikan pelayanan yang cepat, membantu kemudahan
bagi orang yang berbelanja, memberi potongan, dll. Perbuatan baik akan selalu
menenangkan pikiran yang kemudian akan turut membantu kesehatan jasmani. Hal
ini seperti yang diungkapkan dalam buku The
Healing Brain yang menyatakan bahwa fungsi utama otak bukanlah untuk
berfikir, tetapi untuk mengembaliakn kesehatan tubuh. Vitalitas otak dalam
menjaga kesehatan banyak dipengaruhi oleh frekuensi perbuatan baik. Dan aspek
kerja otak yang paling utama adalah bergaul, bermuamalah, bekerja sama, tolong
menolong, dan kegiatan komunikasi dengan orang lain.
4.
Perintah Kerja
Keras
Kemauan yang keras dapat menggerakkan motivasi untuk
bekerja dengan sungguh-sungguh. Orang akan berhasil apabila mau bekerja keras,
tahan menderita, dan mampu berjuang untuk memperbaiki nasibnya. Menurut Murphy
dan Peck, untuk mencapai sukses dalam karir seseorang, maka harus dimulai
dengan kerja keras. Kemudian diikuti dengan mencapai tujuan dengan orang lain,
penampilan yang baik, keyakinan diri, membuat keputusan, pendidikan, dorongan
ambisi, dan pintar berkomunikasi. Allah memerintahkan kita untuk tawakkal dan
bekerja keras untuk dapat mengubah nasib. Jadi intinya adalah inisiatif,
motivasi, kreatif yang akan menumbuhkan kreativitas untuk perbaikan hidup.
Selain itu kita juga dianjurkan untuk tetap berdoa dan memohon perlindungan
kepada Allah swt sesibuk apapun kita berusaha karena Allah lah yang menentukan
akhir dari setiap usaha.
5. Perdagangan Pekerjaan Mulia dalam Islam
Pekerjaan berdagang ini mendapat tempat terhormat
dalam ajaran Islam, seperti disabdakan Rasul yang artinya :
“ Mata pencarian apakah yang paling baik, Ya
Rasulullah?”Jawab beliau: Ialah seseorang yang bekerja dengan tangannya sendiri
dan setiap jual beli yang bersih.” (HR. Al-Bazzar).
Dalam QS.Al-Baqarah:275 dijelaskan bahwa
Allah swt telah menghalalkan kegiatan jual beli dan mengharamkan riba. Kegiatan
riba ini sangat merugikan karena membuat kegiatan perdagangan tidak berkembang.
Hal ini disebabkan karena uang dan modal hanya berputar pada satu pihak saja
yang akhirnya dapat mengeksploitasi masyarakat yang terdesak kebutuhan hidup.
v 6 SIFAT TERPUJI DALAM PERDAGANGAN:
Menurut Imam Al Ghazali, ada 6 sifat perilaku yang terpuji
dalam perdagangan, yaitu:
1. Tidak
mengambil laba lebih banyak, seperti yang lazim dalam dunia dagang, yaitu
menjual barang lebih murah dari saingan atau sama dengan pedagang lain yang
sejenis.
2. Membayar
harga agak lebih mahal kepada pedagang miskin, ini adalah amal yang lebih baik
dari pada sedekah biasa. Jika membeli barang dari seorang penjual yang miskin
maka lebihkanlah pembayaran dari harga semestinya.
3. Memurahkan
harga atau memberi potongan kepada pembeli yang miskin, ini akan memiliki
pahala yang berlipat ganda.
4. Bila
membayar hutang, pembayarannya dipercepat dari waktu yang ditentukan.
5. Membatalkan
jual beli, jika pihak pembeli menginginkannya. Ini sesuai dengan prinsip bahwa
pembeli adalah raja. Sebab penjual harus menjaga hati langganan agar langganan
puas, kepuasan konsumen adalah target pedagang.
6. Bila
menjual bahan pangan kepada orang miskin secara cicilan, maka jangan ditagih
bila orang miskin itu tidak mampu membayarnya dan membebaskan mereka dari
hutang jika meninggal dunia. Hutang ini
sudah melekat pada kehidupan masyarakat kita. Dosa hutang tidak akan hilang
apabila tidak dibayarkan. Bahkan orang yang mati syahidpun dosa utangnya tidak
berampun. Jadi jika seseorang meninggal, maka ahli warisnya wajib melunasi
hutang tersebut. Tapi jika orang tersebut telah berusaha membayarnya, tetapi
memang betul-betul tidak mampu, dan ia kemudian meninggal dunia, maka Rasul saw
menjadi penjaminnya. Seperti dalam hadis berikut :
“ Barang siapa dari umatku yang punya hutang, kemudian
ia berusaha keras untuk membayarnya, lalu ia meninggal dunia sebelum lunas
hutangnya, maka aku sebagai walinya.” (HR. Ahmad).
v KARAKTERISTIK SEORANG WIRAUSAHA
ISLAM
Dalam ajaran
Islam, ada beberapa sifat atau karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang
wirausaha, yaitu :
1. Sifat
takwa, tawakkal, dzikir dan syukur
Sifat-sifat di atas harus
benar-benar dilaksanakan dalam kehidupan (praktek bisnis) sehari-hari. Ada
jaminan dari Allah bahwa : “barang sapa
yang takwa kepada Allah, maka Allah akan mengadakan baginya jalan keluar, dan
Allah memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka”. Tawakkal
ialah suatu sifat penyerahan diri kepada Allah secara aktif, tidak cepat
menyerah. Berdzikir artinya selalu menyebut Asma Allah dalam hati dengan
merendahkan diri dan rasa takut serta tidak mengeraskan suara dalam segala keadaan.
Selalu ingat Allah membuat hati menjadi tenang, segala usaha dapat dilakukan
dengan kepala dingin dan lancar. Selain itu rasa syukur juga akan membuat hati
menjadi tenang, ungkapan rasa syukur ini dapat dilakukan baik secara diam-diam
dalam hati maupun diucapkan dengan lisan atau dalam bentuk perbuatan.
2. Jujur
Dalam suatu hadis dinyatakan : “Kejujuran itu akan membawa ketenangan dan
ketidakjujuran akan menimbulkan keragu-raguan”. (HR. Tirmidzi). Jujur dalam
segala kegiatan bisnis, menimbang, mengukur, membagi, berjanji, membayar
hutang, jujur dalam berhubungan dengan orang lain akan membuat ketenangan lahir
dan batin.
3. Niat
suci dan ibadah
Bagi seorang muslim melakukan
bisnis adalah dalam rangka ibadah kepada Allah. Demikian pula hasil yang
diperoleh dalam bisnis akan dipergunakan kembali di jalan Allah.
4. Adzan
dan bangun lebih pagi
Rasulullah
telah mengajarkan kepada umatnya, agar mulai bekerja sejak pagi hari, selesai
sholat subuh, jangan kamu tidur, bergeraklah, carilah rizki dari Tuhanmu. Para
malaikat akan turun dan membagi rizki sejak terbit fajar sampai terbenam
matahari.
Dalam sebuah hadist disebutkan bahwa :” Hai anakku,
bangunlah!sambutlah rizki dari Rabb-mu dan janganlah kamu tergolong orang yang
lalai, karena sesungguhnya Allah membagikan rizki manusia antara terbitnya
fajar sampai menjelang terbitnya matahari.”(HR. Baihaqi)
5. Toleransi
Toleransi, tenggang rasa, tepo
seliro, lamat diawak katuju diurang (Minang) harus dianut oleh orang-orang yang
bergerak dalam bidang bisnis. Dengan demikian tampak orang bisnis itu supel atau
mudah bergaul, komunikatif, praktis, tidak banyak teori, fleksibel, pandai
melihat situasi dan kondisi, toleransi terhadap langganan, dan tidak kaku.
6. Berzakat
dan berinfaq
Mengeluarkan zakat dan infaq harus
menjadi budaya muslim yang bergerak dalam bidang bisnis. Harta yang dikelola
dalam bidang bisnis, laba yang diperoleh harus disisihkan sebagian untuk
membantu anggota masyarakat yang membutuhkan. Dalam ajaran Islam sudah jelas
bahwa harta yang dizakatkan dan diinfaqkan tidak akan hilang, melainkan menjadi
tabungan yang berlipat ganda baik di dunia maupun diakhirat.
Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh
Muslim menyatakan : “Tidaklah harta
itu akan berkurang karena disedekahkan dan Allah tidak akan akan menambahkan
orang yang suka memberi maaf kecuali kemuliaan. Dan tidaklah seorang yang suka
merendahkan diri karena Allah melainkan Allah akan meninggikan derajatnya.”(HR.
Muslim).
Dalam hadist tersebut telah diungkapkan bahwa dengan
berzakat dan berinfak maka kita tidak akan miskin, melainkan Allah akan melipat
gandakan rizki kita. Dengan berzakat, hal itu juga akan membersihkan harta kita
sehingga harta yang kita peroleh memang benar-benar harta yang halal.
Al
Qur’an
menyatakan : “Barang siapa yang takwa
kepada Allah, niscaya Allah akan memberi jalan keluar baginya. Dan Allah
memberi rizki dari arah atau sumber yang tidak disangka-sangka”. (QS. At
Thalaq : 2-3)
7. Silaturrahmi
Orang bisnis seringkali melakukan
silaturrahmi dengan partner bisnisnya ataupun dengan langganannya. Hal ini
sesuai dengan ajaran Islam bahwa seorang Islam harus selalu mempererat silaturahmi
satu sama lain. Manfaat silaturahmi ini di samping mempererat ikatan
persaudaraan, juga sering kali membuka peluang-peluang bisnis yang baru. Hadis
Nabi menyatakan : “Siapa yang ingin murah
rizkinya dan panjang umurnya, maka hendaklah ia mempererat hubungan
silaturrahmi” (HR. Bukhari).
Kegiatan produksi saat ini sudah menggunakan
mesin yang serba canggih, tidak dapat dilakukan oleh orang-orang awam, akan
tetapi harus menggunakan manajemen yang baik. Haruslah seorang wirausaha yang
akan mengurusnya, sebab segala sesuatu urusan akan hancur apabila diurus oleh
orang yang bukan ahlinya. Seperti dinyatakan dalam hadis berikut :
“Apabila
urusan di serangkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya” (HR.
Bukhari).
Fungsi-fungsi manajemen seperti planning, organizing, actuating,
controlling, sangat membutuhkan seorang wirausaha dalam pelaksanaannya,
seupaya perusahaan, organisasi dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dengan melihat realita secara jujur dan objektif, maka
orang sadar bahwa menumbuhkan mental wirausaha merupakan terobosan yang penting
dan tidak dapat ditunda-tunda lagi. Kita semua harus berpikir untuk melihat dan
melangkah ke arah sana.
Dalam Islam, baik dari segi konsep maupun praktik,
aktivitas kewirausahaan bukanlah hal yang asing, justru inilah yang sering
dipraktikkan oleh Nabi, istrinya, para sahabat, dan juga para ulama di tanah
air. Islam bukan hanya bicara tentang entrepreneurship
(meskipun dengan istilah kerja mandiri dan kerja keras), tetapi langsung
mempraktikkannya dalam kehidupan nyata.
Lembaga pendidikan melalui para praktisinya harus
lebih konkret dalam menyiapkan program kegiatan pembelajaran yang benar-benar
dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya spirit kewirausahaan mulai dari
sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar